As request : Antara Aku, LIPI dan IlmuKomputer.Com<http://romisatriawahono.net/2007/11/13/antara-aku-lipi-dan-ilmukomputercom/>Pulang ke Indonesia tahun 2004, saya berpikir untuk adem ayem alias tenang mengikuti jalur karir PNS di LIPI. Menikmati dunia penelitian seperti 10 tahun kehidupan saya di Jepang. Karena di LIPI saya ditugaskan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah <http://www.pdii.lipi.go.id/> (PDII), sebelum pulang saya mempersiapkan berbagai pekerjaan dan penelitian yang berhubungan dengan tugas saya. Dimulai di tahun 1997, saya bersama mas Hendro (LIPI), mas Amin (BBPT) dan mas Suhono (ITB) mengembangkan digital library bernama ISTIB. Yang kemudian pekerjaan ini kita lanjutkan dengan membangun CSPI <http://cspi.istecs.org/> (Center for Scientific Papers of Indonesia) bersama mas Iko (NTT), dimana kita mengumpulkan paper dan thesis mahasiswa Indonesia yang ada di Jepang. Harapan saya dulu bahwa CSPI bisa jadi satu prototipe untuk digital library di Indonesia dan bisa sebagai kegiatan andalan PDII LIPI dalam mengumpulkan karya ilmiah.
Saya mengerjakan berbagai penelitian tentang digital library dan knowledge management, disamping penelitian utama saya tentang software engineering. Saya melanggan banyak digital library yang sudah established diantaranya adalah IEEE dan ACM, untuk mempelajari business processnya, bagaimana bisa kita terapkan di Indonesia, khususnya di PDII LIPI. Untuk bekal kehidupan di tanah air dan membina core competence, saya juga aktif menulis di berbagai majalah dan media massa. Sudah ratusan artikel yang saya tulis baik dalam bentuk technical paper maupun artikel populer, dan sudah dipublikasikan di berbagai majalah, journal maupun koran bertaraf nasional maupun internasional. Dari hasil riset dan survey ke komunitas maya di awal tahun 2003, saya kemudian membangun IlmuKomputer.Com <http://ilmukomputer.com/>, mengumpulkan ribuan aktifis dan kontributor untuk memikirkan bagaimana kita bisa menyediakan literatur dalam bidang teknologi informasi yang gratis untuk masyarakat, gampangnya sistem belajar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Siapa yang telah menerima ilmu punya kewajiban moral untuk memberi. Metode repositori yang memungkinkan setiap orang dapat mengakses artikel, buku dan tutorial berbahasa Indonesia ini juga bisa jadi satu kegiatan andalan di PDII LIPI. Kegiatan ini terbukti cukup memberikan solusi efektif dan murah, meskipun tanpa bantuan dana dari pemerintah maupun pihak lain, kegiatan tetap berjalan dengan baik sampai saat ini, dan bahkan akhirnya mendapatkan penghargaan dari PBB dalam event World Summit on Information Society (WSIS) 2003 di Jenewa. Pulang ke Indonesia saya langsung masuk kerja di PDII LIPI, saya usahakan berangkat paling pagi dan pulang paling sore. Terkadang saya nginep supaya bisa mengerjakan banyak pekerjaan. Saya meminta ke kepala pusat untuk bisa mengelola satu lantai di gedung PDII LIPI untuk saya jadikan training center dan business incubator center. Meskipun akhirnya bukan saya yang ditugaskan mengelola, saya sudah cukup senang ide itu terwujud, meskipun implementasinya masih agak tersendat-sendat. Aktifitas di IlmuKomputer.Com jujur saja mengubah kehidupan saya 180 derajad. Saya yang tadinya berpikir agak individualis dengan adem ayem mengikuti jalur kehidupan PNS di LIPI, sedikit bergeser karena IlmuKomputer.Com membawa banyak manfaat ke masyarakat dan membawa peluang ke dunia industri. Saya sekarang pasti akan merasa sangat berdosa kalau peluang ini dulu tidak saya ambil. Saya bisa membuka lapangan kerja baru untuk teman-teman aktifis IlmuKomputer.Com di berbagai daerah, saya bisa meluangkan waktu untuk melatih teman-teman menulis, melatih teman-teman menjadi pengajar, memberi beasiswa untuk melanjutkan sekolah dan mengembangkan jiwa enterpreneurship. Dalam perjalanan waktu, kemudian saya sering diundang berbicara dalam berbagai seminar atau workshop tentang teknologi informasi di universitas, akademi, SMA, SMK, pemerintah daerah, berbagai institusi pemerintah (departemen/kementrian) maupun swasta. Meskipun saya jarang sekali diundang atas nama LIPI, saya selalu berusaha membawa dan mensosialisasikan beberapa produk LIPI. Dan akhirnya kewajiban moral inilah yang mengubah style aktifitas saya, mengubah 180 derajad kehidupan dan perdjoeangan saya di tanah air. Kewajiban moral ini sesuai visi di komunitas IlmuKomputer.Com untuk menshare ilmu pengetahuan ke siapapun yang membutuhkan. Sistem birokrasi di LIPI ternyata tidak memungkinkan mengakomodasi kenyataan ini. Saya juga tidak punya kekuatan untuk mengubah keadaan. Pangkat dan golongan saya terlalu rendah untuk melakukan perubahan sehingga akhirnya banyak ide saya yang berakhir di rapat-rapat. Saya menjadi tidak enjoy dan mengalami kepenatan birokrasi, kekecewaan ini yang saya ungkap di tulisan saya sebelumnya<http://romisatriawahono.net/2006/06/28/pns-tidak-cocok-untuk/>, dan juga surat terbuka ke kepala pusat<http://romisatriawahono.net/rswpdii.pdf> . Masalah menjadi kompleks, sampai akhirnya mulai nopember 2007 ini saya sudah tidak menerima gaji saya di LIPI. Tentu ini saya terima dengan ikhlash karena memang kesalahan saya telah menabrak administrasi birokrasi yang tertuang dalam prosedural formal. Saya anggap ini adalah satu sisi kegagalan perdjoeangan saya di republik tercinta ini. Saya kurang sabar, pingin cepat melakukan perubahan dan akhirnya gagal melakukan sinkronisasi dengan sistem kerja di institusi pemerintah. Saya mungkin memang tidak ditakdirkan untuk berdjoeang melalui institusi pemerintah. Hanya sesuai tekad saya dulu memutuskan pulang ke tanah air, saya tidak akan pernah berhenti berdjoeang, saya tetap berusaha terus belajar dan bekerja keras untuk memberi solusi ke masyarakat. Model kerja saya juga tidak berubah (tetap sampai larut malam … hehehe), waktu tidur saya yang hanya 2-4 jam juga tidak berubah, dan kalau ada yang sebel dengan ringtone handphone saya yang Indonesia Raya, mohon maaf ini juga tidak bisa saya ubah [image: :D] . Terakhir, kewajiban kita terlalu banyak dibandingkan dengan waktu yang disediakan oleh Yang Diatas. Ayo kurangi tidur, atur jadwal perdjoeangan dan perbanyak solusi riil untuk masyarakat. *Aku tak pernah dapat memikirkan rencana mendetail tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Aku hanya mengatakan, Aku akan berjuang. Siapa yang tahu, Aku akan sampai dimana. (Richard Stallman)* Tetap dalam perdjoeangan ! [image: ttd-small.jpg] source : http://romisatriawahono.net/2007/11/13/antara-aku-lipi-dan-ilmukomputercom/ dan www.netsains.com versi baru http://wp.netsains.com/ for your info, artikel ini sempat dapet tanggapan dari menristek saat ini (Kusmayanto K) di netsains.com versi jadul (skrg dah netsains versi baru jd semua tanggapannya dah ilang deh) salah satu yang menarik adalah waktu sang menristek baru selesai S-3 dari Ausie dan menghadapi kenyataan kecilnya gaji dosen baru meskipun dah S3, dy menghadap rektor ITB saat itu (Wiranto Arismunandar) untuk meminta ijin cuti tanpa tanggungan negara buat bekerja di swasta selama 3 tahun buat ngumpulin modal buat hidup layak atau kalau tidak diijinkan dy akan memilih mengundurkan diri. untungnya pa Rektor bijaksana dengan mengijinkan dy cuti selama 3 tahun (Dy nyebutin hasil selama 3 taun itu dah bisa beli BMW) --utong-- 2008/6/4 rezki amalia <[EMAIL PROTECTED]>: > mana?? mana,,,,,??? > atasannya lulusan LN juga bukan tuh??? > kalo lulusan LN juga whuahhhh > sekolah dimana tuh,,, > kalo bukan wah sirik tanda tak mampu,,, > makanya ayooo pada sekolah yang tinggi,,,1,,,2,,,3,,, alah,,, > > > *Sulistiono Kertawacana <[EMAIL PROTECTED]>* wrote: > > kasih postingan orang indonesia yg mau balik ke asalnya trus diperakukan > atasannya gak enak tong yg dulu lo posting webnya (kalo gak salah dulunya > sekolah di jepang) hehehe > > Kind regards, Sulistiono Kertawacana > > > > rezki amalia wrote: > > Hahahaha,,, geli baca artikel ini,,, > kalo gajinya jadi 7 juta mau tetap di Indonesia gitu??? > jangan2 kalo sudah 7 juta, pengen 15 juta, 20 juta, dst,,,, > manusia,,, manusia,,, numerasi ngga akan ada habisnya,,, > tapi bagus juga sih,,, buat koreksi pemerintah kita,,, shock terapi,,,, > kasian yah pemerintahan indonesia,,, lagi giat2 memperbaiki diri,,,eh malah > ngga di dukung > sayang,,, harusnya orang2 pintar itu justru bantu pemerintah gimana caranya > pendapatan perkapita meningkat,,, kesenjangan sosial menyempit,,, *ngimpi > mode on,,, > salut deh sama yang mau kerja diluar negeri,,, ngga munafik gue juga > kepingin sihh,,, > hahaha,,, tapi habis masa kontrak teteup balik ke selera asal > donk,,,indomie.,,, eh indonesia raya,,, biar maju2 lah dikit bangsa > ku,,,hahaha,,,, *ngimpi mode on lagi,,, > > > *Furqon Azis <[EMAIL PROTECTED]>* wrote: > > Wah mau donk "diculik" malingsia > mupeng mode "ON" > > > utong > > > 2008/6/4 Setio Pramono <[EMAIL PROTECTED]>: > >> Berita lama dari link: http://dianrachma.multiply.com/journal/item/163/ >> but patut diperhatikan.... >> karena memang byk temen2 yg dengan senang hati terculik ke malaysia... >> >> >> >> *Malaysia Menculik Doktor-Doktor Indonesia - *27th June 2005 >> ------------------------------ >> >> TEMPO Interaktif, Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen >> Pendidikan Nasional, Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan bahwa banyak >> orang pintar Indonesia yang mendapat gelar doktor dari luar negeri, yang >> kemudian memilih tinggal dan bekerja di Malaysia, Singapura atau Brunei. >> "Parahnya, mereka ini yang benar-benar jago-jago. Doktor-doktor lulusan >> Yale, Cranfield, Stanford, MIT dan lain-lain," ujar Satryo ketika ditemui >> seusai acara Seminar Nasional Hasil Penelitian Perguruan Tinggi di Komplek >> Bidakara, Jakarta, Kamis (19/6) siang. >> >> Menurut Satryo, mereka yang kabur ini semuanya adalah doktor bidang ilmu >> eksakta seperti teknik, fisika, computer dan sejenisnya. Data yang pada >> pihak Dikti, saat ini sekitar 20-an doktor Indonesia lulusan luar negeri >> telah "diculik" Malaysia. "Sisanya, sekitar 2-3 orang bekerja di Brunei dan >> sekitar lima orang bekerja di Singapura," katanya. >> >> Eksodus orang-orang jenius ini, menurut Satryo, disebabkan PTN tempat >> mereka bekerja sebelumnya tidak mampu memberikan renumerasi yang layak. >> "Guru besar (profesor) seperti saya hanya menerima Rp 2,5 juta per bulan. >> Sementara gaji mereka di Malaysia, kalau dikonversi ke rupiah, sekitar Rp 50 >> juta per bulan. Itu belum termasuk fasilitas perumahan dan pendidikan gratis >> untuk anak mereka," katanya dengan senyum miris. >> >> Selain alasan renumerasi, banyak dari mereka yang merasa membutuhkan >> situasi tempat kerja yang benar-benar membawa tantangan. Mereka, kata >> Satryo, ingin sekali agar ilmu yang mereka dapatkan benar-benar dapat >> didayagunakan secara optimal. >> >> "Dan harus diakui, Malaysia dan Negara-negara lain mampu menghadirkan hal >> tersebut," ujar Satryo. Salah satunya contohnya, adalah Malaysia saat ini >> telah mengembangkan Pusat Biotech Valley di Petaling Jaya, Kuala Lumpur, >> semacam Silicon Valley di Amerika Serikat. >> >> Pihaknya, menurut Satryo, sebenarnya sudah mencoba habis-habisan untuk >> membujuk mereka tetap tinggal. Tetapi karena kebanyakan dari mereka sudah >> menyelesaikan ikatan dinas mengajar selama sembilan tahun, maka ia tidak >> punya kekuasaan untk menahan. >> >> "Bahkan saat ini saya sudah menerima 20-an permohonan ijin dari >> doktor-doktor lain untuk bekerja di Malaysia. Bahkan perusahaan disana, >> sudah bersedia mengganti biaya kompensasi beassiwa pendidikan dan ikatan >> dinas yang sudah dibayar pemerintah," katanya lagi-lagi dengan nada miris. >> >> Padahal biaya yang telah dikeluarkan pihak penyedia dana di luar negeri >> (tempat belajar sebelumnya) dan pemerintah tidaklah sedikit. "Untuk satu >> tahun pendidikan doktor di luar negeri, mereka bisa menghabiskan biaya >> sekitar US $ 30 ribu," ujar Satryo. >> >> Satryo menilai, hal ini harus mendapat perhatian yang serius karena kalau >> ini dibiarkan, Indonesia akan kehilangan banyak SDM berkualitas yang >> notebene tidak mudah untuk menghasilkannya. "Sementara Malaysia yang akan >> ongkang-ongkang kaki menikmati kerja keras kita," ujarnya. >> >> Pihak Dikti sebenarnya hendak mengusulkan agar pemerintah melakukan >> langkah khusus dengan meluncurkan crash program untuk memperbaiki renumerasi >> mereka. "Banyak dari mereka yang bicara sama saya, asalkan digaji Rp 7 juta >> sebulan, mereka mau bekerja di sini," kata Satryo. Ia mengusulkan dana yang >> diterima Dirjen Dikti yang hanya Rp 4 milliar pertahun, menjadi Rp 14 >> milliar pertahun. (Amal Ihsan-TNR) >> >> > > > >