Ini berita dari KOMPAS juga dengan wartawan yang sama 12 tahun yang lalu. _________________________________________________________________ Selasa, 6 Februari 1996 GAJI PENELITI TIDAK RASIONAL
Jakarta, Kompas Sistem penggajian pegawai, termasuk peneliti, di lembaga riset pemerintah di Indonesia tidak rasional. Di antara negara ASEAN saja kecuali Vietnam, tingkat gaji peneliti Indonesia termasuk yang paling rendah. Bahkan yang diperoleh peneliti berpendidikan sarjana tersebut juga di bawah pendapatan karyawan swasta berpendidikan sekolah dasar dan lanjutan di Indonesia. Pendapatan yang diperoleh peneliti makin tidak rasional lagi dengan keluarnya peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang berlaku per 1 Februari 1996 yang mengharuskan mereka yang memiliki jabatan struktural, memilih salah satu saja antara tunjangan struktural dan fungsional. Demikian dikemukakan mantan Wakil Ketua LIPI, Prof Dr Aprilani Soegiarto, kepada wartawan usai acara pelantikan pejabat eselon I di lingkungan LIPI, di Jakarta, Senin (5/2). Pada acara pelantikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono, dilantik Dr Soemaryanto Kayatmo menggantikan Aprilani Soegiarto. Dilantik pula Drs Ardjoeno Brojonegoro menjadi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan menggantikan Dr E.K.M Masinambauw, Dr Anugerah Nontji menggantikan Dr Kasijan Romimohtarto menjadi Deputi Bidang IPA, Dr Nilyardi Kahar menggantikan Dr Soemarjanto Kajatmo menjadi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, dan Djoko Pitono Msc dilantik menjadi Deputi Bidang Pembinaan Sarana Ilmiah menggantikan Ir Herudi Kartowisastro. Keterbatasan anggaran Berdasarkan peraturan Menpan itu, Kepala Biro Pemasyarakatan Iptek LIPI, John Pasaribu menjelaskan kepada wartawan, peneliti yang memegang jabatan struktural harus memilih mengambil tunjangan fungsional atau struktural saja. Sebelumnya peneliti mendapat kedua tunjangan itu. Dasar keluarnya peraturan itu, menurut Aprilani, karena keterbatasan anggaran rutin Pemerintah. Umumnya peneliti akan memilih tunjangan fungsional yang relatif lebih tinggi daripada struktural, ujar Aprilani. Untuk eselon I yang tergolong Ahli Peneliti Utama (APU) misalnya akan mendapat tunjangan fungsional sebesar Rp 860.000, sedangkan tunjangan strukturalnya Rp 500.000. Di Litbang departemen dan LPND (Lembaga Penelitian Non- Departemen) ada sembilan jenjang peneliti dari Asisten Peneliti Muda yang bertunjangan Rp 100.000 hingga APU. Di LIPI saja ada sekitar 759 peneliti dari total 3.880 peneliti di LPND dan litbang departemen. Tidak logis Keluarnya peraturan baru tentang tunjangan peneliti itu, menyebabkan Ketua LIPI, Dr Soefjan Tsauri, mengkhawatirkan menurunnya semangat meneliti para peneliti di Indonesia. Ia pun menilai peraturan itu tidak logis dan manusiawi. "Yang lain menaikkan gaji, di sini (lembaga litbang) boro-boro naik, malah dipotong," katanya. Bahkan menurut dia, tunjangan yang telah terlanjur diberikan pada peneliti Januari lalu, harus dikembalikan. Menghadapi itu, kata Soefjan, LIPI akan mencari penyelesaian sementara dengan menanggulangi tunjangan yang sebelumnya diberikan. "Kami mengharapkan adanya kebijaksanaan pemotongan tunjangan tapi keputusannya belum turun," ujarnya. Menurut Aprilani yang juga Ketua Kelompok II bidang Sumber Alam dan energi, kini tengah diperjuangkan supaya peneliti masih bisa dibenarkan menerima tunjangan fungsional dan struktural sampai sistem penggajiannya rasional. "Ini menyangkut take home pay, supaya mereka bisa lebih konsentrasi pada pekerjaan," katanya. Tunjangan fungsional selama ini diberikan pula pada yang bukan peneliti. Sekarang banyak jabatan fungsional tidak hanya peneliti tapi juga termasuk tenaga perpustakaan, arsip, komputer, dan rekayasa, ujar Aprilani. Karena itu beban pemerintah menjadi besar. "Sekarang ini sedang diusahakan khusus untuk peneliti dibolehkan mendapat tunjangan. Tapi ini memerlukan perjuangan," katanya. Namun, menurut Aprilani lagi, kalau sistem penggajian di lembaga litbang rasional tidak perlu ada tunjangan macam-macam. Seperti di Thailand tanpa tunjangan, peneliti mendapat gaji 1.000 dollar AS, dan Guru Besar memperoleh sekitar 4.000 hingga 5.000 dollar AS. Sebagai perbandingan ia mengungkapkan, seorang lulusan sarjana yang baru masuk di LPND mendapat gaji pokok Rp 85.000 dengan tunjangan menjadi Rp 100.000, sedangkan seorang cleaning service di perusahaan swasta bisa memperoleh gaji Rp 300.000 hingga Rp 400.000. -- intinya sih jangan terlalu ngarep-- ntar klo misalnya jadi naek tp harga kerupuk @ Rp. 5000 sama ajah boong salam --utong-- ________________________________ From: Sulistiono Kertawacana <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Sunday, November 23, 2008 10:16:41 AM Subject: [PPIBelgia] Tunjangan Profesor Riset Diusulkan Naik 10 Kali Lipat http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/11/22/ 01400830/ tunjangan. profesor. riset.diusulkan. naik.10.kali. lipat Jakarta, Kompas - Tunjangan peneliti berdasarkan usulan yang diajukan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kepada Menteri Keuangan naik 10 kali lebih. Untuk Peneliti Pertama dari Rp 350.000 akan naik menjadi Rp 5 juta. Adapun Peneliti Muda dan Madya masing-masing menjadi Rp 8,5 juta dan Rp 12 juta. Peneliti Utama atau Profesor Riset dari yang semula Rp 1,4 juta diusulkan naik menjadi Rp 14 juta atau naik 10 kali lipat. Dijelaskan Wakil Kepala LIPI Lukman Hakim, Jumat (21/11), kenaikan tunjangan peneliti ini diajukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2007 yang mulai berlaku per 1 Januari 2009. Ditegaskan Presiden Kepedulian pemerintah pada kesejahteraan peneliti, ujar Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dikemukakan Presiden RI pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Agustus lalu di Istana Negara. Ketika itu Presiden mengatakan telah memerintahkan Menkeu, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Negara Riset dan Teknologi, serta Menteri Pendidikan Nasional untuk merealisasikannya. Selain itu, pada pidato di Sidang Paripurna DPR, Jumat (15/8), Presiden juga menyebutkan pentingnya menaikkan kesejahteraan peneliti. Lukman mengatakan, pada tahun 1983 tunjangan Ahli Peneliti Utama (APU) sebesar Rp 900.000, dua kali lipat tunjangan pejabat Eselon I. Namun kini, tunjangan APU hanya naik jadi Rp 1,4 juta, sedangkan Eselon I telah menjadi Rp 5,5 juta. Kondisi ini mendorong peneliti menjalani pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan tidak sedikit yang keluar atau bekerja di perusahaan swasta. Dorongan peneliti untuk bekerja di luar negeri juga kian besar, terutama di Malaysia dan Singapura, yang menjanjikan fasilitas riset dan gaji yang besar. Di Malaysia, tunjangan peneliti pertama senilai Rp 8 juta per bulan. Di Pakistan, gaji peneliti beberapa kali lipat gaji menteri. (YUN) Kind regards, Sulistiono Kertawacana http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/