JAKARTA -- Gempa bumi mengguncang Jakarta dan Bandung
tadi malam pukul 21.15. Gempa yang terukur selama 45 detik itu
berkekuatan enam Skala Richter. Pusat gempa menurut Pusat Gempa
Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika (PGN-BMG) Jakarta
diperkirakan di Pulau Panaitan, Kabupaten Pandeglang, Selat
Sunda, 83 Km arah tenggara Samudera Hindia.
Posisi gempa berada pada 7'21 Lintang Selatan (LS) dan 105'64
Bujur Timur (BT). Sedang kedalamannya berada pada kisaran normal
sekitar 33 km. Menurut PGN BMG, gempa tersebut dirasakan di
Jakarta dengan kekuatan getaran yang dirasakan manusia sebesar
tiga hingga empat MMI.
Di Jakarta, gempa sempat membuat panik mereka yang masih
kerja di kantor, terutama gedung bertingkat. Di kantor berita
Antara, belasan orang berhamburan ke luar ruangan di
lantai 20 untuk segera turun ke bawah melalui tangga.
Di Hotel Grand Melia, Kuningan, beberapa tamu lari
berhamburan ke luar hotel. Mereka panik ketika gempa tersebut
sempat menggoyang gedung sehingga beberapa kaca terlihat
bergetar keras dan sebagian retak.
Pengalaman mengerikan yang sekaligus menggelikan terjadi di
Studio 12 TVRI. Saat menjelang gempa terjadi, ada tiga penyiar
sedang bergiliran membaca materi berita Dunia Dalam Berita.
Tepat ketika gempa terjadi, Chairul Tamimi sedang membaca
naskah.
Tiba-tiba ketika terasa guncangan gempa begitu dahsyat, semua
yang ada di Studio 12 Lantai III Gedung TVRI kabur, termasuk
kameraman dan dua penyiar lainnya, Tengku Malinda dan Mico
Kasah. Sebagian langsung turun tangga, sebagian lagi siap-siap
di pintu ke luar.
Dengan jantung berdebar-debar, Chairul tetap bertahan di
mejanya, membacakan berita. ''Saya terus komat-kamit
beristighfar, keringat dingin mulai ke luar, mual, tapi saya
pasrah dengan tetap berkonsentrasi,'' tuturnya menceritakan
kembali pengalamannya.
Pada saat itu pula dia langsung melaporkan terjadinya gempa
di Jakarta. ''Saya melaporkan sekarang terjadi gempa di
Jakarta....'' Bahkan ia juga sempat menerima dan menyampaikan
secara langsung laporan gempa yang terjadi di Bandung.
Satu hal yang tetap membuat Chairul bertahan adalah ketika
dia melihat kamera masih nyala. Sehingga dia merasa berkewajiban
untuk tetap tampil di depan kamera.
Suatu yang tak tampak di mata pemirsa televisi saat itu di
atas kepala Chairul terdapat lampu-lampu ribuan watt berikut
kerangka besi yang menopangnya. ''Saya hanya berpikir, kalau
sampai satu lampu jatuh, saya langsung ke luar,'' ujar Chairul
lagi, ''tapi, alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan acara
sampai tuntas.''
Rekan-rekan kerja Chairul cuma bisa geleng-geleng kepala.
''Kok nekat benar, masih duduk di situ,'' komentar mereka. Usai
acara siaran berita itu, semua alat pun dicek.
Di Bandung gempa juga dirasakan oleh masyarakat, terutama di
Bandung Selatan dan Tenggara. ''Pintu-pintu bergoyang, bola
menggelinding sendiri, dan pigura pun sampai miring,'' kata
seorang penduduk di Bandung Selatan.
Guncangan gempa juga dirasakan warga beberapa kota di kawasan
Selat Sunda, seperti Merak, Cilegon, Anyer, dan Bandarlampung.
Dicky, petugas front office merangkap net audit
Hotel Permata Krakatau Cilegon, umpamanya, mengatakan gempa
sempat mengguncangkan komputernya. Ia dan beberapa rekannya
sesama petugas hotel sempat kaget, namun segera bisa menguasai
diri. ''Tapi para tamu cukup tenang,'' kata Dicky.
Siswanto, petugas front office Kartika Beach Hotel
Bandarlampung mengatakan getaran gempa juga terasa di
kediamannya. Sedangkan Muchlis, petugas Merak Beach Hotel
mengatakan meski merasakan getaran gempa, tak sampai terjadi
gelombang pasang pada air laut. ''Ketika gempa, saya masih di
rumah, dan melihat orang-orang berlarian ke luar rumah,''
katanya.