http://www.republika.co.id/ASP/online_detail.asp?id=178053&kat_id=85

Minggu, 07 Nopember 2004  8:40:00
Sugiharto
Tak Pernah Lupa Bersyukur

Laporan:


Pada sebuah nama melekat doa orangtua. Harapan baik teriring sepanjang
hayat si anak. Namanya Sugiharto (bahasa jawa). 'Sugih' adalah padanan
kaya, sedangkan 'arto' berarti uang atau harta. Makna nama itu mewujud
di kemudian hari. Si pemilik nama mencapainya lantaran meniti hidup
dengan selalu ikhlas, ibadah, dan bersyukur. Ia juga bekerja keras,
tekun, ulet, dan jujur.

Sejak SMP, ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga dan berjualan rokok
untuk membiayai sekolah. ''SMA saya naik pangkat jadi tukang parkir di
Bioskop Taruna, Tanjungpriok,'' ujarnya. Siapa sangka, kini Sugiahrto
menduduki jabatan strategis, Menteri Negara BUMN. Beristrikan Tati
Suhartini, ayah lima anak ini sukses menjadi arsitek bisnis. Sugiharto
dikenal sebagai The Chief Financial Officer (CFO) of Indonesia Future.
Bahkan, ia pun pernah meraih penghargaan sebagai The Best CEO of The
Year 1996.

Meski tak pernah bermimpi menjadi menteri, namun ia telah tiga kali
ditawari jadi menteri. Obsesi sang ayah agar anaknya bisa menjadi
menteri akhirnya terkabul. Sang pekerja keras itu, mengaku biasa tidur
di atas pukul 24.00. ''Negara kita berada dalam situasi tidak normal.
Jadi, kita harus bekerja ekstra,'' ungkapnya. Di sela-sela kesibukannya,
Sugiharto menyempatkan menerima jajaran pimpinan redaksi Republika di
kediamannya di Jl Ciniru I No 3. Berikut petikan wawancara yang direkam
wartawan Republika, Heri Ruslan dan Hasan Murtiaji:

Bagaimana cerita masa kecil Anda?

Saya ini berasal dari kalangan tidak mampu. Sejak duduk di kelas dua SMP
Taman Siswa, Kemayoran, saya sudah membiayai sekolah sendiri. Saya
mencari uang dengan membantu bibi menjadi pembantu rumah tangga.
Membantu menyiram bunga, mencuci piring, dan mencuci baju. Sehabis itu,
saya nyambi jualan rokok klobot di pangkalan ojek dan becak. Saya buka
warung, modalnya sisa uang dari menjadi pembantu. Waktu itu, untuk
menghemat uang ongkos, setiap pulang sekolah saya biasa naik kereta
gerbong yang suka membawa tangki minyak ke Tanjungpriok. Dulu jadwal
keretanya nggak tetap. Biasanya, pulang jam 12.00. tapi kalau kereta
belum berangkat, saya terpaksa harus menunggu hingga jam 15.00. Waktu
itu, saya naik kereta gerbong gelantungan. Kira-kira, sekitar tahun
1970-an. Waktu itu sangat usah sekali. Saya pun pernah merasakan makan
bulgur dan nasi merah.

Melanjutkan sekolah ke SMA mana?

Setelah itu, saya melanjutkan sekolah ke SMAN 13 Jakarta. Saat sekolah
di SMA, saya naik pangkat jadi tukang jaga parkir di Bioskop Taruna di
Jl Enggano, Tanjungpriok. Setiap hari saya harus mulai stand by bekerja
pukul 17.00, karena film mulai main pukul 19.00. Malah, jika pada
hari-hari tertentu ada film bagus, biasanya diputar midnight. Sehingga,
saya harus pulang jam 01.00 atau 01.30. Saya masih ingat waktu itu
teman-teman membayar SPP sesuai penghasilan orangtuanya. Karena orangtua
saya tidak mampu, saya kemudian mendatangi guru wali kelas. 'Bu saya kan
punya penghasilan sendiri jadi juru parkir, saya harus gimana membayar
SPP-nya'. Guru itu tak menjawab, namun hanya berlinang air mata. Saya
tak pernah lupa dengan jasa para guru. Saat ini, ada sembilan guru yang
saya kasih sertifikat deposito. Nilainya memang nggak seberapa, tapi
bagi mereka itu sangat berarti. Hingga akhirnya, saya bisa juga lulus
SMA dan meraih peringkat dua besar. Sebenarnya, cita-cita saya ingin
melanjutkan studi ke fakultas kedokteran. Namun, hal itu tidak tercapai
karena orangtua tidak mampu.

Sugiharto lahir di Medan 29 April 1955. Ia sangat ulet dan rajin. Di
sela-sela kerjanya menjaga tempat parkir, Sugiharto muda tetap mencoba
belajar dan membaca buku di bawah keremangan lampu penerangan. Suatu
malam, saat musim ulangan, Sugiharto tetap harus bekerja. Saat itu guru
wali kelasnya, Budiharti, bersama suaminya menonton film di bioskop
Taruna. Sang guru takjub begitu melihat muridnya tengah membaca buku di
bawah cahaya lampu seadanya. Melihat murid kesayangannya memiliki
semangat belajar yang tinggi, air mata sang guru langsung berlinang. Dia
bangga melihat muridnya. Besoknya ibu guru Budiharti pun bercerita di
depan kelas. Mendengar cerita sang guru, kawan-kawan Sugiharto pun tak
pelak langsung meneteskan air mata, terharu.

Saat itu kan Anda kesulitan ekonomi, bagaimana ceritanya bisa
melanjutkan kuliah? Saya tahu bahwa kalau saya kuliah bisa macet di
jalan. Saya susah, karena keluarga susah. Terlebih, saya harus membantu
ibu membeli beras dan menyediakan segala macam. Sehingga, begitu lulus
SMA saya harus kerja. Untuk mencari makan. Saya bertekad, kalau saya
kerja untuk makan, harapannya saya bisa sekolah sore. Saya akhirnya
melamar kerja. Alhamdulillah, karena saya top di sekolah, saya selalu
bisa melalui tes IQ dan tes lainnya lulus terus. Sebenarnya, otak saya
tak cemerlang. Kalau dihitung IQ mungkin average saja. Tapi saya ini
orangnya tekun dan rajin dan tak lupa terus berdoa kepada Yang
Mahakuasa.

Saya pernah ikut tes Departemen Keuangan dan lulus. Namun, saya tolak.
Saya ingin bekerja sambil bisa melanjutkan sekolah. Awalnya, saya kerja
di PT Gaya Motor di Pasar Ular, Sunter. Kerja saya apa? Saya kerja di
bagian material handling. Itu cuma namanya saja, karena kerja sebenarnya
tukang gotong-gotong, bongkar peti. Itu luar biasa. Kebetulan karena
saya ingin sekolah, akhirnya saya tukaran shift. Saya pilih kerja malam.
Sejak itu, saya mulai kursus bahasa Inggris. Untuk meningkatkan
kepercayaan diri. Ada duit sedikit, karena saya hemat akhirnya saya
melanjutkan kuliah. Kira-kira sekitar enam bulan setelah itu nasib saya
mulai berubah.

Apa yang Anda lakukan waktu itu, sehingga bisa mengubah nasib?

Ketika itu, saya mencari di mana saya bisa kerja sambil belajar.
kemudian, waktu itu ada Drs Utomo yang memiliki kantor akuntan di Jalan
Sabang yang mendidik orang lulus SMA dan sarjana dan sarjana muda
dilatih untuk menjadi auditor atau akuntan publik, untuk menjadi
technical asistance.

Waktu itu bekerja sambil belajar. Saya mendapat gaji pertama sekitar Rp
35 ribu. Pengajarnya ada dari Filipina. Nah setelah lulus kemudian saya
bekerja di kantor akuntan dari level yang paling bawah. Dari yunior
hingga manajer. Waktu saya kerja, saya dapat rangking dan bonus paling
tinggi. Karena, saya berupaya jujur dan ulet. Sambil kerja itu, saya
kuliah malam di Universitas Jayabaya dan mengambil jurusan akuntasi.
Setelah selesai, ada program extention saya melanjutkan kuliah di
Universitas Indonesia. Hampir 3,5 tahun, ngambil jurusan ekonomi.
Selesai tahun 1987. Mulai di situ saya mulai banyak bergaul dengan
orang-orang elite UI, ada Bambang Soebianto. Sehingga, saya merasa
percaya diri. Orang-orang UI sudah jadi anggota Berkeley Mafia. Akhirnya
Tuhan menganugerahkan cita-cita saya kesampaian. Di situ network saya
mulai banyak dan membuat percaya diri saya meningkat.

Apa kunci yang membuat Anda bisa struggle dalam kondisi yang sulit?

Yang bisa mengubah nasib kita sesungguhnya hanya diri kita. Kalau kita
mengandalkan keluarga tentu tak bisa. Orangtua saya bukan orang kaya.
Kalau saya tak mengubah diri saya sendiri, who else? Jadi saya harus
bisa bangkit dari keterpurukan ini dengan tangis. Karena miskin, saya
dulu minder. Menatap wajah orang saja takut. Tapi saya sekarang percaya
diri. Saya coba membangun kematangan intelektual, spritual, dan
emosional. Pokoknya saya membedakan dengan orang. Saya tenang-tenang
saja. Karena asal saya dari gak ada menjadi sugih dan kalau gak ada lagi
sudah biasa. Meski begitu saya hidup punya perencanaan.

Sugiharto, selepas SMA, suatu ketika lewat di Jl Jenderal Sudirman.
bergelantung di atas bus. Air matanya berlinang. Dalam hatinya ia
berdoa, ''Ya Allah, seandainya Engkau beri aku kesempatan bekerja di
gedung yang tinggi itu, alangkah berlipat gandanya kebahagiaan hamba-Mu
ini.'' Doa itu akhirnya terkabul juga. Meski begitu, saat hidupnya masih
miskin dan hingga kini, ia tak pernah lupa mengucapkan syukur. Segala
pekerjaan dilakukannya dengan penuh keikhlasan. ''Tuhan berikan saya
berlipat ganda kenikmatan. Selalu ada saja kemudahan dalam menjalani
kehidupan.'' Ia pun terharu saat diundang berbuka puasa Senin (1/11). Ia
disejajarkan dengan Sri Mulyani, Fahmi Idris, dan Jimly Asshiddiqie.
''Ini mustahil, kalau bukan Allah yang bukan mengangkat derajat saya,
dari pedagang asongan sejajar dengan ketua Mahkamah Konstitusi.''
Baginya, bersyukur atas nikmat Allah membuat rezekinya dimudahkan.

Bagaimana ceritanya bisa bergabung ke PT Medco?

Sebelum ke Medco, saya pertama bekerja di kantor akuntan publik. Di situ
training saja, sekitar dua tahun. Setelah training dua tahun dan empat
tahun kerja kontrak, kemudian saya memutuskan pindah kerja ke sektor
jasa keuangan di perusahaan joint venture. Di situ saya kerja selama
empat tahun. Kemudian, setelah itu pindah lagi kerja di investment bank
selama delapan tahun. Saya kerja dari pangkat operasional manager, vice
president, sampai direktur. Sekitar 1991, setelah punya pengalaman
sebagai akuntan, management consultan, invesment banker, kemudian masuk
ke real sector.

Kemudian, saya ditawari Pak Bambang Soebianto untuk berkenalan dengan
Arifin Panigoro. Waktu itu saya sempat bertanya, 'Siapa Pak Arifin
Panigoro itu?' Pak Bambang bilang, temannya dulu di Bandung. Kemudian,
saya janjian dan bertemu Pak Arifin di Lapangan Banteng. Akhirnya, saya
ngobrol dan match dengan dia. Mulai Juli sampai Desember 1991, saya
membantu beliau untuk empowerment mindset direksi-direksi.

Lama-lama, karena sifat saya dan satu-satunya dari UI, orang yang punya
pengalaman lain dengan insinyur-insinyur elektro ini. Saya dianggap
punya pikiran baru yang tidak mereka miliki. Sehingga mereka excited,
saya juga merasa dibutuhkan. Sehingga, match. Karakter mereka juga
bagus.

Sejak kapan Anda mulai bergabung?

Setelah lima bulan membantu tepatnya, 2 Desember 1991, Pak Arifin
akhirnya mengajak saya untuk bergabung. Beliau mengatakan, 'To
teman-teman semua kelihatannya tak ada yang against you. Udah kamu
pindah aja kemari.' Saya bilang, gaji saya 6.500 dolar terus saya punya
rumah masih ngutang. Dulu saya pinjam sekitar Rp 600 juta. Sebenarnya
utang itu nggak usah dibayar, kalau saya sudah lima tahun kerja di situ
utang lunas. Gimana nih? Pak Arifin bilang, 'Akh, yang nyari duit kan
you juga. Udah atur aja.' Saya waktu itu minta dibayar dengan gaji yang
sama dan pakai dolar.

Sugiharto memiliki etos kerja yang luar biasa. Ia kerap kerja hingga
larut malam. Bahkan, pada hari Sabtu dan Ahad sekalipun. Tak heran,
ruang kerjanya masih tampak terang hingga tengah malam. Pola kerjanya
itu kemudian banyak ditiru para pegawai di PT Medco. Kerja kerasnya itu
membuahkan penghargaan. Pada 1996, Sugiharto mendapat penghargaan
sebagai The Best CEO of The Year. Selain itu, ia juga masuk dalam
jajaran 600 top management of Indonesian Major Corporation. Pria
berdarah campuran Jawa dan Banten ini juga meraih gelar MBA pada
Indonesian School of Management and Amsterdam School of Management,
Belanda. Hingga kini, Sugiharto mengaku biasa tidur di atas pukul 24.00.
Hari Sabtu pun masih digunakan untuk menampung aspirasi dari masyarakat,
yang mau mengadukan masalah-masalah BUMN.

Bagaimana ceritanya Anda belajar agama?

Saya belajar agama, sesudah waktu saya sekolah dasar (SD), pada siang
harinya saya sekolah agama. Saya belajar masalah agama secara otodidak.
Selain itu juga saya aktif di majelis taklim. Sekarang saya sering
diundang berbicara di Pondok Pesantren Gontor. Saya bicara dalam forum
studium general.

Bagaimana mendidik anak-anak di sela-sela kesibukan?

Anak saya tiga sekarang sekolah di Amerika. Anak saya yang nomor satu,
sejak SMP nggak gaptek komputer. Rata-rata anak saya itu sekolahnya di
Al-Azhar, jadi beda dengan saya dulu. Belajar agama pada siang hari.
Tapi kalau al-Azhar, sekolah sampai sore, tapi komplet.

Itu yang mempermudah saya untuk men-transform keinginan saya agar supaya
anak-anak memiliki spiritual quotient (SQ). Kalau cuma sekolah umum
saja, mungkin faktor spriritualnya kecil. Namun kan, di al-Azhar ada
komponen IQ, SQ, dan EQ. Kalau saya belajar SQ melalui perjalanan waktu.

Anak-anak saya kursusin bahasa inggris, pulang sekolah harus belajar
lagi dan kursus lagi. Saya berikan penekanan, anak saya itu tidak boleh
seperti bapaknya yang kesulitan. Karena bapaknya mampu, sampai ke mana
mau sekolah. Saya tantang anak saya untuk menjadi warga negara
internasional. Anak saya ini shalat dan puasanya sudah tertib dan saya
tak khawatir.

Komunikasinya seperti apa?

Ini sudah zamannya IT, bisa chatting, sms, telepon. Saya setahun road
show dua kali ke Amerika dan ketemu mereka. Yang membuat saya terharu,
kalau saya di Amerika saya diminta menjadi imam shalat. Buat saya kerja
jadi semangat. Orang kerja untuk keturunannya. Salah satu amal yang
ditinggalkan adalah anak yang saleh. Menjadikan kerja saya hobby.

Sugiharto tak hanya dikenal sebagai profesional bisnis yang tangguh. Ia
pun aktif di berbagai organisasi. Saat ini, ia menjabat sebagai ketua
umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), bendahara umum ICMI,
ketua umum Yayasan Abdi Bangsa, ketua Yayasan Wirausaha Madani
Indonesia. Ia juga aktif sebagai bendahara umum, Masyarakat Ekonomi
Syariah dan sejumlah organisasi lainnya. ''Justeru, aktivitas inilah
yang membuat posisi saya sebagai profesional menjadi semakin kuat,
profesional plus,'' tuturnya. Baginya, saat ini persoalan yang harus
segera dibenahi agar bisa bangsa Indonesia bisa kembali bangkit adalah
masalah moral.

Apa arti hidup bagi Anda?

Arti hidup itu adalah ibadah. Kerja itu ibadah yang paling tinggi
nilainya. Kalau diniatkan ibadah. Kalau kita kerja tidak diniatkan
ibadah sama saja seperti binatang, pergi pagi dan pulang sore.

Pernah nggak bermimpi menjadi menteri?

Nggak pernah, saya bermimpi menjadi menteri. Namun, bapak saya dulu
punya obsesi agar saya menjadi pembela bangsa dan negara. Waktu itu,
bapak ingin saya menjadi menteri. Beliau selalu bilang, 'Kapan ya anakku
jadi menteri?'. Bapak bangga sekali kalau saya bicara soal bangsa dan
negara. Ia senang luar biasa. Sebenarnya, saya sudah tiga kali
dicalonkan jadi menteri. Pertama kali, waktu Pak Hamzah Haz jadi Menteri
Investasi, zaman Presiden Pak Habibie. Saya dikenalin dengan Eki
Syahrudin. Saya sebagai profesional bantu pemikiran. Waktu itu dia minta
saya gantiin dia jadi menteri, kalau dia terjun sebagai ketua umum
partai mau kampanye. Menteri kan nggak boleh kampanye. Namun, tidak
kesampaian. Yang kedua, waktu poros tengah menang. Ada 11 menteri yang
didesain, malemnya sampai jam 21.00, nama saya ada. Namun, karena ada
interupsi dan militer dan Taufik Kemas memasukkan Kwik Kian Gie dan
Laksamana Sukardi. Akibatnya, yang tiga mental. Ternyata BUMN diincar
PDIP. Pak Amien pun mengaku kecolongan.

Bagaimana cerita ketika dipanggil di Cikeas?

Saya dipanggil ke Cikeas. Saya awalnya, teken kontrak menjadi menteri
perindustrian. Pak SBY tanya saya tentang perindustrian. Pak SBY bilang
'Saya senang kalau Anda mau bergabung dan ini anggap saja sebagai
amanah. Saya ingin menempatkan Anda di menteri perindustrian.' Namun,
kemudian pada akhirnya saya menjadi Meneg BUMN. Dan kalau boleh memilih,
saya pun ingin menjadi Menteri BUMN.

Kirim email ke