Republika Online edisi: 04 Feb 2000 Presiden Kembali Peringatkan Para Jenderal: ''Kami Tahu Tiap Gerakan Mereka'' DEN HAAG -- Presiden KH Abdurrahman Wahid kembali mengeluarkan pernyataan keras untuk TNI. Dia memperingatkan kepada militer untuk tidak mencoba-coba melakukan kudeta selama dia melakukan kunjungan ke luar negeri. ''Kami peringatkan kepada mereka [TNI] bahwa kami mampu mengendalikan situasi, kami tahu setiap gerakan mereka, dan mereka harus hati-hati,'' kata Abdurrahman di Den Haag, Belanda, seperti dikutip kantor berita AFP, kemarin. Abdurrahman mengaku mendapat laporan bahwa sejumlah jenderal telah mengadakan pertemuan di Jakarta, Rabu (02/1) malam. Pertemuan itu, menurutnya, seperti dikutip kantor berita Antara, dilakukan di Jl Lautze, Jakarta Pusat. ''Kami telah mengetahui sebagian besar dari peserta pertemuan itu,'' kata Kepala Negara seusai bertemu dengan PM Belanda, Wim Kok. Namun, Abdurrahman tidak menjelaskan nama-nama peserta pertemuan para perwira tinggi itu serta tujuannya. Dia juga mengatakan aparat keamanan telah bertindak atas perintahnya untuk mencegah demonstrasi yang dilakukan aktivis-aktivis Islam di Taman Falatehan, Jakarta. ''Tadi malam, saya mendengar akan terjadi aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan Muslim militan di Jakarta. Saya kira, mungkin, ada tangan-tangan jahat di belakang mereka. Saya tidak tahu, apakah itu tangan-tangan para jenderal,'' kata Abdurrahman. ''Dari sini saya telah memerintahkan Kapolri (Letjen Pol Rusdihardjo), Panglima TNI (Laksamana Widodo AS), serta Jaksa Agung (Marzuki Darusman), untuk mengendalikan situasi,'' lanjut Presiden. Meski dihantui isu adanya kudeta militer di tanah air, setelah Menko Polkam Wiranto didesak mundur dari jabatannya, Presiden tetap melanjutkan lawatannya di sejumlah negara Eropa. Panglima TNI sendiri telah menyatakan jaminannya bahwa tidak akan ada kudeta militer selama Presiden melakukan kunjungan ke luar negeri. Abdurrahman selanjutnya menyatakan pemerintah benar-benar ingin membawa Wiranto dan sejumlah perwira tinggi lainnya ke meja hijau sehubungan dengan dugaan keterlibatan dalam pelanggaran HAM pascajajak pendapat di Timtim. ''Saya dengar, pimpinan DPR telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung langkah-langkah pemerintah untuk membawa para jenderal --yang disebut namanya dalam laporan Komisi HAM PBB dan KPP HAM-- ke pengadilan,'' katanya. Rumor kudeta memang kembali merebak setelah Presiden mendesak Wiranto mundur dari jabatannya. Sebuah pertemuan di Mabes TNI Cilangkap, yang diprakarsai Wiranto, dikabarkan terjadi Rabu (2/1) lalu. Selain para jenderal, Wiranto kabarnya mengundang para menteri yang berada di bawah lingkup Polkam --tapi tak satu pun yang datang. Rumor itu kemudian dibantah Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Marsda Graito Usodo. Dia menegaskan pertemuan semacam itu tidak ada. Panglima TNI pun, katanya, pada Rabu itu selama sehari penuh berada di Jl Merdera Barat, Jakarta. Namun, seorang sumber membenarkan bahwa Wiranto pada Rabu lalu memang datang ke Cilangkap. Tapi, katanya, kedatangannya itu dalam rangka mempersiapkan pembelaan-pembelaan terhadap tuduhan yang ditujukan kepadanya. Di sisi lain, sejumlah sumber yang dihubungi Republika menyebutkan semangat korps di kalangan TNI cenderung mengental setelah perlakuan Presiden kepada Wiranto. Menurut seorang sumber, langkah-langkah yang dilakukan Wiranto dan TNI di Timor Timur saat jajak pendapat adalah dalam rangka menjalankan tugas negara. Wiranto, kabarnya, bahkan telah menerima dukungan dari sejumlah perwira tinggi dan purnawirawan TNI untuk menghadapi tuntutan hukum. Rabu malam lalu, Wiranto menerima sejumlah perwira TNI dan purnawirawan itu di kantornya. Meski tak bersedia menyebut nama-nama yang datang, seorang sumber menuturkan Wiranto menerima mereka hingga larut malam. Selain dari kalangan TNI, kata sumber yang sama, Wiranto juga menerima dukungan dari sejumlah ulama Jawa Timur. Wiranto menerima mereka di rumah dinasnya, kawasan Jl Denpasar Jakarta, hingga Kamis pukul 04.00 dinihari. Dukungan-dukungan tersebut, kata sumber tadi, umumnya meminta Wiranto untuk mengklarifikasi tuduhan yang ditujukan kepadanya pada Presiden Abdurrahman. Wiranto kemudian menyatakan siap menghadapi proses-proses hukum. Dia juga menyatakan tidak akan menentukan sikap hingga kedatangan Presiden pekan depan. Berkaitan dengan pernyataan Presiden yang mendesak Wiranto mundur, Wakil Ketua DPR AM Fatwa menyatakan Presiden hendaknya tidak gampang mengeluarkan pernyataan di luar negeri. Dia juga menyesalkan manajemen isu yang dikembangkan mantan Ketua PBNU itu terhadap kabinetnya. Menurut Fatwa, Presiden hendaknya meminta penjelasan lebih dulu dari Wiranto. Penjelasan itu pun, katanya, tidak perlu diumumkan kepada pers. ''Bila memang sudah terbukti bersalah, langsung saja diganti,'' katanya di Jakarta, kemarin. Soal Aceh, Papua, Maluku Sementara itu, ketika bertemu dengan masyarakat Indonesia di Den Haag Rabu malam lalu atau Kamis dinihari WIB, Presiden Abdurrahman mengungkapkan Panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) Abdullah Syafei telah meminta kepada TNI agar melakukan gencatan senjata, dan kemudian masalah Aceh dibicarakan serta diselesaikan melalui perundingan. Kepala Negara mengakui bahwa di beberapa daerah memang timbul masalah seperti di Aceh, Mataram, Ambon, serta Maluku. Namun, keadaan terus membaik, sehingga masyarakat Indonesia di luar negeri harus berkeyakinan bahwa secara bertahap berbagai konflik itu dapat diselesaikan secara baik. Ketika mengomentari ditembak matinya enam prajurit Korps Marinir di Aceh baru-baru ini saat mereka melakukan shalat, dengan tegas Presiden berkata, ''Itu terjadi karena GAM putus asa, karena keamanan makin tenang.'' Presiden yang didampingi Ny Nuriyah Abdurrahman Wahid dan Dubes Indonesia untuk Belanda, Abdul Irsan, bahkan mengatakan para santri yang disebut sebagai Taliban ikut membantu aparat keamanan di Aceh menjaga keamanan dan ketertiban di daerah itu. ''Memang ada kejadian. Tapi, keadaan bisa dikendalikan dengan baik. Sekarang sedang terjadi proses kebalikan,'' kata Presiden ketika menjelaskan perubahan di Aceh. Sebelum mengadakan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Belanda, Presiden yang tiba di Den Haag Rabu petang langsung menuju Istana No Ordeinde untuk mendapat sambutan Ratu Beatrix dan Pangeran Claus. Kepada sekitar 300 warga Indonesia di Belanda, Presiden mengatakan ketegangan hanya terjadi di tiga kabupaten dari 12 daerah tingkat dua di Aceh. Di sembilan daerah itu, keadaan tetap tenang. Dubes AS untuk Indonesia Robert Gelbard, kata Presiden, telah menjanjikan bantuan untuk membangun berbagai prasarana di Aceh. Karena itu bantuan AS akan disalurkan untuk membangun kesembilan daerah itu terlebih dulu. ''Yang sembilan kita bangun, biar yang lain iri. Kok repot-repot,'' kata Abdurrahman sambil bergurau pada acara yang juga dihadiri Menristek AS Hikam. Karena keadaan makin membaik di berbagai daerah, kemudian Presiden menegaskan, ''Sedikit demi sedikit, kita melakukan pengucilan terhadap yang berhaluan keras.'' Ketika menjelaskan situasi di Papua, Irian Jaya, Presiden mengatakan masalah timbul karena pada dasarnya pemerintah salah melakukan pendekatan terhadap masyarakat setempat pada masa lalu. Dicontohkannya, seorang tokoh organisasi Papua Merdeka (OPM) Tom Beanal sering melakukan protes akibat larangan aparat keamanan terhadap dirinya untuk menjadi komisaris PT Freeport di Papua. Menurutnya, masalah ini gampang saja dipecahkan. ''Saya telah minta agar Tom Beanal dijadikan saja sebagai komisaris Freeport,'' katanya. Presiden juga mengatakan bahwa ia akan pergi ke Timika untuk mendamaikan suku-suku yang sedang berperang. Di sana akan dilakukan perdamaian lewat upacara adat dengan membakar babi. ''Saya akan membakar babi guling, tapi tidak makan babi, makan ayam saja. Makan kambing saja tidak boleh, apalagi babi guling. Karena itu, saya makan ayam guling saja,'' kata Abdurrahman sambil bergurau. Mendengar canda itu, para undangan bertepuk tangan. Pada acara yang juga dihadiri puluhan warga Indonesia keturunan Maluku, Presiden menyampaikan harapannya agar mereka mendesak Pemerintah Belanda untuk ikut membantu membangun Maluku. ''Masyarakat Indonesia di Belanda perlu mendorong Pemerintah Belanda,'' kata Abdurrahman pada acara yang berlangsung hingga larut malam di Wisma Dubes Indonesia ini. Pada kesempatan itu seorang warga asal Maluku minta dukungan Presiden terhadap rencana mereka untuk mengirim sebuah kapal laut ke Maluku pada bulan April untuk membawa bantuan kemanusiaan tanpa membedakan agama para penerima, pada program yang diberi nama 'Aksi Kapal Perdamaian'. Presiden kemudian minta mereka menghubungi Dubes Abdul Irsan guna membicarakan secara teknis tentang pengiriman bantuan kemanusiaan itu, dan Abdurrahman kemudian akan menunjuk seorang penghubung. Presiden juga mengatakan bahwa dengan semakin membaiknya situasi keamanan di berbagai daerah, maka pembangunan ekonomi bisa berjalan baik termasuk penciptaan lapangan kerja. afp/ant/bsa