Ya ampun, ya gusti,ya semuanya.....

Inikah yang disebut mahasiswa yg notabene kaum intellectual 'in the making' bangsa Indonesia?

Inikah mereka yang akan meneruskan tonggak kepemimpinan rakyat?

(Geleng geleng kepala)... Bukan main melihat interchange yang saya baca.  Satu kubu dengan geram menyerang 'the lone ranger' yang bersusah payah memaparkan perimbangan data2 yang selama ini disodorkan.  The lone ranger (TLR) ini pun mulai memijakkan pada pasir dimana ujung2 ombak menyapu datang menepi.  TLR ini tergoda akan buaian ombak, dan semoga ia ingat akan bahaya lautan yang bergejolak... dapat menenggelamkan.

Gus Dur (GD), seorang muslim piawai, (atau seorang karpov, kasparov dalam catur), mengerti akan ganasnya lautan itu.  Ia mengerti untuk tidak bermain2, walaupun hanya ditepi pantai.  Apalagi membawa bangsa Indonesia ini kelautan, jauh sekali dari pikiran GD.

GD bijak? Coba anda pikirakan, resapkan segala ucapannya, tanpa menghiraukan ucapan Ahmad Sumargono, Hamzah, Amien, dll.....  Coba cerna, apakah GD termasuk teledor dalam memimpin?

GD adalah seorang kiayi..... dapatkah ia menyengsarakan umatnya?  Adakah dia tidak memikirkan masa depan umatnya..... (dalam hal ini saya minta umatnya, tanpa perlu mengikutsertakan pengikut agama lain).

Ambon perang agama?  Tyasno Sudarto (detik.com) mengiyakan ada oknum TNI yang mengadu domba antar umat.

GD seorang kiayi (NU organisasi Islam terbesar di Indonesia) menyerukan agar jangan orang muslim mengorbankan sesama muslim demi kepentingan politik.  Juga mengatakan aksi sejuta umat adalah usaha partai2 minoritas mendikte mayoritas.  (Untuk kata2 yg lebih jelas baca detik/kompas.com).

Pertanyaan sekarang ialah bukan bagaimana menghindari bangsa Indonesia dari perpecahan, tetapi bagaimana menghindari bangsa Indonesia dari kehancuran total.  Karena pertentangan yang ada bukan dilihat dari konteks bangsa Indonesia lagi, melainkan dari konteks kepentingan kelompok dimana masing2 kita berada.

Jika kita beragama A, selalu yang dipikirkan keselamatan A, lebih parah lagi yang dipikirkan ialah kehancuran agama B, supaya A dapat hidup undisturbed dengan tidak adanya agama B.  Ego ingin menang sendiri ini membuat premature hipotesa tersendiri yaitu kelangsungan kehidupan agama A dapat berjalan dengan hancurnya agama B. 

Sungguh..... Jaman kegelapan terulang kembali di Indonesia.

Agama A dan B sekarang bertikai.  Padahal agama A dan B sudah puluhan tahun hidup berdampingan dan mempunyai hubungan erat dalam Pela dan Gandongnya.  Haruskah kerukunan ini sirna sekarang?

Posisi apa yang kita harus ambil?  Ikut menyerukan aksi menghancurkan B atau A?

Haruskah kita mengambil clurit, golok, pisau, pistol, granat.... untuk memutuskan masa depan kita?

Lalu apa yang harus kita katakan kepada korban2/penderita Orba/militeris?  Sabar? hahahaha...... Bangsa kita tak punya hutang moral kepada mereka.  Penderita adalah warganegara kelas dua.  Kelas pertama adalah mereka yang masih hidup, yaitu opportunist, yang sedang merebut kekayaan, kekuasaan, kehormatan, yang sekarang bisa dikerjakan.

Hai mahasiswa Indonesia.  Ingat, jika kita pulang ke tanah tercinta kita hanya akan menjadi jongos2 pihak asing.  BUMN2 sekarang dalam proses di gadaikan.... pemiliknya adalah orang2 asing.  Redistribusi aset program telah merampas kepemilikan perusahan2 yang telah lama berusaha.  Paling tingi kita hanya akan menjabat managerial position.  Toh memang mental kita (baca: bangsa Indonesia) masih belum profesional.

(Untuk pemilik/pengusaha2 freeport, caltex, mobil oil, dll yang mengisap darah dari nadi bumi pertiwi saya mengucapkan semoga makmur, karena kita tidak akan mengutak atik kehidupan kalian.  Yang kami utak atik sekarang adalah sesama kita sendiri). 

Entahlah......

Bonar Mangunsong

(sedih memikirkan masa depan para mahasiswa kita)        



Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.

Reply via email to