TEMPO No. 23/XXXIII/02 - 08 Agustus 2004 

Laporan Utama 
Rusak Nasi Karena Ceroboh 

Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU No. 16
Tahun 2003 tentang penerapan undang-undang antiteror
untuk menjerat terdakwa bom Bali. Keputusan yang
membawa konsekuensi pelik. 

-----


Seolah tak percaya, Masykur Abdul Kadir menerima
berita gembira itu dengan mata terbelalak. Segera ia
sujud syukur mencium lantai penjara yang dingin.
Kedatangan Munik istrinya, empat anak, dan ibu
mertuanya di Penjara Kerobokan, Denpasar, Bali, Jumat
dua pekan lalu, benar-benar sebuah berkah. Dari mereka
Masykur memastikan berita yang sebelumnya ia tahu dari
televisi itu: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan
permohonannya agar UU No. 16/2003 yang memberlakukan
undang-undang antiterorisme dalam kasus bom Bali
dibatalkan. ”Keluarga sangat bersyukur karena mereka
tak percaya Masykur terlibat bom Bali,” kata Mirzen,
salah satu anggota Tim Pengacara Muslim, pengacara
Masykur. 

Apa yang dialami Masykur memang sebuah mimpi buruk.
Ketika itu pada September 2002 ia berkenalan dengan
seorang lelaki yang mengaku bernama Sutomo. Perkenalan
itu terjadi di rumah makan Nyonya Desi, tak jauh dari
rumah Masykur di Denpasar, Bali. Dalam perbincangan
sembari makan itu, Sutomo mengaku mencari rumah
kontrakan. Masykur lalu menunjuk rumah Ni Luh
Suandari, yang membuka kos di rumahnya. 

Setelah perkenalan itu, beberapa pertemuan pun
terjadi. Sutomo lalu meminta bantuan Masykur
mencarikan kendaraan sewaan. Dua tiga kali ia
mencarikan mobil rental untuk Sutomo. Masykur merasa
lumrah karena di daerah wisata seperti Bali sangat
lazim seorang pelancong mencari mobil sewaan. ”Sebagai
sesama manusia, membantu orang adalah wajar,” kata
Qadhar Faisal, salah satu pengacara Masykur. 

Perkenalan Masykur dengan Sutomo itu ternyata
berbuntut fatal. Pada 21 November 2002—sebulan setelah
insiden bom Kuta—di Banten polisi menangkap Sutomo
yang tak lain adalah Imam Samudra, tokoh utama insiden
bom Bali. Tak lama setelah itu Masykur tambah syok:
polisi juga menangkap dirinya dengan tuduhan membantu
Imam Samudra melakukan kegiatan sebelum pengeboman.
Belakangan ia malah diganjar hukuman 15 tahun di
pengadilan tingkat pertama dan kedua. 

Keputusan Mahkamah Konstitusi memberi harapan baru
buat Masykur. Mahkamah memutuskan menerima permohonan
uji material atas UU No. 16/2003 terhadap UUD 1945.
”Mahkamah menyatakan undang-undang itu tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, mencabut undang-undang
itu, dan menyatakan tidak berlaku,” kata Jimly
Asshiddiqie, Ketua MK. 

Undang-Undang No. 16/2003 adalah hasil penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 2/2002. Perpu ini dikeluarkan pemerintah
bersama-sama Perpu No. 1/2002, yang mengatur
pemberantasan tindak pidana terorisme. Ketika itu, tak
lama setelah bom Bali meledak, pemerintah kebingungan
karena tak punya landasan hukum untuk menjerat pelaku
insiden yang menewaskan sekitar 200 orang itu. Lalu
Perpu untuk bom Bali dikeluarkan dinyatakan berlaku
surut. Belakangan, Perpu No. 1/2002 disahkan menjadi
UU No. 15/2003 dan Perpu 2/2002 dijadikan UU No.
16/2003 (lihat infografik). 

Banyak yang menduga dikabulkannya permohonan judicial
review itu berarti dicabutnya semua undang-undang
antiteror. ”Yang dibatalkan hanya peraturan yang
memakai asas retroaktif atau pemberlakuan surut bagi
pengusutan kasus bom Bali,” kata Dirjen Hukum dan
Perundang-undangan, Abdul Gani, kepada Maria Ulfah
dari Tempo News Room. 

Cerita di balik pembatalan itu berawal dari keberatan
Masykur dituding membantu teroris. Karena itu, ia
mempraperadilankan Kepala Polda Bali. Gugatan diajukan
pada 20 Desember 2002 melalui kuasa hukumnya, Tim
Pengacara Muslim. Tapi sidang yang ditangani hakim
tunggal Cokorda Rai Suambha itu diwarnai demo massa.
Dua hari berturut-turut, ratusan orang dari Forum
Peduli Denpasar memenuhi ruang sidang, mencaci maki
dan menyerang pengacara Masykur. Menurut mereka,
pelaku pengeboman dan pembelanya adalah musuh orang
Bali. Gugatan pun ditolak. 

Ketika persidangan bom Bali dimulai, para pengacara
terdakwa pun gencar mempersoalkan pemberlakuan
undang-undang antiteroris yang berlaku surut. Mereka
juga mempersoalkan tidak adanya bukti cukup untuk
menghukum Masykur. Namun para majelis hakim dalam
kasus bom Bali menilai pemberlakuan undang-undang itu
secara surut tidak bermasalah. 

Menurut A. Wirawan Adnan, salah satu pengacara,
hubungan Masykur dengan Imam Samudra seharusnya hanya
menjadikan Masykur sebagai saksi. Apalagi ia hanya tak
sengaja berkenalan dengan orang yang mengaku bernama
Sutomo. Masykur, kata Wirawan, setara dengan Silvester
Tendean, pemilik Toko Tidar Kimia, Surabaya, yang
menjual bahan-bahan kimia kepada Amrozi. Di pengadilan
Tendean tak dijerat dengan UU Antiteroris, namun hanya
dikenai UU Darurat serta KUHP sehingga hanya dihukum
tujuh bulan penjara. 

Melihat berbagai kejanggalan itu, para pengacara
Masykur mencoba mencari jalan lain. Setelah Pengadilan
Tinggi Bali menguatkan putusan pengadilan negeri,
mereka mengajukan kasasi. Sambil kasasi, Masykur
memohon judicial review terhadap UU No. 16/2003.
Menurut para pengacaranya, undang-undang itu
bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 I ayat 1, yang
berbunyi, ”... hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.” 

Permohonan pengujian undang-undang diajukan Tim
Pengacara Muslim (TPM) ke Mahkamah Agung pada 1 Juli
2003. Sebelum ada Mahkamah Konstitusi, MA adalah
lembaga yang berwenang memeriksa dan mengadili
permohonan uji material. ”Oleh MA kami dikenai biaya
Rp 2 juta,” kata Adnan. 

Sebenarnya, menurut Adnan, mereka bisa saja memakai
perkara Amrozi ataupun Imam Samudra untuk meminta uji
material. Karena keduanya juga dijerat hanya dengan UU
Nomor 16/2003 itu. Namun para pengacara itu tak ingin
dicap membabi buta dalam membela para terdakwa. ”Kami
mengajukan judicial review ini untuk menegakkan
konstitusi, bukan sekadar membebaskan klien,” ujarnya.


Sementara permohonan judicial review belum diperiksa
MA, Mahkamah Konstitusi lahirlah. Kasus Masykur
dialihkan ke lembaga yang baru. Uang administrasi Rp 2
juta juga dikembalikan. 

Sidang-sidang selanjutnya berlangsung efektif. Dalam
sidang kedua, 10 Desember 2003, Mahkamah mengundang
pemerintah, diwakili Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Yusril Ihza Mahendra dan DPR, yang dihadiri
para pimpinan Komisi Hukum. 

Yusril menerangkan alasan pemerintah. Kata dia, kasus
bom Bali harus diberlakukan asas retroaktif karena
termasuk kejahatan luar biasa. Pemerintah juga
berpendapat alasan pemohon yang mendasarkan pada UUD
45 pasal 28 I tidak lengkap. Pasal itu harus berlaku
bersama pasal 28 J ayat 2 yang berbunyi, ”Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang....” 

Sidang berikutnya menghadirkan saksi ahli, yakni guru
besar hukum tata negara Universitas Indonesia Harun
Alrasid, anggota Komisi Hukum DPR Mutammimul Ula, dan
dosen ilmu hukum UI Maria Farida. Keterangan para
saksi memperkuat alasan pemohon. ”Retroaktif
bertentangan dengan asas legalitas hukum,” kata Harun.


Mutammimul Ula malah membeberkan keanehan proses
perubahan Perpu 2/2002 menjadi UU 16/2003. Menurut
dia, proses pembentukan undang-undang ini tidak
melewati prosedur pembahasan sesuai dengan aturan
persidangan parlemen. ”DPR mengabaikan prosedur dengan
tidak membahas Perpu ini dahulu,” ujarnya. Selain
dirinya, beberapa anggota DPR seperti almarhum Hartono
Mardjono dan Patrialis Akbar telah memprotes, tapi
palu pengesahan buru-buru diketukkan. 

Akhirnya, dalam lima kali sidang, MK memenangkan
permohonan judicial review Masykur. Mahkamah menilai
kewenangan pemberlakuan suatu undang-undang berlaku
surut berada pada pengadilan, bukan pada pembuat
undang-undang. Meskipun demikian, dari sembilan hakim
konstitusi, empat hakim, yakni Maruarar Siahaan,
H.A.S. Natabaya, Harjono, dan I Gede Dewa Palguna,
mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). 

Tapi, tak pelak lagi, putusan MK ini akhirnya
mengundang kontroversi. Sebab, pencabutan
undang-undang ini berdampak luas, terutama bagi para
terhukum dan tersangka kasus peledakan bom di Bali
pada 12 Oktober 2002. Jika dikaitkan dengan Pasal 263
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
putusan ini bisa dikategorikan sebagai sebuah keadaan
baru yang dapat melandasi diajukannya peninjauan
kembali (PK). Namun Ketua MA Bagir Manan memastikan
perubahan undang-undang tidak bisa dijadikan dasar
peninjauan kembali. 

Saat ini dari 33 tersangka bom Bali yang sudah
disidangkan, 28 kasus sudah berkekuatan hukum tetap.
Lima kasus dalam proses kasasi dengan terpidana Ali
Gufron, Najib Nawawi, Suranto, Sarjio, dan Roichan.
Dari 28 kasus, permohonan kasasi Imam Samudra dan
Amrozi sudah ditolak. Sedangkan yang lain sudah
menyerah di tingkat banding dan pengadilan negeri.
Termasuk yang langsung menerima di tingkat PN adalah
Ali Imron dan Hutomo Pamungkas alias Mubarok, yang
langsung mengajukan grasi. 

Para pelaku bom Bali yang vonisnya belum memiliki
kekuatan hukum tetap di tingkat MA pun bisa lolos. Hal
ini akan terjadi jika mereka hanya dijerat dengan UU
No. 16/2003 yang telah dinyatakan tidak berlaku itu.
Mereka juga tak bisa disidangkan lagi karena akan
melanggar asas ne bis in idem (seseorang dengan
perkara yang sama tidak boleh diadili dua kali).
”Mereka semua harus bebas demi hukum,” kata pengacara
Masykur, M. Luthfie Hakiem. Upaya polisi mengaitkan
Amir Majelis Mujahidin Ustad Abu Bakar Ba’asyir dengan
bom Bali pun dipastikan akan gagal. 

Karena itu, reaksi mulai bermunculan. Begitu putusan
diketukkan, Menteri Yusril angkat bicara. Menurut dia,
keputusan ini akan menyulitkan pemerintah dalam
menjerat pelaku bom Bali. ”KUHP tidak bisa menjerat
para pelaku yang memberikan fasilitas atau melindungi
aktor lapangan bom Bali,” ujarnya. ”KUHP hanya bisa
menjerat aktornya, tapi tidak jaringannya”. 

Tapi, menurut Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan,
diterimanya permohonan judicial review terhadap UU
Nomor 16/2003 ini tidak akan menghentikan langkah
penegakan hukum dalam kasus terorisme, terutama
terkait dengan kasus bom Bali. ”Andai kata (si pelaku)
lepas dari (jerat) bom Bali karena alasan berlaku
surut, dia tidak lepas dari perbuatan lain, yang kita
anggap sebagai terorisme, jika (perbuatan) itu
dilakukan setelah Undang-Undang No. 15/2003,” ujarnya
kepada Danto dari Tempo News Room. 

Kepala Polda Bali, Irjen I Made Mangku Pastika,
mengatakan putusan itu telah mengabaikan aspek
sosiologis masyarakat. ’’Teroris sudah membuat Bali
hancur. Secara sosiologis masyarakat Bali paling
merasakan,” ujarnya. Setelah putusan itu, beberapa
tokoh Bali berkumpul di DPRD membuat petisi kepada MA,
DPR, dan Presiden untuk mencopot lima hakim MK yang
mendukung pencabutan UU No. 16/2003. Mahkamah
Konstitusi dinilai telah menjadi lembaga superbody dan
telah memberikan kado yang sangat manis bagi para
teroris. 

Romli, yang juga bekas ketua tim perumus UU No.
16/2003, menyesalkan putusan ini pula. Menurut dia,
ada tujuh kelemahan putusan itu. Salah satunya,
Mahkamah tidak melihat kasus terorisme sebagai
kejahatan luar biasa. Ia pun menyesalkan mengapa para
anggota tim perumus seperti pengacara senior Adnan
Buyung Nasution, guru besar ilmu hukum Universitas
Diponegoro Prof. Dr. Muladi dan dirinya tak dimintai
kesaksiannya. ”Padahal implikasinya banyak,” ujarnya. 

Tapi Jimly membantah tudingan bahwa lembaganya memutus
perkara sembarangan. Menurut dia, pada Februari-Juli
2004 para anggota Mahkamah terus mengkaji masalah ini
dengan cermat. Menurut Jimly, pemberlakuan surut suatu
undang-undang akan membuka peluang bagi rezim penguasa
untuk membalas dendam pada lawan politiknya. 

Karena itu, di negara yang penegakan hukumnya maju
seperti Amerika Serikat, asas retroaktif juga tak
diberlakukan. Kekecualian memang pernah terjadi, yakni
dalam kasus pengadilan pemimpin Nazi di Nuremberg.
Tapi, setelah itu, asas pemberlakuan surut ini tidak
dipakai lagi. ”Inilah perbedaan cara berpikir politisi
dengan hakim,” kata guru besar hukum tata negara UI
itu (lihat wawancara Jimly: ”Politisi Mau Mudahnya
Saja”). 

Itulah sebabnya M. Luthfie menilai semua kekisruhan
ini berawal dari kesembronoan pemerintah dan DPR yang
terlalu buru-buru mengundangkan Perpu No. 2/2002 untuk
menjerat para pelaku bom Bali. ”Ini kecerobohan
politik yang nyata,” kata Luthfie. 

Tapi nasi telah menjadi bubur. 

Hanibal W.Y. Wijayanta, Sukma N. Loppies, Jalil Hakim,
dan Rofiqi Hasan (Denpasar) 


--------------------------------------------------------------------------------

Perjalanan Undang-Undang Antiteror 

Bom Bali 
12 Oktober 2002, bom meluluh-lantakkan Sari Club,
Paddy’s Café, dan beberapa bangunan di Jalan Raya
Legian, Kuta, Bali. Sedikitnya 202 orang tewas. 

Perpu Antiterorisme 

Pada 18 Oktober 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri
menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tidak Pidana Terorisme, dan Perpu No. 2
tentang Pelaksanaan Perpu No.1 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Peledakan Bom
Bali. 
Pada 6 Maret 2003, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
mengesahkan Perpu No. 1 Tahun 2002 menjadi
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003, dan Perpu No. 2 Tahun
2002 menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2003.
Penangkapan 

Pelaku bom Bali mulai tertangkap: 

in Nurhasyim, 5 November 2002. 
ul Aziz alias Imam Samudra, 21 November. 
hlas alias Ali Gufron, 3 Desember. 
Imron, 14 Januari. 
Awalnya polisi menetapkan 29 tersangka, kemudian
berkembang menjadi lebih banyak. Sebagian didakwa
dengan sederet pasal Undang-Undang No.15 dan 16 serta
Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang
Perencanaan dan Pelaksanaan Aksi Terorisme. 

Pembatalan Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 

Pada 23 Juli 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2003. Masykur Abdul Kadir,
salah satu pelaku yang sudah divonis 15 tahun penjara,
mengajukan uji material Undang-Undang No. 16/2003.
Lima dari sembilan anggota majelis hakim konstitusi
menerima dengan pertimbangan pemberlakuan asas
retroaktif atau berlaku surut tidak sesuai dengan
peristiwa bom Bali, yang belum termasuk kategori
kejahatan yang luar biasa. 

Pilihan Para Hakim 

Menerima 

Jimly Asshiddiqie 
Leica Marzuki 
Muktie Fajar 
Ahmad Rustandi 
Sudarsono
Menolak 

I Dewa Gede Palguna 
Maruarar Siahaan 
H.A.S. Natabaya 
Harjono
Tersangka Baru 
Pada 30 Juni 2004, lima tersangka baru ditangkap di
Solo, Jawa Tengah. Komarussin alias Fursan alias
Mustakim, Sabturani alias Ruslan, Rahmat Puji Prabowo
alias Yunus alias Pujo, dan Usman bin Sef alias Fahim
masih dalam penyidikan mengenai keterlibatan mereka.
Sedangkan Sunarto bin Kartodiharjo alias Adung diduga
terlibat dalam upaya menyembunyikan Dr. Azhari dan
Noordin M. Top, yang hingga kini masih buron. Tugas
Mahkamah Konstitusi 

Mahkamah Konstitusi bertugas menguji apakah sebuah
undang-undang bertentangan dengan konstitusi
(Undang-Undang Dasar). Termasuk dalam kewenangan
mahkamah ini adalah mengadili sengketa keputusan
antar-lembaga negara, menangani gugatan terhadap hasil
pemilu, membubarkan partai politik. Mahkamah
Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran konstitusi oleh
presiden dan/atau wakil presiden. 
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga baru dalam
ketatanegaraan kita. Ia baru dibentuk tahun 2003
setelah Amendemen Ketiga UUD 1945.



                
__________________________________
Do you Yahoo!?
New and Improved Yahoo! Mail - Send 10MB messages!
http://promotions.yahoo.com/new_mail 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Reply via email to