Ini ada analisa yg. menarik

> ----------
> From:         [EMAIL PROTECTED][SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent:         13 Juni 1999 14:46
> Subject:      [Majlas] Seandainya Mega jadi Presiden
>
>
> Berdasarkan hasil perhitungan sementera Pemilu yang telah berlangsung
> secara "demokratis" serta kecenderungannya dapat dikatakan PDI Perjuangan
> akan memenangkan  pesta demokrasi yang kedua dalam sejarah Indonesia.
> Walaupun kemenangan ini belum tentu menghantar  Megawati jadi Presiden RI,
> kiranya kita dapet mengandai-andai apa yang terjadi apabila Megawati
> menjadi presiden IV RI.
>
> Guna menyukseskan programnya, dalam membentuk Kabinet Megawati akan
> merangkul kalangan dari berbagai kelompok. Pembentukan kabinet ini
> hajatan "bagi-bagi" jabatan diperkirakan dapat menimbulkan ketidakpuasan
> beberapa kalangan di dalam PDI P, khususnya para pendukung Megawati yang
> setia sejak tahun 1992-1996 . Rasa tidak puas ini timbul karena kualitas
> SDM pendukung loyalis ini (kecuali orang-orang seperti  Kwik, Laksamana,
> Sophan Sophian) kurang memadai untuk masuk dalam jajaran birokrasi,
> apalagi sebagai seorang menteri. Megawati tentu memilih kader-kader PDI P
> yang kualitasnya mengagumkan dan umumnya mereka adalah pendukung PDI P
> bukan sejak awal tapi belakangan ini saja (oportunis mungkin?). Mengingat
> pendukung Mega terdiri dari bermacam-macam kelompok dan kepentingan bagai
> "gado-gado"  (nasionalis tulen, Kristen, Islam yang Abangan maupun Santri,
> Masyrakat Hindu, ABRI eks Orba, Birokrat eks Orba, Sosialis, eks PKI
> beserta keluarganya, dan petualang-petualan politik), konflik internal
> sangat mungkin terjadi. Walaupun demikian Megawati akan berhasil "meredam"
> ataupun mungkin "membungkam" konflik-konflik ini.
>
> Saya cukup yakin naiknya Megawati menjadi Presiden RI meningkatkan
> kredibilitas Pemerintahan RI di dalam negeri maupun luar negeri.
> Stabilitas politik dan keamanan perlahan-lahan semakin menjadi kenyataan.
> Keadaan ini mengakibatkan semakin membaiknya kondisi perekonomian
> nasional, khususnya nilai rupiah terhadap dollar  akan cenderung stabil.
> Bantual LN guna pemulihan ekonomi nasional (IMF misalnya) akan semakin
> "lancar". Investasi asing pun juga akan meningkat. Namun, sesuai kondisi
> obyektif yang sangat sulit, Mega dalam waktu 2-3 tahun pertama hanya mampu
> memperbaiki struktur ekonomi yang hancur.  Membaiknya struktur ekonomi
> nasional ini tentunya  tidak secara instan menyentuh "perekonomian rakyat
> kecil". Nasib "rakyat kecil" (yang merupakan pendukung utama Megawati)
> tidak mengalami perubahan. Sebagai "rakyat" yang awam mengenai ilmu
> ekonomi mereka tidak akan mau mengerti keadaan ini. Mereka cuma berharap
> "Megawati" datang sebagai seorang "juru selamat" yang dapat "menyulap"
> nasibnya. Mereka tentunya sudah tidak tahan lagi untuk "bersabar" menunggu
> perbaikan nasib. Keadaan ini tentu akan mengurangi "popularitas" Megawati.
>
> Bagi kalangan kelas menengah, khususnya kelompok intelektual,  program
> reformasi politik Megawati masih kurang mengigit bahkan cenderung pro
> status quo. Hal ini ditandai penentangan Megawati terhadap ide amendemen
> UUD 1945, Isu Kemerdekaan Timtim, serta Penghapusan Dwi-Fungsi ABRI.
> Sikap ini menunjukkan "agenda" Megawati untuk "menikmati" struktur politik
> yang sudah ada. Penolakan terhadap amendemen UUD 1945  serta penghapusan
> Dwi-fungsi ABRI akan menimbulkan keraguan terhadap komitmen Megawati
> terhadap reformasi nasional, khususnya menciptakan struktur politik yang
> demokratis. Begitu juga halnya dalam isu Timtim. Penolakan Megawati
> terhadap hasil referendum yang menentukan kemerdekaan Timtim tentu juga
> akan mempengaruhi popularitas serta citra Megawati di dalam negeri maupun
> dunia internasional. Akhirnya, kebijakan-kebijakan  yang tidak populer ini
> tentunya akan "mengentalkan" kekuatan Oposisi.
>
> Di bidang hubungan LN, apabila Megawati merealisr ide pembukaan hubungan
> diplomatik dengan Israel, kebijakan yang sama sekali tidak populis dan
> dapat mengurangi popularitasnya. Walaupun kebijakan ini dilandasi dengan
> pertimbangan serta penalaran yang rasional serta dapat dimengerti,  umat
> Islam (yang umumnya masyarakat awam di bidang hubungan luar negeri) tetap
> tidak bisa menerima. Memang dari perspektif politik luar negeri, ide
> pembukaan hubungan diplomatik ini dapat diharapkan meningkatkan kekuatan
> "lobby Indonesia" di masyarakat Internasional (apalagi negera-negara Arab
> juga sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel). Di lain sisi,
> selain tidak memperhatikan aspek emosional serta kultural,  kebijakan ini
> secara ekonomis juga  kurang menguntungkan, apalagi disaat krisis dimana
> kita sangat butuh dollar. Kita semua mengetahui populasi Indonesia hampir
> 200 juta sedangkan populasi Israel hanya sekian juta. Kemampuan ekspor
> Indonesia cukup rendah sedangkan kemampuan ekspor Israel relatif lebih
> tinggi (khususnya di bidang teknologi militer). Akibatnya neraca
> perdagangan Indonesia - Israel akan cenderung defisit. Selain itu,
> Wisatawan Israel yang datang ke Indonesia untuk membelanjakan devisanya
> paling banter diperkirakan cuma 50 - 100 ribu orang per tahun. Sebaliknya
> sekitar 1 juta orang Indonesa per tahun ( yang beragama Islam maupun
> Kristen) akan membelanjakan dollarnya di Yerusalem. Ilustrasi sederhana
> ini menunjukkan hubungan diplomatik indonesia - Israel (khususnya dari
> perpektif ekonom) hanya menciptakan hubungan yang asimetris. Ringkasnya
> Israel akan lebih banyak diuntungkan dibandingkan Indonesia dalam konteks
> ini.
>
>
> Demikian, ilustrasi yang mengandai-andai dan sederhana ini.
>
>  -----
>
>

application/ms-tnef

Kirim email ke