Good morning Amerika! Setelah beberapa hari bercokol di Dili, tentara raseksa Interfet belum melakukan apa-apa kecuali beristirahat. Ketakutan tentara Interfet yang berlebihan sering membuat berbagai tingkah overacting sebagaimana gambar yg dikirim oleh seorang rekan kemarin. Foto serupa juga muncul di harian Waspada kemarin, yaitu beberapa tentara raseksa dengan senapan siap tembak meringkus satu orang yg dicurigai sbg milisi. Rasanya polah seperti ini tidak akan membuat penduduk Timtim gembira dalam jangka lama. Lalu apa agenda Interfet sebenarnya? Berapa lama operasi stabilisasi dilaksanakan? Tidak ada yang tahu kecuali Mr. Howard Coward yg terhormat di Australia itu (coward dihormati di Australia, suatu ironi thd legenda modern crocodile dundee). Suatu insiden terjadi yaitu dengan terbunuhnya jurnalis Inggris warganegara Belanda di Timtim 2 hari yg lalu. Herannya seorang saksi menyatakan bahwa korban juga beserta 2 orang jurnalis lain diserang oleh pasukan berseragam Indonesia. Bukan milisia! Akal sehat akan menyatakan bahwa hal ini tidak mungkin. Bagaimana mungkin pasukan yang dengan menahan malu sampai-sampai berlaku seperti sekumpulan budak melayani keperluan pasukan Interfet memerlukan untuk membunuh seorang wartawan dari koran tak terkenal? Pasukan unyil ini sekarang sedang berusaha keras menyelamatkan muka, tak perlu memermak muka sendiri yg sudah tak berbentuk. Rasanya satu-satunya kemungkinan adalah milisi pro-kemerdekaan yg menyamar sebagai pasukan unyil, untuk memberi pukulan terakhir pada muka yg tak berbentuk lagi itu. Kemungkinan lain adalah kelakuan dari intelejen Australia sendiri yang hendak melakukan propaganda tersendiri. Terbukti dari ancaman kepada wartawan Indonesia sebagai retaliation thd terbunuhnya jurnalis Inggris tadi. Rasanya buat saya make sense, yaitu pemilihan korban. Korban sendiri adalah orang Belanda, sehingga pihak Aussie tidak akan mendapat protes dari ibunya Inggris itu, dan sekaligus dipilih wartawan koran Inggris, sehingga Inggris yg bersemangat tinggi dalam membuat draft pengiriman UN Troops berkesan mendapat great loss. Ini perlu untuk justifikasi memperbesar perannya di Timtim. Mengapa memerlukan skenario itu? Jelas skenario ini diperlukan untuk mengosongkan Timtim dari wartawan Indonesia! Terbukti dari mengungsinya para wartawan unyil ke Markas Korem Dili. Dengan butanya mata Indonesia dari Timtim, maka Australia cs dapat leluasa melaksanakan agenda terselubungnya. Ingat! Australia ternyata sudah menyiapkan pasukan berbulan-bulan yg lalu dengan alasan mengantisipasi gejolak di Timtim pasca jajak pendapat. Sebagai perbandingan, apakah perlu Indonesia mensiagakan dan melatih pasukan bila Singapura diprediksikan bakal kacau? Jalinan fakta menunjukkan bahwa Australia tidak sekedar melaksanakan misi kemanusiaan. Lalu apa kesimpulan dari kejadian-kejadian di Timtim? Saya merasa yakin Interfet tidak akan melakukan tindakan apa-apa terhadap Falintil yg juga kejam terhadap rakyat Timtim. Indikasi dari hal ini adalah pengistilahan terhadap kelompok Falintil. Dalam acara penghadangan kemarin (3 pro-indonesia mati, 1 pro-kemerdekaan mati), diberitakan sebagai clash antara militia pro-jakarta dengan east timor resistance force! See...;) Jadi mereka memang tidak akan bersikap adil. Milisi pro-jakarta dikesankan sebagai agresor! Lalu bagaimana dengan pernyataan-pernyataan Guetteres agar Interfet bersikap adil? Dari jaman penjajahan Benua Amerika, Benua Asia, dan Benua Afrika sebetulkan kita tidak perlu bertanya lagi. Jelas para kolonialis ini akan selalu membela pihak yg mudah dikontrol. Dalam hal Timtim, jelas kelompok pro-kemerdekaan yg akan dibantu. Lalu apa keuntungan Interfet sebagai tunggangan Australia ini? Macam-macam motivasinya: - Aussie: posisi geografis laut yg strategis, kandungan mineral di celah timor, pengakuan diri Aussie sebagai leader di region ini (diucapkan sendiri oleh Howard Coward). - Inggris: sebagai ibu, harus nurutin anak. Lagipula jelas lebih menguntungkan berhubungan dengan Timtim langsung yg dikontrol Australia daripada dengan Indonesia. - Canada: sentimen persemakmuran yg masih kuat dengan Aussie dan Inggris. Hal ini agak berbeda dengan Malaysia dan Singapura yg lebih berorientasi ke Asia (kasarnya mereka warga kelas dua di dalam persemakmuran). - US: sebagai polisi dunia, dia merasa wajib tampil walau tidak didukung kongres. - Singapura: cuman basa-basi sebagai negara tetangga Indonesia untuk ikut serta sebagai counterpart Asia terhadap kekuatan putih. - Malaysia: Idem. - Thailand: Idem, ditambah semangat politik luar negerinya yg mulai agresif dalam berperan (seperti Indonesia waktu Suharto). - Filipina: Idem, ditambah sentimen agama. - Brazil: sentimen sama-sama bekas jajahan Portugis (ironis sekali). - Beberapa negara yg hanya sekedar ikut tampil unjuk nama (seperti Fiji, Perancis, dll.) Jelas dengan porsi utama 4500 pasukan crocodile dundee dari total 7000 tentara yg sudah disiapkan beberapa bulan lalu itu, maka kebijakan Interfet ditentukan oleh majority tadi. Thailand yg ditunjuk sebagai wakil (hanya karena simbol keasiaannya) tidak akan bisa berbuat banyak untuk membela kepentingan Indonesia. Dengan demikian, harapan Guetteres makin jauh dari harapan. Sejarah membuktikan bahwa untuk memperoleh secuil tanah harus mengorbankan darah. Artinya, tidak akan pernah suatu kaum memperoleh tempat bermukin tanpa berjuang. Tidak juga Israel, tidak juga Palestina, tidak juga Afsel, tidak juga Indonesia, dan tidak juga Falintil. Nah, Guetteres dan organisasi bentukan baru di Balibo kemarin harus memperjuangkan dengan senjata dan diplomasi. Keduanya harus berjalan seiring. Diplomasi tanpa kekuatan adalah omong kosong, dan perjuangan senjata tanpa diplomasi akan memerlukan pengorbanan yg terlalu besar. Rasanya ini sudah rumus. Tidak perlu belajar ilmu politik atau ilmu perang juga sudah pada paham. Sekilas mengenai Falintil. Selama pasca jajak pendapat mereka seakan menghilang dari bumi. Saya rasa ini adalah bagian dari propaganda Aussie. Dengan kekacauan yg marak, maka kesan yg ditimbulkan adalah milisi pro-jakarta melawan rakyat biasa. Titik. Peran serta Falintil sebagai kekuatan militer dilenyapkan oleh konspirasi barat. Nah, pas kan dengan sebutan 'east timor resistance force' yg saat ini dipakai. Kawan-kawan, sejarah palsu sedang diukir lagi nih. Sebagai bukti, tidak ada satu butir pelurupun yg dikeluarkan oleh Falintil pasca jajak pendapat. Sungguh fenomena yg aneh karena dalam session kampanye referendum mereka sangat aktif dan bahkan sempat membunuh warga pro-otonomi satu kampung. Rasanya hal ini adalah kesalahan intelejen TNI yg tidak mampu mengendus konspirasi Aussie, dan melakukan upaya-upaya pencegahan. Dengan bukti adanya ancaman dari selatan ini, sebaiknya pemerintah mulai memikirkan pembentukan semacam National Guard yang dapat segera difungsikan/dikerahkan bila ancaman-ancaman dari selatan mulai menampakkan diri. Sebagai bandingan, Turki dengan 65 juta penduduk mempunyai 1 juta tentara. Angka ini tidak jelas apakah sudah termasuk wamil 18 bulan bagi setiap warga negara Turki. +anjas ______________________________________________________ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com