Onderwerp: [temu_eropa] Mengingat RUU KKR (Tulisan di KOMPAS)
Van:       "IKOHI Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]>
Datum:     Wo, 1 september, 2004 12:16 pm
Aan:       [EMAIL PROTECTED]

Opini Selasa, 27 Juli 2004 

"Memoria Passionis" dan Rekonsiliasi 

Oleh Mugiyanto

DI tengah kesibukan menjelang Pemilihan Presiden babak kedua 20 September,
seyogyanya kita mengingat satu agenda kebangsaan yang amat mendasar pada masa
transisi ini, bagaimana negara menghadapi berbagai bentuk pelanggaran HAM yang
begitu masif di masa lalu (how to deal with the past).

Oleh para pemimpin negara, agenda ini sering disederhanakan menjadi rekonsiliasi
nasional. Begitu pentingnya rekonsiliasi nasional, sehingga semua calon
presiden-termasuk yang sudah tereliminasi-memasukkannya sebagai salah satu agenda
utama mereka.

Kini, DPR sedang membahas UU Rekonsiliasi setelah RUU-nya diserahkan pemerintah 26
Mei 2003 lalu. Panitia Khusus (Pansus) DPR yang membahasnya menyebut sebagai RUU
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Dari namanya, komisi yang nanti
terbentuk diharapkan bisa mengungkap kebenaran masa lalu, sehingga ke depan bisa
tercipta rekonsiliasi nasional.

Sebagai korban peristiwa pelanggaran HAM, penulis tidak keberatan dengan agenda
rekonsiliasi nasional. Rekonsiliasi nasional disadari sebagai syarat pembangunan
sebuah entitas kebangsaan. Tetapi yang harus disadari, rekonsiliasi nasional adalah
sebuah tujuan. Sebagai tujuan ia adalah hasil proses. Tercapai-tidaknya sebuah
tujuan, ditentukan proses yang mengarah pada tujuan itu. Dalam proses-proses inilah
interaksi, dialog, dan dinamika terjadi di antara entitas yang hendak
direkonsiliasikan itu.

Penting, pengungkapan kebenaran

Perkembangan pembahasan RUU KKR yang kini terjadi di DPR, menurut penulis, sudah
sampai taraf mengkhawatirkan, karena itu perlu ditanggapi serius. Di Kompas (20/7)
disebutkan, ada kecenderungan kuat, judul yang yang semula bernama RUU Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi akan diubah menjadi RUU Komisi Rekonsiliasi atau RUU
Komisi Persatuan Nasional untuk Rekonsiliasi. Lebih jauh disebutkan, unsur TNI di
DPR menghendaki penghilangan kata "Kebenaran" dengan alasan agar tercipta suasana
rujuk di antara anak bangsa. Bila kebenaran diungkap, rujuk akan kian jauh, karena
ada pengadilan. "Mari kita kubur masa lalu dan menuju masa depan," kata anggota
Pansus RUU KKR Fraksi TNI, Mayjen TNI Djasri Marin.

Berbeda dengan yang diharapkan anggota Fraksi TNI di DPR, dikhawatirkan akan
menjauhkan kita dari tujuan rekonsiliasi nasional sendiri. Yang lebih membahayakan,
Fraksi TNI mengajak untuk melupakan sejarah atau kebenaran dengan mengubur masa
lalu. Padahal esensi sebuah komisi semacam ini adalah not to forget (tidak untuk
melupakan).

Lantas, apa yang salah dengan mengubur masa lalu saat kita hendak melangkah ke
depan? Fraksi TNI menilai, mengingat masa lalu sama dengan mengorek luka lama,
sehingga dendam akan tumbuh dan berkembang biak. Karena itu rekonsiliasi tak akan
terjadi.

Sebaliknya, penulis mengangga
p, mengingat dan mengetahui masa lalu membuat kita bisa belajar dan memetik hikmah
dari yang baik dan buruk. Sesuatu yang buruk di masa lalu akan menjadi peringatan
agar tidak terulang di masa kini dan mendatang. Ingatan akan masa lalu yang buruk
dan hitam, yang penuh derita (memoria passionis) akan menjadikan manusia berusaha
menghindarinya.

Dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu, pesan-pesan yang muncul dari memoria
passionis tidak hanya dirasakan korban, tetapi juga pelaku dan masyarakat luas.
Dalam hal ini, ingatan akan kebenaran masa lalu adalah pendidikan publik yang akan
memberi sumbangan pada pengetahuan masyarakat tentang penderitaan korban dan
membantu menggerakkan masyarakat mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan
(Douglas Casses, Paul van Zyl dan Priscilla Hayner; 2000).

Penulis menganggap, ketidaktahuan kelompok korban akan kebenaran masa lalu yang
hitam, akan menumbuhkan rasa dendam membabi buta kepada mereka yang dianggap sebagai
pelaku. Sebaliknya, saat kebenaran terungkap, segala sesuatu yang sebelumnya dinilai
secara semena-mena dan membabi buta menjadi jernih. Rasa keadilan bagi korban (yang
secara negatif disebut dendam), menjadi tanggung jawab peradilan.

Kebenaran bagi korban

Sejak RUU KKR dibahas di DPR pertengahan 2003, berbagai lembaga HAM mengkritisinya
sebagai kurang relevan, karena tidak adanya syarat-syarat politik yang mendukung.
Mereka khawatir RUU KKR tidak bisa mengungkap kebenaran dan memberi keadilan bagi
korban.

Bahkan kelompok korban pelanggaran berat HAM yang tergabung dalam Solidaritas
Kesatuan Korban Pelanggaran HAM (SKKP-HAM) yang merupakan kesatuan korban peristiwa
1965/1966, Tanjung Priok 1984, Lampung 1989, Penculikan 1997/1998, Trisakti-Semanggi
I dan II, korban peristiwa Mei 1998 menyatakan menolak RUU KKR karena dinilai
menjadi alat impunitas pelanggar HAM. Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus DPR, November 2003.

Menariksekali apa yang selama ini disuarakan para orangtua yang kehilangan anaknya
dalam hiruk-pikuk politik. Dalam film Batas Panggung; Kepada Para Pelaku, sebuah
film dokumenter tentang kasus penghilangan paksa di Indonesia yang diproduksi
Offstream bersama Kontras, Paimin, orangtua Suyat yang hilang diambil penculiknya di
Solo awal 1998 berkali kali mengatakan "Karep kulo niku, yen ijih yo ning ngendi,
yen wis mati, kuburane yo ing ngendi, ben ora semumpel ing ati" (Saya inginkan,
kalau memang-anak saya-masih ada di mana, tetapi kalau sudah mati kuburannya di
mana. Biar tidak mengganjal di hati).

Kebenaran, sekali lagi adalah tuntutan utama orangtua korban seperti Paimin. Bukan
untuk mendendam, tetapi untuk ketenangan, sehingga bisa melanjutkan hidup yang masih
panjang.

Nyawa rekonsiliasi

Salah satu alasan Fraksi TNI menolak pengungkapan kebenaran adalah untuk menghindari
pengadilan. Dalam pergaulan internasional pun dikenal tiga hak korban yang telah
dirumuskan secara komprehensif oleh Theo van Boven, meliputi hak atas kebenaran (the
rights to truth), hak atas keadilan (the rights to justice) dan hak atas pemulihan
(the rights to reparation), terdiri atas rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi.
Pengingkaran atas hak-hak korban hanya akan menjadikan rekonsiliasi nasional yang
hendak dicapai menjadi rekonsiliasi yang dipaksakan, rekonsiliasi tanpa nyawa.

Ketika kita sadar, agenda rekonsiliasi nasional adalah agenda kebangsaan yang
menentukan jalan hidup bangsa, pengerjaannya pun harus dengan pertimbangan
kebangsaan. Pansus DPR menargetkan RUU KKR disahkan menjadi UU sebelum masa tugas
mereka berakhir 30 September 2004. Dengan alasan itu, seluruh fraksi DPR setuju
menarik puluhan usulan penyempurnaan pasal-pasal dalam Daftar Inventarisasi Masalah
(DIM). Terlihat DPR mengerjakan urusan kebangsaan secara pragmatis dan mengejar
target.

Memoria passionis, ingatan akan penderitaan sama sekali tidak masuk pertimbangan
DPR. Bagi mereka, sebagaimana dikatakan Ketua Pansus, Sidharto Danusobroto, setiap
UU adalah hasil kompromi politik.



Mugiyanto Korban penculikan 1998, Ketua IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia)



DESAPARECIDOS, NUNCA MAS! 
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia - IKOHI 
Indonesian Association of Families of the Disappeared
Jl. Cisadane No. 9, Telp: +62-21-31907201
Email: [EMAIL PROTECTED] 
JAKARTA - INDONESIA



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke