Saya sudah sering mendengar berita tentang warga Indonesia yang berkemampuan di negara maju, yang merasakan/menolong penderitaan sanak familinya yang miskin di tanah air. Tetapi saya jarang sekali mendengar berita tentang orang miskin yang berkeluarga lengkap di tanah air, yang merasakan penderitaan/menolong sanak familinya yang berkemampuan di negara maju, yang sejak masih kecil sudah berstatus yatim piatu dan sekarang hidup sebatang kara? Padahal dalam Al-Qur'an, "Orang Miskin" dan "Yatim Piatu" sama-sama mempunyai perhatian serius. Mengapa ada ketimpangan seperti itu? Taroklah ada 100 yatim piatu seperti itu. Kemudian kita tanyakan, "Apakah anda bersedia menjadi orang miskin, tetapi orangtua anda hidup kembali". Kira-kira bagaimana jawabannya?
Wassalam, Nasrullah Idris