Salam! Minggu sore telah dilangsungkan "Temu Wicara KBRI-Masyarakat Mengenai Kekonsuleran" di Ruang Garuda KBRI Washington, D.C. Dipandu Irawan, tatap muka masyarakat dengan Kepala Konsuler KBRI Washington DC Soekanto juga dihadiri KUAI Dubes Samudera Sriwijaya, para Kabid lain dan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia di Washington Area. Sekitar 100 orang mengikuti tatap muka pejabat KBRI dan masyarakat ini. Banyak informasi menarik diberikan Kabid Konsuler, dari mulai soal dwikewarganegaraan, perpanjangan paspor, pengurusan surat-surat dan pelbagai tetek bengek urusan konsuler lainnya. Cukup padat, rinci, sistematis, karena dilengkapi dengan slide segala. ''Kami membuka diri terhadap pertanyaan, tanggapan, kritikan asin, pahit dan bahkan yang pedas sekalipun. Kami ingin memberikan pelayanan dan kerjasama yang terbaik bagi kepentingan WNI di AS ini,''kata Soekanto, blak-blakan. Silaturahmi pejabat dan masyarakat ini tambah gayeng, karena Soekanto dan KUAI Samudera memang bersikap sangat terbuka dan responsif. Belum lagi celetukan-celetukan anggota masyarakat yang polos dan menimbulkan suasana ger-geran juga. Mendapat angin atas tawaran kritikan sepedas apapun maka sebagian hadirin pun bersuara lantang mengkritik soal pelayanan konsuler. Para penanya tampil lugas dan tanpa tedheng aling-aling. Contohnya Yan Wiramidjaja, mantan aktivis Jakarta yang tahun-tahun terakhir memosisikan diri layaknya "KBRI Watch". Mantan ketua Fordemias ini mempertanyakan pengurusan paspornya yang menunggu sampai 3 minggu. Yan juga mengkritik soal piket konsuler yang disebutnya sering kosong pada jam kerja dan menimbulkan cemoohan dari bule-bule yang ngurus visa. Terakhir ayah tiga anak dan suami wanita AS ini mengusulkan perlunya bel di depan piket konsuler. Ada lagi penanya yang juga tak kurang lugasnya, yakni Dutamardin Umar. Angkatan 66 yang juga tokoh IKI ini mengungkapkan adanya praktik aneh yang pernah terjadi di KBRI. ''Contohnya soal materai harga Rp 1000, yang dijual US$ 10,''ujar Dutamardin, disambut gelak tawa sebagian yang hadir. Dutamardin memang tidak mendetilkan kasus itu, namun cukup membuat Kabid Konsuler terperangah. Dengan mimik sungguh-sungguh Soekanto menyatakan tidak ada policy konsuler KBRI soal harga dan pengadaan materai itu. ''Kita melayani masyarakat menurut ketentuan yang berlaku. Sebenarnya tidak ada yang namanya pungutan liar di konsuler. Terima kasih atas infonya dan saya berjanji akan menyelidiki soal ini,''janji Soekanto. Usulan lain datang tentang perlunya Soekanto menjenguk langsung kantong-kantong masyarakat lewat IKI, IMAAM, pengajian-pengajian dan gereja-gereja Indonesia di Washington Area. Dengan sebulan sekali mendatangi langsung masyarakat dan mencari tahu sekaligus memecahkan persoalan kekonsuleran yang mungkin dialami, dipandang cukup efektif. Kendati demikian perlu juga disadari keterbatasan awak konsuler KBRI, yang karenanya perlu mendapat suntikan sumber daya tambahan dari bidang-bidang KBRI. Tapi, sebenarnya KUAI Dubes Samudera perlu menjawab terlebih dahulu ttg seberapa jauh komitmen KBRI memperkuat pelayanan konsuler dan Bidang Konsuler itu sendiri. Jika komitmennya memang tinggi dan "siap tempur" maka perlu dipenuhi pula seluruh hal yang diperlukan Soekanto dan Bidang Konsuler. Tanpa dukungan 100% dan komitmen bulat dari KBRI, maka upaya Soekanto dan Bidang Konsuler meningkatkan pelayanan masyarakat bisa kurang lancar. Selamat buat Ambar, IKI, Soekanto, Dubes Samudera, KBRI atas gebrakannya yang responsif melayani yang terbaik terutama bagi "konstituennya" sendiri: WNI. Kita tunggu gebrakan-gebrakan selanjutnya. Salam! ramadhan pohan _________________________________________________________________ Get your FREE download of MSN Explorer at http://explorer.msn.com