PAN, Partai Islam, Golkar Siap Koalisi
        JAKARTA -- Dua parpol besar yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan
Partai Golkar siap menggalang koalisi dengan parpol berasas Islam
pascapemilu ini.
        Anggota MPP DPP PAN, Soewarno Adiwidjojo, menyatakan partainya siap
menggalang koalisi dengan Parpol Islam dan Partai Golkar. ''Ini karena
sebelumnya PAN sudah menjalin kerja sama yang baik dengan parpol Islam,''
ujarnya kepada pers di Jakarta kemarin.
        Sedangkan dengan Golkar, kata Soewarno, kemungkinan koalisi tersebut
untuk mewujudkan suatu keseimbangan kekuasaan jika nanti pemenangnya dalam
pemilu adalah PDI Perjuangan pimpinan Megawati. ''Dengan adanya keseimbangan
dalam kekuasaan akan mengeliminir distorsi-distorsi dalam pelaksanaan
demokrasi,'' tegas Soewarno.
        Dalam kesempatan sama, Ketua DPP Golkar Slamet Efendi Yusuf juga
menyatakan partainya siap untuk berkoalisi dengan PAN dan parpol Islam.
Koalisi tersebut dimaksudkan sebagai oposisi bila PDI-P memenangkan pemilu
dan memimpin pemerintahan.
        ''Seperti yang sering diungkap Ketua Umum Partai Golkar Akbar
Tanjung, kalau Golkar kalah dalam pemilu kami siap menjadi partai oposisi,''
ujar Slamet. ''Dengan koalisi bersama PAN dan parpol Islam kekuatan oposisi
akan mantap dan siap mengontrol partai penguasa,'' tambahnya.
        Persoalan koalisi, lanjut Slamet, tidak lagi didasarkan pada
platform partai. Pertimbangan koalisi adalah justru terletak bagaimana untuk
mewujudkan perimbangan kekuasaan dalam sistem kekuasaan negara.
        ''Perwujudan perimbangan kekuatan dalam negara akan tercapai kalau
partai pemenang yang akan berkuasa nanti mendapat mitra yang seimbang
sebagai oposisinya,'' ujar Slamet. ''Kami siap menjadi orang tidak berkuasa
kalau nanti dalam penghitungan akhir ternyata kalah dari PDI Mega, maka kami
akan menggalang kekuatan untuk menjadi oposisi pemerintahannya Mega.''
        Namun demikian, lanjut Slamet, jika nanti yang menang adalah Golkar
maka koalisi bersama PAN dan parpol Islam justru akan memperkokoh kekuatan
kelompok ini.
        Tentang kemungkinan koalisi itu sendiri, DPP PAN tadi malam
mengadakan rapat tertutup. Menurut salah satu ketua DPP PAN, AM Fatwa, rapat
tersebut baru merupakan tahap brainstorming berbagai kemungkinan koalisi.
''Setelah perhitungan suara selesai baru kita tentukan koalisi sebenarnya,''
ujarnya kepada Republika tadi malam.
        Menurut Fatwa, secara politis PAN akan berkoalisi dengan partai apa
saja yang bisa meneruskan program reformasi total. Namun, secara pragmatis,
PAN tidak menolak bila ada partai lain memberikan dukungan kepada Amien Rais
menjadi presiden.
        Di dalam brainstorming tadi malam, berbagai kemungkinan koalisi
dibahas. Sumber-sumber Republika menyebutkan, ada dua pendapat yang muncul
pada pertemuan itu. Pendapat pertama, PAN berkoalisi dengan PPP dan delapan
parpol Islam lainnya. Dan pendapat kedua, PAN berkoalisi dengan PDI-P dan
PKB.
        Tentang hal itu, Fatwa menolak menjelaskannya. Dia kembali
menegaskan kemungkinan itu masih dalam tahap pembahasan atau tukar pikiran
di antara pengurus DPP PAN. Meski demikian, dia membenarkan bahwa PAN akan
menerima bila Golkar memberikan dukungan kepada Amien untuk menjadi
presiden. ''Yang penting reformasi terus berjalan,'' ujarnya.
        Diakuinya, banyak konstituen PAN yang sebetulnya menghendaki
berkoalisi dengan PPP. Namun disadarinya pula, beberapa pihak juga
menghendaki PAN bergabung dengan PDI-P dan PKB. ''Namun itu belum bisa kita
putuskan sekarang,'' lanjut Fatwa.
        Secara terpisah, Ketua Umum PAN Amien Rais --seperti dikutip salah
satu televisi swasta-- menyatakan bila partai pimpinannya tak mencapai
kemenangan dalam pemilu kali ini, maka partainya tetap pada komitmen semula
untuk menjadi partai oposisi. Namun, dirinya tetap optimis partainya bakal
meraih 25 persen perolehan suara hasil pemilu dan pihaknya optimis memimpin
pemerintahan koalisi jika partainya memperoleh suara lebih dari 25 persen.
        Ditanya mengenai koalisi dengan Golkar, Amien menjelaskan untuk
koalisi ada dua dasar yang menjadi pegangan. Pertama, dasar moral keagamaan
yaitu bisa bekerja sama dengan setiap anak bangsa untuk kebajikan dan takwa
asal bukan untuk dosa dan permusuhan.
        Sedangkan yang kedua, kata Amien, dasar politik. ''Kita bisa bekerja
sama dengan partai manapun, kekuatan manapun asal reformasi jalan terus,''
katanya.
        Sementara itu, Ketua Umum PKB Matori Abdul Jalil mengatakan pihaknya
merasakan adanya keinginan masyarakat agar kekuatan reformasi diperlihatkan
dengan koalisi PKB-PDI-P-PAN. Ia pun berpendapat bahwa Golkar lebih baik
sebagai oposisi karena partai ini berpengalaman. ''Apabila penguasa
melakukan penyimpangan, lanjutnya, Golkar tahu dan bisa mencegahnya,''
ujarnya.
        Tentang koalisi, Farid Prawiranegara dari DPP Partai Bulan Bintang
menjelaskan bahwa bentuk koalisi itu tidak penting seperti apa. ''Yang
penting, penguasa harus memiliki komitmen untuk melakukan perubahan yang
mendasar.''
        Farid berpandangan bahwa PDI-P tidak melakukan perubahan mendasar
itu. ''Hal ini dibuktikan dengan tidak ada perubahan UUD '45 dan Dwifungsi
ABRI dalam program partainya.''

 <<...>>

[HOME ] [INDEX LENGKAP] [BERITA UTAMA] [NASIONAL] [ILTEK] [EKBIS]
[NUSANTARA] [JABOTABEK] [INTERNASIONAL] [HIBURAN] [OPINI]
[OLAHRAGA] [PENTAS PEMILU] [TELUSUR]
Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta ) PT Abdi Bangsa 1999


> ----------
> From:         Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     Indonesian Students in the US
> Sent:         Thursday, June 10, 1999 8:47 AM
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      Amandemen UUD 1945, perlukah?
>
> Banyak keinginan orang untuk mengubah UUD 1945 yang sepertinya sudah uzur.
> Ini bukanlah tanpa alasan dengan menimbang betapa kuatnya posisi Presiden
> Soekarno dan Presiden Soeharto.
>
> Saya sendiri memang melihat banyak isi batang tubuh yang sama sekali tak
> dijalankan. Ada juga yang dijalankan tapi pelaksanaannya dipelesetkan.
> Begitu lemahkah UUD 1945 itu?
>
> Kalau saya justru berkonsentrasi dulu untuk menyusun ulang
> "Pembukaan"-nya.
> Alinea pertama sepertinya sudah kuat karena memang mengutip pernyataan
> Abraham Lincoln yang akhirnya dijadikan landasan pengamalan HAM. Kelemahan
> "Pembukaan" diawali dari alinea kedua yang berbunyi "Dan.... mengantarkan
> rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaannya". Sampai kata-kata
> terakhir pada alinea terakhir tidak ada pernyataan bahwa bangsa Indonesia
> "MASUK" pintu gerbang kemerdekaan. Dengan demikian sampai saat ini bangsa
> Indonesia masih nongkrong dan menunggu di depan pintu gerbang sampai si
> penguasa mempersilakan masuk.
>
> Batang tubuhnya silakan dibahas, karena saya sedang tidak memegang UUD
> 1945.
> Hanya saja kita jangan kelewat semangat sehingga tujuan tak tercapai.
> Mengapa? Yang menjadi sorotan orang adalah posisi presiden. Oleh karena
> kelewat semangat bisa jadi akan banyak rambu untuk seorang presiden,
> sehingga orang tidak berminat lagi menjadi presiden.
>
> Wassalam,
> Efron
>

Kirim email ke