Janga minta maaf sama saya ah....:)
Minta maaflah sama 40 Juta-an rakyat Indonesia....


At 12:17 PM 7/6/99 MST, Yuni Wilcox wrote:
>Ditilik dari berita berita yang ada kemana aja sih Ms, apa masih belum kelar
>semedinya mencari wangsit dari Bapaknya.
>
>Sekali lagi saya hanya kasihan melihat rakyat pendukungnya yang semakin
>kebingungan. Pola berpikir mereka akan politik sangat sederhana, mereka nggak
>tahu apa yang terjadi dikalangan atas. Seharusnya MS berbicara dimedia massa,
>jelaskan pada pendukungnya bagaimana pemilihan presiden itu. Kasihan mereka
>sampai harus nyakitin diri sendiri terus menerus, sedangkan orang yang
>dijagokan nggak pernah keluar omongan.
>
>Saya pribadi nggak peduli MS mau diam seribu bahasa ataupun klenik klenik
>dibelakang untuk jalin kekuatan, tapi yang tampak jelas dimata bahwa rakyat
>semakin gunda gulana. Kondisi ini sangat membahayakan.
>
>Saya jadi semakin yakin bahwa MS bukan contoh pemimpin yang baik. Maafkan
>saya, jika menyinggung perasaan rekan rekan pendukung MS, mungkin anda capek
>dengan omongan tentang MS, tetapi inilah kenyataannya bahwa orang yang kalian
>dukung tidak mau turun tangan untuk berbicara memintarkan atau meluruskan
pola
>politik rakyat. Katanya cinta rakyat, tetapi sama sekali tidak terlihat upaya
>untuk mendidik rakyat agar rakyat semakin pintar, yang ada hanyalah
>penunggangan rakyat untuk kepentingan politik.
>
>Maaf, saya hanya ingin berbicara sesuai dengan kondisi yang ada. Orang orang
>pada berbicara dan minta supaya MS buka suara. Apa yang kalian dapat Ms tetap
>diam, dengan alasan "ibu yang bijak tidak mau gegabah", jadi sejak jamannya
>ramai ramai reformasi, kampanye, sampai pasca pemilu, tetap bungkam seribu
>bahsa. Kalau begitu kapan waktunya ia bicara.
>
>Kalau anda mengira bahwa diamnya Ms itu adalah emas maka saya berani katakan
>bahwa itu adalah salah besar. Dia sama sekali bukan tipe pemimpin. Pemimpin
>itu adalah orang yangtahu kapan ia harus diam dan kapan ia harus bicara,
>bukannya memutuskan diam terus agar dianggap bijak.
>
>Maaf saya akui kali ini saya benar benar emosi melihat nasib rakyat bawah
yang
>diombang ambingkan dan dimanfaatkan sedemikian rupa.
>
>Yuni
>
>
>  Koran online dari Surabaya http://www.jawapos.com/6jul/de6g6.htm
>  Selasa, 6 Juli 1999
>
>  Presiden Preman, Mungkinkah?
>
>  Reaksi Munculnya Absolutisme
>
>  Tengara Menhankam/Panglima TNI Jenderal TNI Wiranto yang
>  mencemaskan munculnya presiden preman ternyata disambut positif
>  oleh kalangan pengamat. Gejala saling mengancam dan mengerahkan
>  massa untuk mengegolkan calon presiden dalam SU MPR mendatang,
>  memang, telah begitu mencemaskan banyak pihak yang tidak
>  menghendaki munculnya kekerasan dalam suksesi mendatang.
>  Benarkah bangsa ini sudah separah yang digambarkan Wiranto?
>  Mengapa bisa muncul kecenderungan seperti itu? Apakah karena
>  ada ketidakpercayaan terhadap mekanisme politik yang ada sekarang
>  atau ada misi lain? Berikut wawancara Jawa Pos dengan pengamat
>  politik Dr Moeslim Abdurrahman dan Dr Adnan Buyung Nasution:
>
>  Bagaimana komentar Anda tentang kecemasan terhadap munculnya
>  presiden preman itu?
>
>  Saya kira, pernyataan Pak Wiranto itu positif dan baik.
>  Persoalannya sekarang ini, bagaimana mengakhiri cara-cara politik yang
>  dijalankan melalui premanisme politik seperti itu. Sudah tidak zamannya
>  lagi pertarungan politik dijalankan lewat adu kekuatan. Pakai cap
>  jempol darah segala. Jangan-jangan nanti malah muncul kekuatan lain
>  yang tak mau kalah, misalnya, tidak sekadar pakai cap jempol darah.
>  Misalnya, memakai kekuatan pecut penjalin atau udeng. Itu berarti,
>  nasib bangsa kita ditentukan oleh siapa yang menang dan kuat. Wah, mau
>  jadi apa negeri ini.
>
>  Untuk mencegah agar tidak muncul presiden preman?
>
>  Ya, akan lebih baik kalau ada komunikasi politik, khususnya
>  para kandidat presiden. Kalau sekarang mereka belum bisa dikatakan
>  negarawan, maka bisa saya katakan, sebagai calon negarawan,
>  mereka seharusnya melakukan pendidikan politik kepada rakyat.
>
>  Maksudnya?
>
>  Sebagai elite politik yang sikap dan perilakunya ditiru
>  massanya, ya seharusnya mereka memberikan contoh bagaimana berpolitik
>  yang baik.
>  Bagaimana masyarakat kritis, mengapresiasikan politik secara dewasa.
>  Jangan malah mendorong mereka melakukan premanisme politik,
>  yaitu dengan jalan membangkitkan emosi politik rakyat. Bangsa ini
>  kalau ingin menjadi Indonesia baru, harus bisa meninggalkan apa yang
>  disebut premanisme politik, yaitu menyuarakan aspirasi dengan jalan
>  mengandalkan kekuatan itu tadi.
>
>  Bagaimana dengan komunikasi politik antarelite?
>
>  Itulah. Para elite politik, terutama partai politik pemenang
>  pemilu, harus segera dan lebih mengintensifkan komunikasi antarmereka.
>  Komunikasi politik ini bukan seperti dagang sapi atau dagang kekuasaan
>  lho. Saya punya ini, kamu beli berapa, saya punya kekuasaan ini, kamu
>  mau memberi saya apa. Bukan itu maksudnya. Tetapi, komunikasi
>  politik yang di dalamnya membahas soal bagaimana mestinya politik ini
>  dijalankan. Misalnya, mekanisme SU MPR nanti seperti apa, apakah
>  melalui one man one vote atau bagaimana. Itu yang penting,
>  agar tidak terjadi premanisme politik yang mementingkan kepentingannya
>  sendiri dengan cara pemaksaan.
>
>  Premanisme politik, bukankah itu dilakukan juga dalam rangka
>  menyumbangkan pemikiran seperti halnya yang dilakukan pressure group?
>
>  Lain dong. Kalau pressure group itu kan positif dan penting.
>  Misalnya, dalam suatu kebijakan, ada yang vokal dan mengkritisi. Lalu,
>  kekritisan mereka itu dibawa ke dalam wacana publik. Maka, terlahirlah
>  alternatif-alternatif kebijakan. Itu kan bagus. Kalau
>  premanisme politik, kan bukan begitu. Hampir-hampir perbedaan
>  tidak ditempatkan dalam wilayah publik untuk didiskusikan,
>  tetapi malah diyakini benar sampai menutup kesempatan orang lain untuk
>  mengkritiknya. Ya,sampai-sampai ngetok-ngetokno getih
>  (mengeluarkan darah, Red). Benar lho, cara-cara itu harus segera
>  kita tinggalkan.
>
>  Sebenarnya salah siapa sampai-sampai masyarakat berperilaku
>  seperti itu?
>
>  Saya menjadi gembira mendengar kabar bahwa cap jempol darah
>  di Surabaya beberapa minggu terakhir ini di luar kontrol DPP PDI
>  Perjuangan. Itu saja. Sebab, memang seharusnya hal-hal semacam itu
>  tak terjadi lagi. Kalau syukuran karena pemilu telah berjalan
>  relatif lebih baik daripada sebelumnya, itu sih baik-baik saja.
>  Yang menang mensyukuri partainya menang, sedangkan yang kalah melakukan
>  autokritik. Semua akan berjalan baik-baik saja.
>
>  Apa yang harus dilakukan menuju Indonesia baru, Indonesia
>  yang tidak dikuasai presiden preman?
>
>  Harus melakukan pemberdayaan masyarakat, lalu juga
>  partai-partai. Bagaimana masyarakat melihat politik itu biasa-biasa
>  saja.
>  Bukan politik yang disakralkan, diagung-agungkan, dan dikeramatkan.
>  Sementara itu, juga harus ada pemberdayaan partai. Itu artinya,
>  ada dua hal penting yang harus diproyeksikan bangsa ini.
>  Komunikasi politik, khususnya untuk partai-partai pemenang pemilu,
>  dan pemberdayaan partai-partai.
>  Harus diakui, sekarang ini kita belum memiliki partai dalam
>  arti sesungguhnya. Yang kita miliki baru tokoh-tokoh yang punya
>  legitimasi karena karismatik, primordial.
>
>  Artinya, para tokoh dan kandidat presiden masing-masing
>  partai jangan melakukan hal-hal yang menjurus ke primordialisme?
>
>  Ya, misalnya Megawati, ya mbok mulai ngomong. Memberikan
>  komentar, ke mana negara dan bangsa ini mau dibawa. Soal
>  ekonominya bagaimana, soal hubungan internasionalnya bagaimana, dan
>  bagaimana soal lain-lainnya. Dengan begitu, rakyat akan mengetahui;
>  oh ternyata negara ini akan dibawa ke situ toh kalau dia menjadi
>  presiden. Oh, begini toh! Oh, begitu toh! Itu harus dilakukan.
>  Selebihnya, rakyat itu, termasuk di dalamnya para pendukungnya,
>  akan melakukan kritik kalau calonnya ternyata ada kesalahan.
>  Bukannya sebaliknya, karena demi calon presidennya, tidak tahu apa
>  programnya, tiba-tiba datang ke lapangan.
>  Beramai-ramai unjuk kekuatan, cap jempol darah, dan
>  lain-lain. Sudahlah, itu harus mulai kita tinggalkan. (hta)
>  --
>
>  Adnan Buyung Nasution: Karena Pangab Sudah Kesal
>
>  Bagaimana Anda memaknai pernyataan panglima TNI itu?
>
>  Pernyataan itu, tampaknya, muncul karena panglima TNI sudah
>  merasa kesal dengan keadaan sekarang ini. Dia mulai kesal dengan
>  banyaknya gejala sekarang ini. Padahal, sudah terbuka kesempatan
>  masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Tetapi,
>  masih juga banyak yang memaksakan kehendak. Intimidasi, ancam-
>  mengancam, dan lain-lain.
>
>  Tetapi, pernyataan itu sangat menyakitkan masyarakat?
>
>  Sudah saya katakan, itu adalah bentuk kekesalan. Kita tak
>  perlu mengambil hati. Kita lihat saja pesan di balik itu. Pesan di
>  balik itu, kalau yang saya tangkap, agar masyarakat jangan menggunakan
>  cara-cara premanisme, seperti memaksakan kehendak.
>
>  Kalau memang demikian, apakah Anda juga melihat hal itu
>  berkembang di Indonesia?
>
>  Saya merasakan itu. Banyak.
>
>  Contohnya?
>
>  Kalau masih ada yang memaksakan kehendak, intimidasi,
>  mengerahkan massa, itu kan tak perlu lagi sekarang ini. Kalau mau yang
>  begitu-begitu, kita kembali ke demokrasi jalanan saja. Tidak usah ada
>  pemilu, tidak usah ada KPU, tidak usah ada partai-partai lagi.
>  Kita kembali ke jalanan, seperti saya dahulu, 30 tahun dalam
>  demokrasi jalanan. Tetapi, kalau ada kesempatan yang lebih baik,
>  kita ambil cara yang lebih baik. Yang lebih berbudaya.
>
>  Apakah saat ini ada yang ingin meraih kursi kepresidenan
>  dengan cara preman?
>
>  Saya tidak akan mengatakan itu. Yang jelas, cara-cara yang
>  digunakan itu memang kurang manis, dengan cara kekerasan, intimidasi,
>  dan menimbulkan kesan yang keliru, bahkan mengerikan bagi orang
>  lain.
>  Karena itu, saya katakan bahwa cara-cara itu harus ditinggalkan.
>  Coba bayangkan memakai cara seperti darah, itu kan tidak rasional
>  lagi. Cara-cara absolutisme.
>
>  Tetapi, buktinya masih ada yang menggunakan?
>
>  Ya itulah, padahal cara itu akan menjurus pada kekerasan.
>  Kalau orang-orang sudah menggunakan darah, sumpah pocong, maka
>  tidak akan ada ruang gerak untuk berdialog dan bermusyawarah. (gie)
>
>
>____________________________________________________________________
>Get your own FREE, personal Netscape WebMail account today at
http://webmail.netscape.com.
>
>

Kirim email ke