>From: M.Ridha >Subject: [imsa] ISUE AGAMA DAN SEKULARISME >Date: Tue, 15 Jun 1999 06:28:38 -0700 (MST) > > >ISU AGAMA DAN SEKULARISME POLITIK >-TANGGAPAN KISDI KEPADA DENNY JA- * >Selasa, 15 Juni 1999 > > >MELALUI tulisannya di Harian Kompas (14 Juni 1999) yang >berjudul "Status Quo" atau Politik Sekuler, Denny JA >mengangkat dua masalah penting, yaitu (1) munculnya isu >agama (Islam dan non-Islam) dalam aliansi politik >menggantikan isu "status quo dan reformasi", (2) adanya >kesalahpahaman terhadap konsep politik sekuler atau >sekulerisme dalam politik. Terhadap tulisan Denny JA >tersebut, perlu diberikan beberapa catatan berikut ini: > >Pertama, isu "status quo dan reformasi" sendiri masih >sangat belum jelas. Dalam berbagai segi, isu tersebut >lebih merupakan jargon politik yang merugikan masa depan >bangsa ini, ketimbang mencari penyelesaian dari berbagai >persoalan politik dan ekonomi yang sedang melanda bangsa >Indonesia. > >Dalam kenyataannya, isu "status quo versus reformasi" >sudah bukan lagi menjadi isu substansi, tetapi sudah >mengarah kepada kelompok tertentu, khususnya Golkar dan >Habibie. Sedangkan yang reformis adalah PDI Perjuangan, >PKB, dan PAN. Seolah-olah, setiap orang Golkar adalah >pro-status quo, dan setiap orang PDI Perjuangan adalah >reformis. Padahal, Megawati dan PDI Perjuangan sendiri >diragukan sebagai reformis oleh kalangan mahasiswa. > >Mahasiswa UI (BEM-UI) menilai Megawati termasuk yang >layak mendapat hadiah Soeharto Awards. Sebab, Megawati >telah menolak untuk mengubah UUD 1945, tidak menolak >Dwifungsi ABRI, tidak mau berdebat dengan alasan bukan >budaya Timur, dan tidak serius untuk mendorong pengadilan >terhadap mantan Presiden Soeharto. > >Setelah Soeharto lengser, tanggal 31 Mei 1998, KISDI >membuat pernyataan politik yang menuntut pembubaran >Golkar, sebab Golkar merupakan organisasi politik yang >paling bertanggung jawab terhadap kerusakan Orde Baru. >Tetapi, tuntutan itu tidak ditanggapi dengan serius, >sebab rupanya masih banyak orang Golkar sendiri yang >berminat merebut kepemimpinan Golkar. Setelah Edi Sudradjat >gagal menjadi Ketua Umum Golkar, kecaman terhadap Golkar >mulai berlangsung dengan gencar. Sementara, orang-orang >Golkar yang dulunya ikut berlumuran dosa Golkar-seperti >Try Sutrisno, Edi Sudradjat, Jacob Tobing, Rachmat >Witoelar-dianggap sebagai reformis. > >Jadi, isu "status quo dan reformis" sekarang telah menjadi >isu politik. Siapa yang kuat memainkan isu, akan dianggap >sebagai reformis. Siapa yang kalah memainkan isu, akan >dianggap menjadi status quo. Dalam banyak hal, isu >dikotomis semacam ini malah akan merugikan masa depan >bangsa, sebab akan menciptakan trauma dan dendam politik >yang berkepanjangan. > >Dulu, Orde Lama menggunakan jargon "revolusi dan kontra- >revolusi" untuk kepentingan politiknya. Orde Baru >menggunakan pola yang sama, misalnya jargon "pembangunan >dan anti-pembangunan" dan "Pancasila dan anti-Pancasila", >dan sebagainya. Apakah pemerintahan nanti juga akan >menggunakan pola yang sama, yaitu menggunakan jargon >"reformis dan status quo" untuk memojokkan lawan politiknya? > > >*** >KEDUA, pernyataan Denny JA bahwa banyak dari kelompok status >quo yang menggunakan isu agama (Islam versus non-Islam) untuk >melemahkan gerakan reformasi, mungkin ada benarnya. Tetapi, >pernyataan itu juga terlalu menyederhanakan masalah dan >mengabaikan beberapa fakta yang ada. > >Tidak tertutup kemungkinan, ada politisi (baik yang >proreformasi atau yang pro status quo), yang memainkan >isu agama (Islam versus non-Islam) untuk kepentingan >politiknya. Tetapi, harus disadari oleh semua komponen >bangsa ini, bahwa masalah agama adalah masalah yang serius >dan sensitif. Semestinya masalah agama tidak diabaikan >dalam politik. Secara alamiah, mencuatnya isu agama >(Islam versus non-Islam) akhir-akhir ini dipicu dan >dilatarbelakangi oleh beberapa faktor berikut ini: > >(A). Trauma Orla dan Orba. Umat Islam Indonesia telah >mengalami trauma yang panjang berhadapan dengan rezim >Orde Lama dan Orde Baru. Di masa Demokrasi Terpimpin, >Soekarno menindas umat Islam, mendorong sekulerisme, dan >membela PKI. Partai Masyumi dibubarkan, tokoh-tokohnya >dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan. Selama hampir 30 >tahun, Orde Baru juga melakukan hal yang sama. Tidak >perlu disembunyikan, bahwa pada era 1970-an dan 1980-an, >umat Islam tertindas dan dipinggirkan. Sementara kegiatan >Kristenisasi merajalela. > >(B). Masalah Kaset Theo Sjafei. Belum lama ini, sekitar >bulan November 1998, beredar kaset Theo Sjafei di Kupang. >Oleh umat Islam di sana, kaset Theo tersebut dianggap turut >berperan dalam meletuskan Tragedi Kupang, di mana umat >Islam diserang oleh pihak Kristen, bangunan-bangunan masjid, >sekolah, kantor partai Islam, dan sebagainya, dihancurkan. >Isi ceramah Theo Sjafei dalam kaset tersebut sangat menghasut >umat Nasrani agar memusuhi umat Islam. > >Theo sendiri selalu menolak, bahwa suara dalam kaset itu >adalah suaranya. Tetapi, ada beberapa saksi, di antaranya >dari umat Nasrani sendiri, yang menyatakan, bahwa Theo >sudah sering berceramah yang isinya sama dengan isi ceramah >dalam kaset itu. Ketika beberapa organisasi Islam >mempermasalahkan hal itu, PDI Perjuangan tetap mempertahankan >Theo sebagai salah satu ketuanya. Bahkan, Theo menjadi >orang yang berperan sentral dalam PDI Perjuangan. > >(C). Masalah caleg non-Muslim di PDI Perjuangan. Beberapa >hari menjelang hari pencoblosan, 7 Juni 1999, tentang agama >caleg PDI Perjuangan terbuka. Ternyata, di tingkat nasional, >40 persen lebih caleg PDI Perjuangan non-Muslim. Di Jakarta, >60 persennya non-Muslim. Di Kabupaten Bekasi, 100 persennya >non-Muslim. PDI Perjuangan beralasan bahwa dalam menyusun >caleg, faktor agama tidak menjadi pertimbangan. Gus Dur, yang >merupakan teman dekat Megawati sendiri, mengatakan bahwa caleg >yang didominasi non-Muslim merupakan tindakan yang tidak arif. > >Bagi kalangan umat Islam lain yang sudah kenyang ditipu oleh >rezim Orla dan Orba, maka caleg PDI Perjuangan itu menjadi >indikasi yang kuat, bahwa kalangan Kristen radikal memboncengi >(mendominasi) PDI Perjuangan. Di awal Orde Baru, tokoh-tokoh >Katolik radikal di CSIS juga menggunakan pola sekularisasi >(deideologisasi dan de-Islamisasi politik) untuk menerapkan >tirani minoritas Kristen atas umat Islam. Di zaman Orla, PKI >juga berhasil membonceng dan memanfaatkan Soekarno untuk >menggencet kekuatan Islam. > >Dengan melihat beberapa fakta tersebut, semestinya setiap >cendekiawan, pengamat politik, atau politisi yang arif lebih >berhati-hati dalam membuat pernyataan atau analisis yang >berkaitan dengan masalah agama. Adalah hal yang terlalu gegabah >dan menyederhanakan masalah, dengan, mengatakan, bahwa munculnya >isu agama (Islam versus non-Islam) merupakan rekayasa kelompok >status quo semata. > > >*** >KETIGA, masalah gagasan politik sekuler atau sekularisme >dalam politik. Denny mengatakan, ada kesalahpahaman akan >arti politik sekuler atau sekularisme dalam politik. >Politik sekuler diartikan sebagai sistem politik yang anti- >agama, atau lebih jauh lagi anti Islam. Dengan definisi ini, >tak heran jika politik sekuler ini menjadi momok yang menakutkan. >Namun itu adalah definisi politik sekuler yang salah. Tak ada >satu pun negara demokrasi yang sekuler di dunia ini yang anti >agama, ataupun anti-Islam. > >Di dalam artikelnya yang berjudul Islam, Negara Sekuler, >dan Demokrasi, di Harian Republika, tanggal 19 Juni 1997, >Denny JA menulis: Akhir kata, terminologi "negara sekuler" >mungkin sudah tidak populer di tanah air, karena sudah >terlalu banyak kesalahpahaman atasnya. Sebagai gantinya, >saya mengusulkan dipakai saja terminologi "negara demokrasi", >yang pada dasarnya adalah juga negara sekuler. Kesanalah >negara modern bermuara. > >Entah dengan alasan apa, Denny sekarang mencabut usulannya >sendiri, dan tetap mempopulerkan istilah sekulerisme dalam >politik. Namun ia tetap istiqamah dengan gagasannya semula >untuk membentuk negara sekuler yang diimpikannya, seperti >negara-negara sekuler Barat, meskipun banyak yang salah paham. > >Sebenarnya umat Islam tidak salah paham tentang masalah >sekulerisme. Rumusan negara sekuler versi Denny JA lebih >banyak merupakan rumusan akademis, tidak realistis, dan >tidak empiris. Contoh-contoh faktual yang terjadi di Turki >dan Indonesia menunjukkan, bahwa negara sekuler justru >menindas Islam. > >Turki merupakan contoh negara sekuler di dunia Islam yang >sampai sekarang menindas Islam. Tanggal 3 Mei 1999 yang >lalu, anggota parlemen Turki, Merve Kavakei, diusir dari >parlemen, hanya karena memakai jilbab. Bahkan kemudian ia >diadili dengan tuduhan melanggar prinsip-prinsip sekulerisme. >Negara-negara sekuler Barat diam saja melihat penindasan yang >melanggar HAM dan demokrasi itu. Ketika Mesut Yilmaz berhasil >menumbangkan Erbakan, AS segera mendukungnya dan mengingatkan >agar Turki tetap mempertahankan demokrasi sekuler >(Republika, 22 Juni 1997). > >Ketika di tahun 1930 dan 1940-an Turki menerapkan sistem >sekularisme primitif, seperti memaksakan azan dalam bahasa >Turki, mengganti huruf Arab dengan huruf Latin, mengubah >masjid menjadi museum, melarang wanita berjilbab, mengganti >hukum Islam dengan hukum Barat, Soekarno menjadi pendukung >utamanya. > >Turki jelas menindas Islam dan anti-Islam. Negara sekuler >Indonesia di zaman Orla dan Orba juga sama, menindas Islam. >Memakai jilbab dilarang, mubalig harus memiliki Surat Izin >Mubalig, asas Islam dalam ormas dan parpol dilarang, berbagai >UU yang bersumber dari hukum Islam (bukan dari Barat) dilarang. >Apakah semua itu tidak menindas Islam? > >Jadi, pernyataan Denny JA bahwa tidak ada satu pun negara >demokrasi yang sekuler di dunia ini yang anti-agama atau >pun anti-Islam, adalah merupakan pernyataan yang tidak benar. > >Konsep negara sekuler versi Denny JA pada dasarnya merupakan >negara yang netral agama. Negara jenis ini juga lebih banyak >merupakan konsep angan-angan. Menghilangkan sentimen agama >dalam politik, tidak mungkin dilakukan, bahkan di negara-negara >Barat sekali pun. Dalam berbagai tulisannya, Denny JA selalu >mengagung-agungkan AS dan negara-negara Barat lain sebagai >suri teladan negara demokratis sekuler yang baik dan perlu >diteladani. > >Tanpa menafikan adanya beberapa praktik politik yang baik di AS, >dalam masalah agama dan politik, AS bukanlah teladan yang baik. >Wajah Pemerintah AS adalah wajah Kristen dan bule. Kita tidak usah >terlalu banyak mengumbar kata-kata, cobalah Presiden AS mengangkat >seorang menterinya saja yang Muslim atau warga AS keturunan Cina. >Cobalah Partai Demokrat mencalonkan anggota Kongres atau senator >yang Muslim. Apa orang Islam di AS tidak ada yang pintar? > >Eropa juga sama saja. Sentimen Kristen di sana begitu kuat. >Meskipun sudah mati-matian menjadi Barat, Turki tetap ditolak >untuk menjadi anggota Masyarakat Eropa. Majalah The Economist >edisi 8 Maret 1997, menggambarkan pandangan Barat terhadap >Turki: They see the Turk as too poor, too numerous, and too >Moslem. > >Karena itulah, ketika permohonan Turki untuk menjadi anggota >Uni Eropa lagi-lagi ditolak, Mesut Yilmaz marah-marah dan >mengatakan, bahwa Uni Eropa melakukan tindakan diskriminatif. >Menurut Yilmaz, Uni Eropa adalah "Klub Kristen" yang tidak >bersedia menerima anggota negara Islam (Turki adalah anggota >OKI yang 99 persen penduduknya beragama Islam). "Saya ingin >agar Eropa menunjukkan bahwa mereka bukan Klub Kristen," kata >Yilmaz di hadapan parlemen Turki. (Republika, 16 Desember 1997). > >Jadi, pengalaman sejarah menunjukkan, bahwa ide-ide sekularisme >dan lain-lain lebih merupakan trik politik, agar umat Islam >tidak peduli dan jauh dari agamanya. Ujung-ujungnya adalah >pemurtadan. Apalagi, Al Quran sudah menegaskan: Dan mereka >akan selalu memerangimu sampai mereka dapat memalingkan kamu >dari agama kamu, jika mereka mampu. (QS 2:217). > >Karena itu, sebaiknya, kita tidak mengingkari kenyataan, tidak >lari dari persoalan, dan tidak mengulangi kesalahan Orla dan >Orba. Setiap upaya pengabaian faktor agama dalam politik, akan >memunculkan budaya munafik dan berujung pada politik intrik >antar-agama yang sangat tidak sehat dalam kehidupan berbangsa >dan bernegara. > >(* HA Sumargono SE, Ketua Pelaksana Harian KISDI). > > > > > ______________________________________________________ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com