Catatan Seorang Klayaban:
MEMBACA SEBUAH PRESS RELEASE Yang saya maksudkan dengan Press Release di sini adalah Press Release yang disiarkan oleh Ahmad Daryanto dari posisi sebagai Ketua PPI Maastricht [Lihat: Lampiran]. Pertama-tama aku ingin berkomentar tentang istilah "kami" yang digunakan oleh Ahmad Daryanto dalam Press Release yang ia tandatangani selaku Ketua PPI Maastricht. Kukira secara surat resmi Press Release ini bisa dipertanyakan: Apakah ia dikeluarkan oleh Ahmad Daryanto sendiri sebagai Ketua PPI Maastricht dengan mengatasnamai PPI ataukah benar sebuah Press Release yang sudah dibicarakan secara kolektif PPI Maastricht sehingga Ahmad Daryanto berani menggunakan istilah "kami". "Kami" dan "saya atas nama PPI Maastricht" kukira secara redaksional mencerminkan dua keadaan dan cara kerja yang berbeda. Jika Ahmad Daryanto mengeluarkan Press Release tanpa membubuhkan kata-kata "atas nama PPI" sebelum mencantumkan kata-kata "Ketua PPI Maastricht" barangkali, redaksional begini mencerminkan keadaan seakan-akan ketua mengangkangi sendiri PPI. Apa arti pengangkangan individual atas sebuah organisasi? "Kami", "saya", "kita" sebagai kata ganti nama dalam bahasa Indonesia mempunyai pengertian berbeda-beda dan tentang hal ini kita ketahui bersama. Dengan mengetengahkan masalah kata ganti nama ini, yang aku inginkan tidak lain dari harapan agar kita mencoba menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai salah satu ujud dari kesadaran nasional dan pemahaman akan arti penting bahasa nasional dalam kehidupan berbangsa, bernegeri dan bernegara.Melalui kesadaran berbahasa. Apalagi sebagai anggota PPI calon penanggungjawab timbul-tenggelamnya bangsa, negeri dan Republik di masa datang. Jika calon penanggungjawab timbul-tenggelamnya bangsa, negeri dan Republik tidak mempunyai kesadaran bahasa , padahal bahasa merupakan cerminan dari runtutnya pikiran, lalu apakah keadaan begini tidak mencemaskan? Aku kutip kalimat Ahmad Daryanto sebagai contoh yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di atas: "Kami mencoba bercerita sedikit asal muasal diskusi ini". Siapa yang disebukt "kami" sementara secara redaksional Press Release ini aku kira tidak terlalu korek dilihat dari segi cara kerja organisasi yang tertuang dalam bahasa formalitas. Terlalu dicari-carikah permasalahan ini? Jika pertanyaanku ditanggap secara begini, maka pertanyaan berikutku: Anda bisa mendengar pendapat yang berlainan dengan Anda atau tidak.Ataukah hanya ingin mendengar pujian? Sebagai Ketua semestinya seseorang belajar mendengar dengan sabar dan belajar mencernakan yang diucapkan orang lain atas dasar prinsip bahwa "Yang berbicara tidak berdosa yang mendengar patut waspada" walaupun dari si pembicara dituntut juga syarat-syarat pengetahuan tentang yang diucapkan. Alinea kedua Press Release menulis sebagai berikut: " Kami percaya, kawan kawan yang terhalang pulang ini adalah 'the great resources' bagi kami yang muda-muda untuk bisa mendengarkan penuturan sejarah dari pengalaman yang dialami di negeri asing. Dan yang lebih penting, dan ini pula yang mendasari kenapa PPI Maastricht menggagas acara diskusi lintas generasi pertama kali adalah karena kami ingin belajar, belajar dari pengalaman bapak-bapak berjuang di negara asing dan diasingkan sendiri oleh bangsanya. Bagi kami ini adalah pelajaran penting untuk memaknai kembali sejarah, dan mensyukuri hidup dan karunia Tuhan yang diberikan. Mahasiswa yang terhalang pulang yang seperti disinggung dalam sketsa : "Diskusi informal lintas generasi Maastricht 2004" adalah living proofs dari sejarah yang generasi kami banyak tidak mengetahui sebelumnya". Dari alinea inipun aku melihat ketidak-telitian Ahmad Daryanto berbahasa Indonesia. Misalnya dalam cara menulis kawan-kawan dengan "kawan kawan" dan kesukaan menggunakan istilah asing [khususnya bahasa Inggris seperti "the great resources", "living proofs", "success story", "non-success story", "lesson learned", yang mengesankan ia merasa kurang bermartabat jika tidak menggunakan hanya bahasa Indonesia tanpa mengadokannya dengan bahasa asing. Sulit amat agaknya melepaskan diri dari penggunaan istilah asing walaupun masih mungkin dialihbahasakan ke bahasa Indonesia? Masalah ini bagiku adalah masalah pola pikir dan mentalitas.Kongkretnya rasa rendah diri menjadi Indonesia.Rendah diri yang dibangga agungkan. Aku melihat gejala ini sebagai suatu penyakit yang sedang diidap oleh bangsa kita. Secara isi , alinea kedua Press Release [Siaran Pers] ini juga menimbulkan pertanyaan: Apakah yang terhalang pulang dan klayaban itu terbatas pada mereka MAHDI [Mahasiswa Ikatan Dinas] ataukah juga termasuk mereka yang sedang bertugas di luarnegeri seperti para dilpomat dan mereka yang sedang diundang oleh negara lain dalam hubungan rakyat dengan rakyat, negara dengan negara? Membatasi pengertian yang terhalang pulang dan klayaban hanya pada MAHDI kukira Ahmad Daryanto menyempitkan pengertian yang digunakan oleh Gus Dur ketika mempermasalahkan soal ini. Dari segi politik, sejarah, pengelanan data, keliru dan sikap ini pun mencerminkan sikap picik dan tidak bisa meraih seluas mungkin lapisan yang masih mungkin dirangkul. Alinea kedua Press Release yang ditandatangani oleh Ahmad Daryanto ini pun mengandung soal lebih dalam dan penilaian salah terhadap mereka yang terhalang pulang dan klayaban.Ahmad Daryanto menulis dalam Press Releasenya: "" Kami percaya, kawan kawan yang terhalang pulang ini adalah 'the great resources' bagi kami yang muda-muda untuk bisa mendengarkan penuturan sejarah dari pengalaman yang dialami di negeri asing. Dan yang lebih penting, dan ini pula yang mendasari kenapa PPI Maastricht menggagas acara diskusi lintas generasi pertama kali adalah karena kami ingin belajar, belajar dari pengalaman bapak-bapak berjuang di negara asing dan diasingkan sendiri oleh bangsanya". Aku kira yang terpenting dari orang-orang klayaban dan terhalang pulang bukan "pengalaman yang dialami di negeri asing" tapi justru pengalaman mereka ketika bergiat di Indonesia. Mereka terhalang pulang dan klayaban, kecuali bagi MAHDI, terutama karena kegiatan mereka di Indonesia. Apa gerangan kegiatan di luar negeri yang lebih berarti daripada kegiatan di Indonesia sendiri? Aku kira dalam hal ini Ahmad Daryanto kurang cermat merumuskan sesuatu di dalam Pers Release dan juga kurang teliti memahami sejarah serta memberi penilaian. Hanya perlu digarisbawahi kerendahan hati Ahmad Daryanto untuk mau belajar dari pihak lain, yang di kalangan angkatan muda sekarang nampaknya sesuatu yang mewah. Kalau Ahmad Daryanto menggunakan istilah "living proofs", tidakkah "saksi hidup" itu sebenarnya menunjuk kepada kegiatan mereka di dalam negeri dan bukan di luar negeri? Jika pemahamanku tentang the "living proofs" ini benar maka nampak betapa Ahmad Daryanto amat kacau dalam menggunakan bahasa dan memahami kosakata.Nampak ada kecenderungan gagah-gagahan dan menggagahi dengan menggunakan istilah yang tidak diresapi maknanya. Dan barangkali mendengar komentar ini Ahmad Daryanto tidak senang. Mudah-mudahan tidak. Dan aku siap menyambut tangkisan menyelamatkan muka seperti kebiasaan umum orang Indonesia ketika menerima kritik. Akupun sangat menghargai sikap pribadi Dubes Moh.Yusuf yang berkata: "Saya tak mau meninggalkan ruangan sebelum berjabat tangan dengan bapak-bapak terhalang pulang, dan mendengarkan penuturan beliau-beliau". Sebagai diplomat pernyataan ini mempunyai arti penting. Kita berharap dan melalui kerja memperkuat masyarakat sipil, kelak kemudian diplomat tipe ini akan mendominasi barisan diplomat kita.Melalui diplomat-diplomat tipe inilah barangkali pemegang kekuasaan politik di Jakarta akan bisa membuka telinga nurani mereka dan tidak sibuk dengan mendengar suara kepentingan diri serta kelompoknya sendiri tapi mendahulukan Republik. Dari adanya diplomat tipe Moh. Yusuf, A.Silalahi, A.Irsan, L.Rustam, Yuli Mumpuni, A.Sitepu, dan lain-lain.. kita menyaksikan bahwa di barisan diplomat Indonesia sekarang paling tidak telah muncul sejumlah diplomat republiken di samping masih adanya diplomat Orba. Corak diplomat mana yang akan dominan , Jakartalah, terutama Departemen Luar Negeri yang menentukan. Wajah Jakarta ditentukan oleh imbangan kekuatan politik di lapangan. Kalau kekuatan republiken masih lemah,rasanya akan khayali membayangkan diplomat republiken akan dominan.Barangkali demikian! Hanya dari adanya diplomat-diplomat republiken seperti yang kita saksikan sekarang, aku melihat adanya percikan api yang barangkali bisa membakar padang ilalang. Percikan api yang mencerminkan sekaligus keadaan sosial-politik tanahair. Baris-baris komentar ini kugoreskan bukan untuk "membelejedi" Ahmad Daryanto, tapi justru karena melihat Ahmad Daryanto dan angkatannya sebagai angkatan muda tidak lain dari calon-calon penanggungjawab timbul tenggelamnya bangsa, negeri dan Republik di mana harapan bisa digantungkan. Tanahair dan bangsa adalah milik kita bersama, tapi dalam analisa terakhir ia adalah milik angkatan muda. Angkatan muda adalah matahari jam delapan sembilan pagi sedangkan aku tidak lebih dari senja menjelang malam. Mimpiku pun akan disergap kelam walaupun mungkin sejenak ia akan ada di sela-sela cahaya merah petang sebelum segalanya buram. Paris, Agustus 2004. ------------------- JJ.KUSNI Lampiran: De: "Ahmad Daryanto" <[EMAIL PROTECTED]> Objet: [bumimanusia] Press Release PPI Maastricht: Diskusi Budaya Lintas Generasi Maastricht 2004 Date: jeudi 26 août 2004 16:25 Press Release PPI Maastricht: Diskusi Budaya Lintas Generasi Maastricht 2004: Asal Muasal Assalamualaikum w.w dan salam sejahtera,Para Netters sekalian: Acara Diskusi Budaya Lintas Genarasi II yg kami selenggarakan tanggal 23 agustus 2004 yang lalu mendapat banyak tanggapan dan respon dari berbagai pihak. Kami mencoba bercerita sedikit asal muasal diskusi ini. Kami percaya, kawan kawan yang terhalang pulang ini adalah 'the great resources' bagi kami yang muda-muda untuk bisa mendengarkan penuturan sejarah dari pengalaman yang dialami di negeri asing. Dan yang lebih penting, dan ini pula yang mendasari kenapa PPI Maastricht menggagas acara diskusi lintas generasi pertama kali adalah karena kami ingin belajar, belajar dari pengalaman bapak-bapak berjuang di negara asing dan diasingkan sendiri oleh bangsanya. Bagi kami ini adalah pelajaran penting untuk memaknai kembali sejarah, dan mensyukuri hidup dan karunia Tuhan yang diberikan. Mahasiswa yang terhalang pulang yang seperti disinggung dalam sketsa : "Diskusi informal lintas generasi Maastricht 2004" adalah living proofs dari sejarah yang generasi kami banyak tidak mengetahui sebelumnya. Jadi objektif pertemuan tersebut adalah proses pembelajaran (lesson learned) bagi generasi muda baik success story dan/atau non-success story. Karena memang demikianlah eksistensi kita saat ini sebagai mahasiswa, belajar dari generasi pendahulu yang telah mengalami pasang surut sejarah dan pergantian musim.. Selanjutnya pada pertemuan kedua, itu berawal dari niat baik dari bapak Dubes Moh. Yusuf untuk mengakomodir dan mendorong kegiatan mahasiswa .Jadilah kami berfungsi sebagai fasilitator pada pertemuan minggu lalu. Suatu momen kecil yang kami amati dalam pertemuan kemaren yg bersifat manusiawi sekali: dalam pertemuan, dubes harus segera berangkat ke Jerman, keliatannya sudah telat, sementara beberapa bapak yg akan datang belum juga sampai di tempat acara. Bapak Dubes bilang ke kami yang lebih kurang berbunyi,"Saya tak mau meninggalkan ruangan sebelum berjabat tangan dengan bapak-bapak terhalang pulang, dan mendengarkan penuturan beliau-beliau". Akhirnya memang terjadilah dialog yang sehat dan hangat. Semua peristiwa yang terjadi pada diskusi lintas generasi Maastricht kemaren adalah suatu pertanda yang baik untuk terjadinya saling transfer pengetahuan dan pengalaman. Ini yang kami rumuskan sebagai lesson learned dalam objektif tsb. Sudah semestinya hubungan baik yang terjaga kembali dalam pertemuan budaya ini sama-sama kita pelihara. Salam Ahmad Daryanto (anto) Ketua PPI Maastricht. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/