Mbak Ida,
Saya juga melihatnya begitu, kenapa "perseteruan
pribadi" dikemukakan di milis umum, apalagi milis
Permias@. Brawijaya (seorang kawan saya juga), atau
Sdr. Anjasmara memang salah karena sering menggunakan
kata2 yang tidak senonoh dalam menulis opininya. Tapi,
saya rasa salah juga kawan2 yang ingin memojokkan dia
dengan mengangkat2 urusan pribadi. Kalau tidak suka
dengan e-mail dari Anjasmara, misalnya, saya rasa cara
yang paling terkesan "intelektual" adalah dengan
memfilter atau mem-block tiap e-mail darinya.
Soal identitas Anjasmara yang "palsu" (kalau memang
ini benar, soalnya saya nggak punya banyak waktu buat
nge-trace IP address segala:), saya rasa bukan hal
yang perlu dirisaukan, asalkan isi e-mailnya baik-baik
saja. Kenapa, ketika seorang "Mardhika Wisesa" yang
juga tidak menggunakan identitas asli dan kebetulan
seorang PNS, orang nggak ribut2? -- no offense bung
Mardika, hehe...:)
Soalnya, saya juga ikut tersinggung (sedikit
tapi...:), kalau PNS terus dipojokkan dengan kata2
"memakai uang rakyat oii". FYI, untuk bisa sekolah ke
LN, seorang PNS harus sudah bekerja sekian tahun di
instansinya dengan gaji sekitar Rp. 300 ribu/bulan
(hidup di Jakarta!). Jadi bukan semata-mata "merampas
dari rakyat" secara gratis, seperti uang hasil KKN
(ingat KKN tidak hanya di birokrasi saja, tapi juga
didukung oleh lingkungan bisnis).

Kembali ke soal Anjasmara. Kalau memang anda kawan
saya, Sdr. Brawijaya, saya berharap anda dapat
mengurangi kata-kata umpatan dalam menulis e-mail.
Banyak tulisan anda yang 'tajam' dan berbobot jadi
kurang maknanya bila disertai kata2 kurang sopan.
Kritik sekeras apapun toh tak harus disertai umpatan2.
Bung Jaya, saya salut banyak opini anda yang justru
"berpijak pada realitas".
Mahatma Gandhi, sang Bapak bangsa India yang memang
sangat saya kagumi, karena sangat jarang pemimpin yang
bisa "memahami dan merasakan duka-nestapa rakyat",
tapi tetap saja dalam hal menyatukan Hindu-Muslim di
India, dia tidak berpihak pada realitas. Coba anda
tanyakan teman2 anda dari Pakistan atau Bangladesh,
mereka akan mengatakan bahwa Pakistan & Bangladesh
tidak menganggap Gandhi sebagai seorang pahlawan.
Gandhi tidak melihat realita bahwa kaum fanatik Hindu
dan Muslim tidak akan bisa hidup berdampingan secara
damai. Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim (tapi
masuk dalam wilayah India), disana tiap hari terjadi
pembantaian -- apakah ini yang dimaui Gandhi?
Itu sekedar intermezzo saja, bahwa, agar kita tidak
berbicara ke dalam "kondisi ideal" semata tapi tidak
pragmatis, kehadiran Anjasmara (apabila bisa
mengemukakan opini dengan lebih sopan), tetap
diperlukan sebagai intellectual discourse di milis
Permias@ ini.
Mari bersikap lebih dewasa & proporsional.

Salam,

Priyo Pujiwasono


--- Notrida Mandica <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Dear All,
> Sudahlah, lebih baik kita jaga sikap masing-masing,
> hindari sifat saling
> menuding dan saling menjatuhkan. Kalau misalnya
> tulisan FNU Brawijaya atau
> Jeffrey Anjasmara atau siapa saja yang mengganggu
> anda, lebih baik e-mailnya
> di delete or disaring saja.
> Saya pribadi lebih senang menghindari konfrontasi or
> agitation kalau
> sifatnya tidak membahayakan keutuhan dan kepentingan
> nasional.
>
>
> ida


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.
http://im.yahoo.com

Kirim email ke