Beberapa hal lama yg diungkap berbagai harian: - Terdapat monumen batas antar propinsi. Di Indonesia jelas selalu ada. Apalagi di jalan yg besar. Antar desa saja kalau di wilayah Jawa selalu ada monumen. - Batas wilayah berupa batas alam yaitu sungai. Perlu diketahui, si Cockroach mengklaim di harian LN, bahwa batas-batasnya tidak jelas. Ini suatu kebohongan. Semua sungai mudah sekali diidentifikasikan. Bila batasnya bukan sungai, laut, atau selat, baru agak sulit untuk diidentifikasikan. - Peta yang digunakan Interfet adalah peta yang lama. Nah ini alasan yang dicari-cari pula. Memangnya peta lama yang dipakai peta jaman abad pertengahan? Misal seperti benua Amerika yang digambarkan bundar itu? Kalau peta lamanya produk abad 20 mah sudah teliti. - Berkaitan dengan peta, alat GPS sudah jadi barang murah. Tidak perlu militer, saat ini sudah jadi barang konsumer. Merekapun sudah mengakui kalau menggunakannya juga. Dengan fakta bahwa mereka membawa peta lama, maka insiden kemarin adalah insiden yang disengaja. - Cockroach sempat menyatakan bahwa pos yang diserang memang berada di Timbar, tetapi bangunannya diperlebar sehingga melewati batas ke Timtim. Saya terharu waktu membaca berita ini. Memangnya pos keamanan atau mereka mengklaimnya sebagai "rumah" perlu dipanjangkan sampai melewati sungai? Saya sangat terharu dan kasihan dengan Aussie yang tidak mempunyai jendral yang cerdas. Cockroach adalah seorang jendral Aussie yg dianggap kelas super. - Cockroach dan Mayor Mark Kelly menyatakan bahwa terdapat tembakan pertama oleh milisi. Nah, ini juga gampang sekali dipatahkan kebohongannya. Saat itu terdapat 40 orang personil interfet (oleh SMH, bukan 120 seperti yg disebut oleh penduduk setempat). Banyak dari senapan mereka yaitu SA-80 yang dilengkapi teleskop. Jelas mereka mampu membedakan dengan cepat mana seragam polisi dan mana milisi yg tak berseragam atau pakai kaos/atribut milisi. Memangnya jaraknya berapa sih? 2 kilometer? Paling banter jaraknya 500 meter. Untuk jarak segitu binocular saku seharga $11 juga sudah bagus. Apalagi binocular militer. Jangan-jangan mereka pakai teropong mainan anak-anak yg kalau dilihat isinya malah donal bebek. - Berkaitan dengan klaim Interfet bahwa yg mereka lihat adalah serombongan civilian sehingga tidak ada orang berseragam polisi atau tentara, maka ini kebohongan lain lagi. Kalau mereka tahu serombongan civilian mengapa langsung memberondongkan peluru saat ada orang nembak? Logikanya di mana? Apa segerombolan civilian ini patut ditembaki semua. Bila memang demikian, alasan ini dapat digunakan untuk menuntut pengadilan internasional bagi pasukan Interfet. Hukum internasional melarang menembak civilian. Titik. Mereka boro-boro menahan tembakan karena "tahu" yang ada adalah kaum sipil, eh, malahan memberondong. - Kembali ke masalah jarak. Bukti dari berbagai lubang peluru yang ada, jelas jaraknya sudah dekat. Tidak ada alasan untuk tidak mampu melihat orang di seberang. Mungkin mata pasukan interfet sudah pada rabun. - Kehadiran Interfet adalah sebagai pasukan perdamaian. Bila sebentar- sebentar menembak, lalu apa yang mau didamaikan? Siapa yang mau didamaikan? Sampai sekarang saya bingung dengan definisi damai Kopi Anak, Howard Coward, dan Cockroach itu. - Cosgrove dan Mark Kelly selalu bersikap mendua. Pada saat berhadapan dengan RI mereka menyatakan minta maaf, tetapi untuk berita konsumsi luar negeri bantahan mereka sangat keras. Dengan demikian, memang maksud mereka tidak baik. Mereka harus dituntut untuk keluar dari Timtim dengan segera! Adalah omong kosong bila RI tidak mampu men- desak PBB untuk menarik 2 orang personil Aussie yg tidak mampu ini. Tarik saja kemampuan bekerja sama dari RI dalam masalah Timtim. - Sebagai pengingat, hanya pada problem Timtim dan NKRI saja pasukan PBB melaksanakan pasal 7 yang antik itu. Padahal pasukan PBB saat ini juga bertebaran di seluruh dunia. Apa karena mereka tidak menganggap penting, maka TNI dan NKRI bisa dimain-mainin untuk pelaksanaan pasal 7 tersebut? Mengapa mereka tidak menerapkannya di Kosovo? Mungkin karena kita orang Asia yang bogel-bogel, mana melarat lagi. - Saya baru baca-baca bahwa sebelum terjadi insiden, pertama-tama adalah para KAMRA yang menjaga pos perbatasan. Setelah lewat hubungan radio mereka ngotot masuk, maka didatangkan BRIMOB. Jadi saat itu di pos penjagaan juga siap tembak. Tentu saja dengan senapan saja, tidak ada senjata kaliber besar. - Saat ini Howard sedang diam. Mungkin sedang mencari alasan untuk menginjak kita lagi. Tidak ada komentar bulusnya. Harian SMH juga tidak memberitakan apa-apa. Kelihatannya mereka sengaja berdiam diri setelah akalnya memberikan hasil yg berlainan. - Saya rasa bila Aussie nekat memasukkan pesawat F111, langsung saja dikirim pesawat dari Ujungpandang untuk melakukan intercept. Langsung tembak jatuh tanpa perlu basa-basi. Apa belum kenyang dengan berbagai alasan dari Aussie? - Saya rasa setiap pasukan juga harus dilengkapi dengan kamera. Kamera saku atau kamera sekali pakai juga boleh. Biar Interfet tidak sempat ngacir setelah melihat wartawan datang. Para wartawan perlu melengkapi diri dengan lensa tele. Kalau repot bawa fast telephoto, cukup bawa yg mirror juga nggak apa-apa. Yang penting shoot dulu kualitas belakangan. Jeffrey Anjasmara '-------------------------------------- Protes Keras ''Sebagai tentara yang profesional kami sangat menyesalkan, mereka tidak memahami hal ini. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sudah melakukan protes keras kepada PBB dan pihak Australia. Saya minta hal ini diselesaikan secara tuntas oleh badan internasional agar tidak terulang. Ini jelas merupakan pelanggaran wilayah yang sangat serius,'' tandas Wiranto. Sementara itu Ketua Tim Satgas Penghubung Interfet dan TNI Brigjen Pol JD Sitorus mengatakan, pada awalnya pasukan Interfet tidak tahu kalau yang ditembaki itu anggota Polri. Awalnya mereka, katanya, diserang milisi dan kemudian mendengar suara tembakan dan mereka langsung membalas. Tapi, tambah Brigjen Sitorus, setelah melihat ternyata yang ditembaki itu petugas militer dari TNI dan Polri maka mereka menghentikan tembakan lalu dilakukan konsolidasi bersama. Apakah pihak Indonesia juga langsung melakukan investigasi? ''Otomatis, Pomdam sudah melaksanakannya. Minggu malam apa yang disampaikan Mayjen Cosgrove itu berbeda dengan apa yang kita temukan di sini sehingga kita minta itu kita satukan. Kita perlu cari titik temunya dalam rangka melihat apa kekeliruannya dan untuk mencegah hal serupa pada masa yang akan datang,'' jawab Sitorus. Selain itu selama beberapa jam berada di Atambua, NTT, Jenderal Wiranto melihat secara langsung kondisi pengungsi sekaligus meresmikan Satuan Tugas Khusus Pengamanan Perbatasan. (M-11/M-5) ______________________________________________________ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com