Terima kasih atas respon yg simpatik. Lagi-lagi menurut saya, setiap bentuk demonstrasi massa akan selalu menghadapi PHH, dan harus selalu siap dengan kerugian fisik dan jiwa. Tidak di Indonesia, tidak di Korsel (beberapa tahun yg lalu), tidak juga di AS pada saat aksi rusuh tetapi tidak jelas maksudnya di Michigan State University beberapa bulan yg lalu. Korban yg dipukuli dan ditendangi akan setara dengan tindak brutal dari para demonstran itu sendiri. Itu adalah resiko untuk ikut demonstrasi, apalagi bila demo yg dilakukan tidak didukung oleh disiplin yg tinggi. Rasanya banyak rekan-rekan kita di sini yg mempunyai pengalaman aktual mengkoordinasikan demo, tetapi menghadapi kenyataan bahwa sulit mengendalikan demo secara damai. Ada beberapa pihak yg dapat menyusup: - Pihak iseng yg ingin suasana rusuh. - Pihak ketiga yg ingin suasana rusuh dengan tujuan menohok pemerintah (yg dikenal dg 'menunggangi'). - Pihak pemerintah/keamanan yg ingin mencari celah/alasan untuk membubarkan demo dengan cepat. Untuk kasus di Semanggi, saya sendiri merasa aneh bila tentara ternyata merupakan pihak yg melakukan penembakan. Di masa lalu, tidak mustahil bahkan yg paling mungkin merekalah yg melakukan penembakan. Tetapi dengan sorotan dunia pada Timtim dan mengimbas pada kejadian di Jakarta, rasanya terlalu bodoh kalau militer melakukannya. Hal yg berbeda dapat terjadi misal di Manokwari kemarin, di mana terdapat 2 warga yg tewas diterjang peluru panas. Tidak disangsikan lagi bahwa pihak keamanan yg melakukannya. Di Jakarta? Saya menyangsikannya. Memukuli, menyeret demnstran, ya pasti mereka melakukannya. Itulah cara-cara mematahkan demo keras, dan terjadi di berbagai negara lain baik yg berkembang maupun yg maju. Tetapi membunuh lagi seperti di Trisakti? Hmm... saya tidak percaya militer bertindak sedemikian dungu. Saya justru membuka kemungkinan pihak LN terlibat dalam penembakan tersebut, untuk menambah alasan melakukan pengadilan internasional yg diributkan kemarin, dan dibicarakan lagi besok pagi. Pemberitaan luar negeri yg menyatakan orang Indonesia adalah brutal sangat mengada-ngada. Silakan terangkan bagaimana mereka menghadapi kerusuhan di LA beberapa tahun silam. Silakan terangkan bagaimana polisi Kanada mengamankan kerusuhan di Vancouver beberapa tahun silam hanya karena masalah football. Rasanya video kejadian di Vancouver beberapa kali ditayangkan deh. Maka dari itu, selama kita tidak mampu menjamin jalannya demo dengan damai, maka jangan terlalu berharap banyak dengan jatuhnya korban. Memprihatinkan? Ya... jelas. Itulah harga dari perjuangan yg harus dibayar. Suatu revolusi (bukan sekedar reformasi semu) menuju ke arah perbaikan di bidang AB dan keamanan kelihatannya sangat diperlukan. Menarik mundur setiap anggota TNI dan Polri dari setiap jabatan sipil beserta semua jaring pengaruh merupakan prasyarat mutlak. Beberapa bulan yg lalu saya masih berpendapat bahwa militer yg keluar dari dinas dapat menduduki jabatan sipil. Rupanya dasar sifat orang Indonesia yg senang untuk mencari celah, terdapat beberapa kasus di mana orang TNI baru akan keluar dari dinasnya beberapa saat sebelum memasuki kedinasan di posisi sipil! Sungguh memalukan adat baru seperti ini. Mestinya harus terdapat jeda waktu, misal satu atau dua tahun. Ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa si calon pejabat ini bukan merupakan cangkokan dari kalangan militer! Mungkin hal ini perlu dijadikan konsensus baru di Indonesia. +anjas '---------------------------- >Reply-To: "Indonesian Development Studies -- >http://web.syr.edu/~suisa/ids/" <[EMAIL PROTECTED]> >To: [EMAIL PROTECTED] >Subject: Re: Aneh kalau masih demo? >Date: Sun, 26 Sep 1999 08:00:20 -0700 > >Trimakasih atas koreksinya bung Jeffrey: Memang komentar politikus selalu >berdasarkan kepentingan, kadang-kadang kepentingan kelompok atau bahkan >pribadi. Dan yang sering terjadi kepentingan umum, negara, dan bangsa >dinomertigakan. > >Bagaimana pendapat bung Jeffrey mengenai kebrutalan yang terjadi lagi di >Indonesia. Belum selesai TPF Semanggi I sudah mau dibentuk TPF semanggi II, >dan >belum lagi Semanggi III dan IV. > >Kita tidak bisa terlalu menyalahkan kalau berita di luar negri menyatakan >orang >Indonesia brutal. Dan bagaimana kita yang di luar negri bisa percaya diri >dan >berharga diri kalau banyak ketidakmanusiawian/kebrutalan di Indonesia? > > >Jeffrey Anjasmara wrote: > > > Konteks yg benar adalah Amien Rais menyatakan demo mestinya tidak ada >lagi > > karena UU PKB sudah ditangguhkan. Rasanya dia curiga dengan salah satu > > partai yang mungkin ikut menikmati hasil dari adanya demo-demo tsb. Dan > > mestinya juga memang mencurigakan kalau masih ada demo. Toh tujuan demo > > untuk menggagalkan RUU PKB? > > > > Istilah menangguhkan di sini hanyalah pencarian/penyelamatan wibawa > > pemerintah. Hal yg sama juga dilakukan pada UU Lalin beberapa tahun >silam. > > Walaupun dibilang ditangguhkan, tetapi jangka waktu penangguhan tidak > > terbatas atau tidak ditentukan. > > > > Kalau menurut saya, para politisi sudah paham dengan hal ini. Sekarang >saya > > menunggu politisi yg menuntut istilah 'ditangguhkan' diganti menjadi > > 'dibatalkan'. Pada saat si politisi menyatakan hal ini, artinya dia >sedang > > jualan 'abab' lagi demi popularitas. See..., semua kejadian tidak dapat > > berdiri sendiri-sendiri. > > > > Ini sekedar pendapat saya. Mohon maaf kalau ada salah-salah. > > > > ------------------ > > >Reply-To: "Indonesian Development Studies -- > > >http://web.syr.edu/~suisa/ids/" <[EMAIL PROTECTED]> > > >To: [EMAIL PROTECTED] > > >Subject: Aneh kalau masih demo? > > >Date: Sat, 25 Sep 1999 21:08:21 -0700 > > > > > >Mas Amien Rais mengatakan: "Aneh kalau saat ini masih ada demo". > > >Kalau tidak ada demo RUU PKB sudah disahkan. Hanya setelah ada demo, > > >maka ditunda, dan ada kemungkinan diubah atau bahkan kalau ada demo > > >terus bisa dibatalkan. Demo works. > > > > ______________________________________________________ > > Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com ______________________________________________________ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com