In a message dated 4/7/00 3:02:33 PM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

Jaya:
> Irwan, anda ini malah jadinya mengagung-agungkan hukum dan mensakralkan
>  hukum. Lama-lama hukumnya dijadikan tuhan. Jadinya sama dong dengan
>  mensakralkan Pancasila, mensakralkan Suharto, mensakralkan Megawati, dll.

Irwan:
Dalam kehidupan bernegara dalam artian sebagai warganegara,
maka yang perlu dijadikan acuan adalah hukum.
Dalam kehidupan sebagai pribadi, maka keyakinan
yg dipeganglah yang dijalankan. Bila berkeyakinan akan
adanya Tuhan, maka tunduklah akan Tuhan. Bila berkeyakinan
tidak adanya Tuhan, silahkan jalani kehidupan sesuai
dengan keyakinan yang dianut.

Jaya:
>  Untuk yg seperti ini ada istilahnya yaitu keblinger dengan semua yg serba
>  produk AS. Lupa dengan batasan-batasan atau karakteristik yang unik dari
>  setiap negara atau wilayah.

Irwan:
Saya adalah tipe orang yang akan memakai "produk" dari
Australia, bila memang "produk" itu menurut saya adalah baik.
Akan memakai "produk" dari Afrika Selatan bila memang
"produk" tersebut menurut saya "produk" tersebut adalah baik.
Akan memakai "produk" dari AS bila menurut saya "produk"
tersebut adalah baik.

Saya bukan tipe orang yang akan menolak memakai "produk"
Australia hanya karena takut dikatain Australia minded, padahal
"produk" tersebut adalah baik untuk saya. Saya bukan tipe
orang yang akan menolak memakai "produk" AS hanya karena
takut dikatain AS minded, padahal "produk" tersebut adalah
baik untuk saya.

"Minds are like parachutes. They only function when they open."

Jaya:
>  Untuk kesimpulan anda bahwa sila pertama berarti memaksakan kehendak dan
>  melanggar HAM, saya katakan secara gamblang bahwa INDONESIA ADALAH NEGARA
YG
>  BERAZASKAN AGAMA (Tuh, tahu kan?). Jadi kalau orang tidak mau beragama
tidak
>  akan dipaksa untuk tinggal di Indonesia. Silakan cari negara macam AS,
>  Rusia, dll. Masak yg kayak gini lupa.


Irwan:
Tampaknya anda menulis sudah dengan emosi sehingga nalar
anda tidak lagi jalan.
Saya ulangi lagi apa yg saya postingkan dalam posting terdahulu
tapi dengan bahasa yang berbeda. Moga2 anda menyimak dengan
baik dan tahan dulu emosi anda....:)

Hak Asasi Manusia (HAM) memberikan kebebasan
seseorang untuk mengimani apa yang dia yakini.

Anggap saja di atas adalah kalimat pertama.
Mari kita lihat kalimat kedua.

Pancasila mewajibkan orang percaya pada adanya Tuhan
Yang Maha Esa.

Nah, sebelum berangkat lebih jauh, adakah yang
salah dari 2 kalimat di atas?

Semuanya adalah benar.
Nah, ketika digabungkan logika dari keduanya, maka
akan terlihat adanya pertentangan.
Pancasila mewajibkan orang untuk percaya pada Tuhan
Yang Maha Esa sementara dalam HAM memberikan kebebasan
orang untuk mengimani apa yang dia yakini

Jadi, sangat jelas bisa dilihat bahwa Pancasila khususnya
sila pertama itu tidak sejalan dengan HAM karena ternyata
orang tidak memiliki lagi kebebasan untuk meyakini apa
yang dia yakini. Orang yang hidup dalam lingkungan Pancasila
diwajibkan untuk percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa
walau itu bukan yang dia yakini.

Mohon dibedakan dengan pertanyaan apakah salah
bila Indonesia tidak mengikuti HAM dalam contoh di atas?

Pertanyaan ini sudah out of context karena fokus saya
adalah untuk menunjukkan apa yang menyebabkan
Pancasila saya lihat tidak sejalan/sesuai dengan HAM.
Masalah benar atau tidak berlaku demikian, itu sudah
bicara masalah lain.

Jaya:
>  Sebelum anda makin membingungkan diri sendiri, perlu dibuka kembali buku
>  pelajarannya bahwa Pancasila juga produk hukum. Bahkan merupakan hukum
>  tertinggi.

Irwan:
Anda membahas sesuatu yg tidak dibahas dalam tulisan
awal. Saya mencoba menunjukkan kenapa saya sampai
pada kesimpulan Pancasila itu tidak sejalan dengan HAM.

Saya pun dalam posting terdahulu hanya mengatakan kita
tidak perlu mengagung2kan Pancasila atau pun mensakralkannya.

Jaya:
>  Kan sungguh ironis kalau anda sibuk membingungkan diri kenapa dg
>  Pancasila yg disakralkan lalu masih babak belur kok kita mau memakainya
>  terus. Mending kita bicara hukum (kata anda). Lhadalah, kan jadi aneh bin
>  ajaib. Katanya nggak mau mensakralkan Pancasila, tapi mau mensakralkan
>  hukum. Padahal Pancasila juga hukum. Apa saya nggak bingung? Coba ada yg
mau
>  nambahin biar saya tambah bingung?


Irwan:
Pengertian mensakralkan bagi saya itu adalah menjadikannya
sesuatu yang tidak bisa dirubah. Hukum bagi saya adalah sesuatu
yg bisa dirubah. Karenanya, saya bukan termasuk orang
yang mesakralkan hukum. Demikian juga Pancasila. Bagi
saya, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu disakralkan
sehingga tidak boleh dirubah. Bila dirasa ada sila yang tidak
sesuai atau sejalan, maka boleh diperbaiki.

Kita mengakui HAM. Kita menghormati HAM. Kita ingin
menjunjung tinggi HAM. Tapi dilain sisi Pancasila kita malah
membatasi HAM khususnya mengenai keimanan seseorang.
Bahkan kalau anda baca di UUD 1945, maka akan anda lihat
bahwa selain agama, aliran kepercayaan yang ada di Indonesia
juga dilindungi keberadaannya. Nah, bukankah sekarang
terlihat terjadi kontradiksi antara Pancasila dengan UUD 1945?
Maaf, kalau topik jadi meluas. Padahal fokus saya hanya
ingin menunjukkan bahwa Pancasila itu tidak sejalan dengan HAM.
Itu saja awalnya.

Jaya:
>  Sebelum anda mencela Pancasila yg nggak salah apa-apa, nih, karena Kristen
>  telah membunuh jutaan manusia, menekan Islam di seluruh penjuru dunia,
>  menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan, maka Kristen harus dihapus dari
>  keberadaannya. Apa anda setuju dengan REASONING seperti ini? Bila setuju,
>  maka ada sesuatu yg salah dengan cara pencapaian kesimpulan anda. Silakan
>  direnungkan sendiri.

Irwan:
Ada dua hal yg ingin saya luruskan disini.
Pertama, saya membahas tentang Pancasila dalam rangka
  mencoba menunjukkan dimana ketidaksejalanan Pancasila
  dengan HAM.
Kedua, saya mengambil contoh peranan Pancasila dalam
  upaya menjelaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi atau
  pun paham bukanlah hal yang tepat dan efektif untuk dijadikan
  andalan untuk meredam terjadinya hal2 buruk dengan mengambil
  contoh kasus ORBA. Ini untuk melengkapi bukti bahwa pemikiran
  Pak Jaya bahwa TAP MPRS XXV 1966 perlu dipertahankan mengingat
  kejadian masa lalu dan juga mencegah terjadinya hal yang sama
  dikemudian hari, adalah suatu dasar pemikiran yang tidak kuat.
   Hal ini saya buktikan bahwa walaupun di jaman ORBA, ideologi
   kita adalah Pancasila, tapi ternyata kejadian buruk (atau bahkan
   lebih buruk dari komunis?) tetap terjadi. Intimidasi, penculikan,
   pembunuhan umat beragama, adu domba, KKN, ketidak-tentraman
   dalam kehidupan umat beragama, dll terjadi pula di jaman ORBA.
   Dan pada posting tersebut, jelas2 saya katakan bahwa saya
   mendukung pemikiran bahwa bukan Pancasilanya yang salah
   sebagai ideologi, tapi lebih kepada oknum yang menjalankan saja
   yang tidak benar. Dengan demikian, disini bisa dilihat dan disadari
   bahwa adalah jauh lebih penting membuat aturan atau hukum yang
   bisa mengurangi terjadi hal2 buruk tersebu.
   Saya kutipkan saja lagi tulisan saya terdahulu:
-----------------------------------awal kutipan----------------------
Mungkin rekan2 ada yang menjawab bahwa yang salah
bukan Pancasilanya tapi oknum2 yang menjalankannya saja
yang ngga benar.

Saya dukung pernyataan ini. Itulah bukti bahwa jauh lebih
penting kita memperhatikan aturan2 dan hukum2 yang
bisa menciptakan situasi yg lebih baik ketimbang
terlalu fokus pada hal yg sifatnya abstrak yaitu ideologi.
------------------------------akhir kutipan-------------

Komentar Pak Jaya selebihnya saya hapus karena
terkesan ada nada kebingungan didalamnya.
Mudah2an ini adalah proses transformasi untuk
menerima kebenaran logika yang saya sampaikan.

Silahkan logika saya disanggah sebagaimana juga
logika Jaya sudah saya sanggah kekonsistenannya.
Tapi tolong sebisa mungkin fokus pada apa yg
dibicarakan [melenceng2 dikit, ngga apa2 juga sih]


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke