SURAT KEMBANG KEMUNING:
"AKU ANAK TIONGHOA" [2] Apakah yang diungkapkan oleh Kuntjahjo dalam sanjaknya "Aku Anak Tionghoa" itu benar? Apakah benar "Aku Anak Tionghoa" Indonesia adalah manusia Indonesia? Tidakkah mata sipit dan kulit kuning mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang asing di Indonesia dan "kolone kelima RRT" di Indonesia? Secara kebetulan aku pernah hidup di RRT selama beberapa tahun dan berikut ini adalah kesaksianku demi Indonesia, Republik dan kemanusiaan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, kalau mau menunjukkan semua data yang tersimpan di gudang kenyataan dari kurun ke kurun zaman, dari pulau ke pulau tanahair, bisa dipastikan ruang maya seperti ini sangat tidak memadai untuk menampung semuanya. Tapi dari seluruh data itu, semuanya akan mengantar kita kepada satu muara bahwa etnik Tionghoa yang hidup dari angkatan ke angkatan di Indonesia, bukanlah orang Tiongkok lagi tapi tidak lain daripada anak dan dan bangsa yang bernama Indonesia juga adanya. Pernyataan Anna dan Fina anak muda yang sekarang bekerja di Koperasi Restoran Indonesia,Paris yang mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak Indonesia bagiku sangat berarti. Anna mengaku dirinya sebagai orang Sunda sekalipun kulitnya kuning dan matanya sipit. Sedangkan Fina menyatakan dirinya sebagai anak Jakarta. Anna dan Fina keduanya lahir dan dibesarkan di bawah Orde Baru [Orba]. Berbahasa Mandarin [Phutong Hwa] pun keduanya tidak bisa. Bahasa ibu keduanya adalah bahasa Indonesia. Perasaan sebagai orang Indonesia pada kedua perempuan muda ini makin mengental ketika mereka berada di luar negeri. Ini adalah contoh yang kudapatkan di Paris. Kenyataan bahwa kedua perempuan muda yang lahir dan besar semasa Orba dan tanpa keraguan bahkan bangga menyatakan diri sebagai orang Indonesia bagiku sangat berarti. Dari pernyataan kedua perempuan remaja ini aku saksikan bahwa Indonesia dan keindonesiaan adalah sesuatu yang sudah menjadi kenyataan. Karena itu ide pemerdekaan diri daerah-daerah kukira sebagai sesuatu yang tidak tanggap zaman dan aspiratif. Penghisapan dan penindasan daerah oleh Jakarta hendaknya dipisahkan dari masalah keindonesiaan dan Indonesia. Bukan hanya Aceh dan Papua yang merasakan pahitnya peminggiran sebagai Indonesia tapi boleh dikatakan semua daerah dan etnik non Jawa. Kalau mau teliti, etnik Jawa pun tidak utuh. Adalah kekeliruan besar jika memandang semua orang Jawa yang mayoritas adalah penindas. Ide pemerdekaan diri kukira hanyalah jalan pintas paling gampang karena apakah dan siapakah yang bisa menjamin Aceh dan Papua Merdeka akan menghilangkan kesenjangan dan penindasan? Paling-paling akan muncul Papua dan Aceh menindas Aceh. Inikah hakekat kemerdekaan? Dari segi sejarah, orang Dayak jauh lebih punya dasar untuk menuntut pemisahan diri dari Republik Indonesia [RI], tapi kami -- mungkin orang lain akan menganggap kami dungu -- menuntut hak jadi tuan atas diri kami sendiri di kampunghalaman sendiri dan paling jauh berpendaoat NKRI berbentuk federasi. Aku harap Jakarta tidak mendesak orang Dayak tidak memaksa orang Dayak untuk membangun Republik atau negara sendiri. Para jendral dan pemegang kekuasaan di Jakarta kukira perlu memperhatikan benar masalah ini dan tidak menganggapnya sebagai angin lalu. Hendaknya dihilangkan pikiran bahwa segala-galanya bisa dipecahkan dengan laras senapan dan jangan menganggap daerah dan etnik-etnik tidak bisa bangkit menjadi subyek. Bukan hanya dijadikan obyek. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa di kalangan cendekiawan etnik Tionghoa pada masa Orba sempat tumbuh ide untuk membangun negara Tionghoa di wilayah RI dengan daerah Riau dan Kalimantan Barat. Republik Rakyat Tiongkok [RRT] segera memberi isyarat kepada kelompok ini agar tidak meneruskan usaha mereka. Tapi dari adanya ide ini yang perlu diperhatikan bahwa RI perlu mempunyai politik etnik dan daerah yang tanggap situasi dan aspiratif. Sentralisme ketat sudah kadaluwarsa dan hanya menumbuhkan pertikaian serta perpecahan. NKRI tidak identik dengan sentalisme. Ngotot dengan ide NKRI sama dengan sentralisme tidak lain dari penghancuran RI dan Indonesia. Kembali kepada masalah etnik Tionghoa Indonesia. Apakah sih sulitnyada dan apa sihndasarnya mengakui bahwa etnik Tionghoa yang nyata-nyata ada di Indonesia dan turut membangun RI sebagai salahsatu etnik di Indonesia? Mengapa etnik Arab, Eropa dan lain-lain tidak dipersoalkan? Tidakkah mempersalahkan soal ini merupakan petunjuk bahwa penanggung jawab politik negeri ini tidak bisa melepaskan diri dari pola pikir kolonialis? Coba perhatikan, sekalipun tidak sedikit dari warga etnik Tionghoa, sekalipun sudah mengambil kewarganegaraan negara lain, masih saja merasa diri sebagai orang Indonesia dan mendidik anak-anak mereka untuk mencintai Indonesia. Seorang teman dekatku di Sangapura, menjadi warganegara Singapura, tapi ia masih merasa diri sebagai orang Indonesia.Di Koperasi Restoran Indonesia aku banyak menemui orang-orang begini. Untuk mengisyaratkan penghormatanku, ketika melayani mereka, mereka aku layani secara khusus daan mereka memamahi isyarat itu."Dari segi cinta Indonesia atau patriotisme kami dari etnik Tionghoa sanggup bersaing dan bertanding dengan etnik mana pun", ujar seorang putra Indonesia dari etnik Tionghoa yang duduk di sampingku di pesawat dari Singapura ke Jakarta. Etnik Tionghoa Indonesia adalah orang Indonesia dan bukan "warga keturunan" seperti yang formal dan umum digunakan sekarang. Dari segi antropologis, tidak satu etnik pun di negeri ini yang berhak mengklaim diri sebagai penduduk asli Indonesia. Indonesia adalah konsep baru untuk suatu negeri, bangsa dan negara baru. Asli dan tidak asli dari segi nilai republiken sungguh sangat kadaluwarsa dan rasialistis. Karena itu kukira politik etnik dan daerah yang sesuai dengan motto "bhinneka tunggal ika" patut dipunyai,undang-undang dan peraturan-peraturan rasialis perlu segera dihapus kalau benar kita setia pada Indonesia sebagai suatu konsep agung dan indah. Jika tidak maka jangan sesali bumi dan langit apabila Indonesia yang sekarang lenyap dari peta. Aku harap hal ini bisa direnungi benar termasuk oleh para penganut militerisme, karena aku masih menduga militerisme tidak akan segera pupus dari peta politik Indonesia sebelum seluruh rakyat paham benar akan arti masyarakat sipil dan busuknya militerisme. Kukira politik dan nalar tidak bisa dipisahkan. Pengabaian nalar dalam politik akan menjadikan politik itu berbau busuk. Ini barangkali yang disebut politik para politisi. Dan bukan politik dalam arti sejati yang tak terpisahkan dari nalar. Malangnya politik Indonesia didominasi oleh anti nalar sehingga mengakibatkan negeri ini tergenang darah dan airmata serta hal-hal yang kebusukannya sangat menakjubkan. Dan di hadapan keadaan begini dunia pun banyak diam ketika uang merajai perhitungan dan membuat manusia jadi barang tak lebih bermakna dari sebuah terompah model mutakhir.Perlakuan terhadap etnik Tionghoa barangkali salah satu pernyataan kekinian dari filsafat politik anutan pemegang kekuasaaan sekarang di Indonesia. Indonesia yang tak segan membunuh, meminggirkan putra-putrinya sendiri. Indonesia yang bukan Indonesia yang diimpikan oleh para pembangun negeri dan repulik ini sehingga S.W. Kuntjahjo perlu memperingatkan :"Aku Anak Tionghoa", anak Indonesia. Paris, Agustus 2004. ------------------- JJ. KUSNI [Bersambung] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/