Assalaamu'alaikum wrwb, Salam Sejahtera

Tulisan menarik dibaca ketika berita-berita tentang
berbagai aksi terorisme kembali menyeruak, seperti
soal serangan teroris 9/11, dan yang teraktual,
serangan terhadap Kedubes Australia di Jakarta. 
_________

http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=414

Teori Konspirasi Selalu Meneror Kebenaran
Tanggal dimuat: 15/9/2003

Tepat hari Kamis, 11/09/03 yang lalu, Radio 68H
Jakarta mengadakan diskusi untuk mengevaluasi 2 tahun
perang melawan terorisme. Berbagai pandangan, mulai
dari analisis suasana geo-politik global di Timur
Tengah, sampai persoalan meningkatnya radikalisasi
agama di Indonesia dibahas dalam diskusi tersebut.
Diskusi tersebut mendatangkan antara lain, Dr Syafii
Anwar, Ismail Yusanto dan Musthafa Abd Rahman. Berikut
perbincangan mereka:

Dr Syafii Anwar:

Saya melihat tiga respon atau pendekatan terhadap
tragedi 11 september 2001 di dunia Islam. Pertama,
mereka yang percaya pengeboman di New York itu
dilakukan kelompok Islam radikal, atau dalam bahasa
Barat disebut kelompok fundamentalis Islam. kelompok
ini yakin betul dengan keabsahan pendapatnya, dan
mereka mengait-ngaitkan tragedi itu dengan operasi
Jaringan Al-Qaidah pimpinan Usamah Bin Ladin. 

Kedua, mereka yang melihatnya sebagai sebuah fakta,
tapi lebih percaya pada teori konspirasi atau teori
komplotan. Kelompok ini percaya teori konspirasi
karena tidak percaya kelompok Islam melakukan aksi
dahsyat tersebut. Bagi mereka, tragedi itu tak lebih,
dilakukan antek-antek Amerika, baik Yahudi, Kristen,
atau lainnya. Pendekatan kedua ini laris berkembang di
negeri kita.

Ketiga, mereka yang mengambil posisi ambivalen;
mengutuk peristiwa tersebut di satu sisi, tapi
pendapat mereka tetap ngambang alias tidak jelas di
sisi lain. Itu disebabkan mereka mempertimbangkan
bahwa itu semua sulit dibuktikan.

Nah, saya sendiri berpendapat bahwa ketiga-tiganya
punya kelebihan dan kekurangan. Saya ingin menambahkan
teori atau pendekatan yang keempat, yaitu pendekatan
yang menekankan perlunya verifikasi empirik. Kita tak
bisa begitu saja mengatakan ini dan itu. Diperlukan
verifikasi empirik yang mendalam ketika mengatasi atau
menyelidiki kasus tersebut. Saya mengajukan ini karena
ketiga pendekatan tersebut memiliki banyak kelemahan,
terutama teori konspirasi yang sangat populer di
Indonesia.

Teori konspirasi adalah teori yang dibangun atas dasar
prakonsepsi, asumsi-asumsi atau bahkan imajinasi yang
sudah kita bangun lebih dulu, dan itu sulit
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dia selalu
mengarah pada apa yang disebut pharanoia within
reason. Jadi ada semacam pharanoia dalam akal pikiran.
Teori konspirasi juga biasa mengembangkan apa yang
dalam ilmu komunikasi disebut sistimatically
distortion of information, informasi yang sengaja
didistorsi secara sistimatis, sehingga sulit untuk
dipertanggungjawabkan. Teori konspirasi juga mengarah
pada terrorizing of the truth, meneror kebenaran itu
sendiri, karena sulit dibuktikan. Nah, itulah yang
perlu disaring.

Sangat sulit mengatakan siapa pelaku terorisme itu
hanya dengan mengandalkan teori konspirasi. 

Terus terang, di kalangan Islam terdapat juga dakwah
yang mengarahkan pada aksi-aksi yang radikal. Ada
banyak ajaran yang berangkat dari asumsi-asumi
pembedaan dan pengotak-ngotakan. Dalam bahasa agama,
itu bisa disebut minna waminkum, kita dan mereka, us
and them. Ini disebabkan tafsir atas ayat-ayat
Alqur’an yang sudah mengalami proses radikalisasi. 

Ayat walan tardlâ dan lain sebagainya dapat dijadikan
misal. Ayat tersebut secara semena-mena
ditransformasikan sedemikian rupa, ditambahi muatan
politik, dan dikeluarkan dari konteksnya yang asli.
Lantas dia menimbulkan state of mind yang cenderung
melakukan terrorizing of the truth atau terorisme atas
kebenaran itu sendiri.

Dalam konteks sekarang, inilah yang mungkin dilakukan
orang-orang yang ingin mencari popularitas diri.
Mereka menegasikan bahwa dalam Islam terdapat
bentuk-bentuk radikalisme. Mereka berusaha keras
menolaknya. Padahal, hasil kajian-kajian yang ada
--termasuk yang pernah saya lakukan sejak tahun
1980-1984—memperlihatkan banyak sekali buku-buku dan
pamflet-pamflet yang secara terang-terangan melakukan
aksentuasi atas ajaran-ajaran Islam yang radikal. 



Musthafa Abd. Rahman: (Wartawan Kompas untuk kawasan
Timur Tengah):

Saya sangat terkejut mendengar lagu Usamah bin Ladin
di Indonesia. Di Timur Tengah sekian tahun, saya
justru tidak mendengar Usamah dilagukan. Usamah
terlanjur dijadikan simbol atau inspirator terorisme
internasional. Tentu kata terorisme di sini masih
dalam tanda kutip, sebab defenisi terorisme itu saja
sampai sekarang belum final. Di Timur Tengah, masih
saja ada polemik yang tak habis-habisnya tentang apa
definisi terorisme. 

Saya akan menyampaikan fenomena pertarungan antara
Amerika Serikat dengan gerakan Islam Politik, dan
mungkin, sekelumit tentang bagaimana masa depannya.

Tragedi 11 september 2001 merupakan titik kulminasi
pertarungan antara gerakan Islam Politik dengan Dunia
Barat, khusunya Amerika Serikat. Sesungguhnya,
pertarungan sudah dimulai jauh sebelum itu, persisinya
sejak awal tahun 1970-an, ketika meletus perang
Arab-Israel pada tahun 1973. Waktu itu, Presiden
Mesir, Anwar Sadat, untuk pertama kalinya
mengumandangkan bendera Islam dalam melawan Israel. 

Perang lalu disusul oleh embargo minyak yang dilakukan
negara-negara Arab konservatif seperti Kuwait, Arab
Saudi, dan Uni Emirat Arab atas Barat. Sebelum itu,
perlawanan atas kekuatan Barat di Timur Tengah
dipersonifikasikan dalam wujud Isreal dan itu diusung
oleh kekuatan nasionalisme Arab, baik dalam bentuk
Naserisme di Mesir, dipimpin Gamal Abden Naser ataupun
Baathisme, alias kekuasaan Partai Baath di Suriah dan
Irak. Khadafisme yang dipimpin Moammar Qadhafi di
Libya juga. 

Gerakan-gerakan itu, semuanya memiliki latar belakang
nasionalisme Arab yang kuat. Tapi kekalahan
negara-negara Arab terhadap Israel dalam perang 1967,
sungguh menyakitkan. Tanah Arab yang sangat luas
seperti Gurun Sinai, Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran
Tinggi Golan, dicaplok. Kekalahan nasionalisme Arab
itu akhirnya memicu bangkitnya gerakan Islam Politik
di Timur Tengah.

Dalam perang tahun 1973, Sadat tak lagi mengobarkan
nasionalisme Arab, tapi memilih mengibarkan Islam. Itu
kemudian diringi oleh embargo minyak dari negara Arab
konseravatif atas Barat. Pada puncaknya, kita
menyaksikan meletusnya Revolsi Islam di Iran pada
1979.

Ternyata, pertarungan Amerika dan gerakan Islam
Politik, di kemudian hari bukan semakin memuncak.
Kenapa?

Pada waktu Irak menginvasi Kuwait, Amerika Serikat dan
kekuatan Barat terpaksa ikut campur dan berperang.
Setelah mengusir Irak dari Kuwait, Amerika bukannya
mengevalusi kebijakan politiknya di Timur Tengah, tapi
justru semakin menguatkan cengkramannya. Iniah yang
memicu reaksi balik yang sangat keras, khususnya dari
kelompok Al-Qaidah pimpinan Usamah bin Laden. Selama
dekade-dekade terakhir ini, pertarungan terus
berlanjut dan semakin memuncak. Ini ditandai tragedi
11 september 2001. Bagaimana masa depan pertarungan
itu?

Sebagian besar pengamat pesimsis akan ada solusi
kompromi atau damai dalam petarungan dua kekuaatan
ini. Kenapa? Amerika semakin mengukuhkan kebijakan
konfrontasinya, misalnya dengan mengeneralisasi semua
kelompok-kelompok yang anti Barat sebagai teroris.
Hamas dan kelompok Jihad Islam di Palestina, menurut
versi Amerika, Israel dan negara-negara Barat, adalah
teroris. Padahal, mereka menyebut apa yang mereka
lakukan sebagai perang membebaskan Tanah Air mereka
sendiri.

Kelompok Hizbullah di Libanon Selatan, oleh Amerika
juga dituduh teroris. Hizbullah selama ini berperang
melawan Israel di Libanon Selatan demi membebaskan
tanahnya sendiri. Amerika tidak berhenti di situ, tapi
menekan Pemerintahan Libanon dan Suriah untuk
membekukan aset kekayaan Hizbullah dan bahkan
membubarkannya. Membubarkan Hizbullah atau membekukan
asetnya beresiko luar bisa, karena mereka memiliki
kekuatan yang sangat besar. Susah bagi Pemerintahan
Libanon untuk menghadapinya.

Orang-orang Hizbullah sudah masuk parlemen. Mereka
memiliki rumah sakit terbaik di Beirut Barat.
Hizbullah juga memiliki sayap militer yang tangguh dan
berpengalaman. Mereka berhasil mengusir tentara Isreal
dari Libanon Selatan pada tahun 2000. Ini adalah
situasi krusial di Timur Tengah.

Karena itu, masa depan konfrontasi Amerika dan gerakan
Islam Politik sangat suram dan berwajah pesimistik.
Amerika di satu pihak semakin memperkuat
cengkramannya, sementara gerakan Islam Politik juga
tidak mau mundur, ataupun berkompromi. Bahkan, mereka
menciptakan kreasi-kreasi baru dalam melawan hegemoni
Amerika dan Barat.

Maraknya aksi bom bunuh diri adalah bagian dari kreasi
itu. Itu merupakan kreasi yang tidak bisa dibendung
oleh teknologi canggih sekalipun. Misalnya Isreal.
Dengan sistem keamanan yang berlapis-lapis, mereka
tetap saja bisa ditembus. Aktivis Hamas dan Jihad
Islam selalu berhasil menyusup ke kota-kota besar
Isreal. Tidak tanggung-tanggung, mereka berhasil
melancarkan aksi bom bunuh diri yang membawa korban
cukup besar. Setiap mereka melontarkan ancaman, mereka
selalu berhasil. Inilah bentuk kegagalan sistem
keamanan atau teknologi militer yang dimiliki Isreal.

Begitu pula yang terjadi di Irak. Pasca jatuhnya
Saddam, rakyat Irak tetap melakukan perlawanan dengan
perang gerilya. Hampir setiap hari, ada saja pasukan
Amerika yang tewas. Kalau setahun berjumlah 365 hari,
berarti akan ada sekitar 365 pasukan Amerika yang
tewas dalam setahun. Dampak politiknya tentu luar
biasa. Seperti kita ketahui, perlawanan di Irak juga
disponsori oleh kelompok Islam, khususnya kelompok
Ikhwanul Muslimin di Irak Tengah, yang dikenal sebagai
basis Islam Sunni.

Ada beberapa kekuatan baru di Irak pascainvasi
Amerika. Ada Islam Sunni, di utara ada Kurdi dan di
selatan ada Syiah. Tiga kekuatan ini merupakan
kekuatan baru pascainvasi, dan mereka tertindas pada
masa Saddam Hussein. Mereka anti-Saddam sekaligus
anti-Amerika. Seandainya ada loyalis Saddam yang ikut
mendompleng perlawanan Ikhwanul Muslimin di Irak, itu
sesungguhnya hanya sementara saja, untuk menghadapi
musuh bersama. Suatu saat, ketika perlawaan berhasil,
mereka pasti akan pecah. Islam Sunni pasti membalas
aktivis Partai Baath yang berideologi nasioalisme.
Mencari solusi kompromi antara gerakan Islam Politik
dan Amerika dalam waktu pendek atau menengah, saya
kira sangat susah.

Kalau melihat fenomena beberapa bulan terakhir, invasi
ke Irak justru memicu radikalisme. Tidak hanya di
Irak, radikalisme juga meluas ke Riyadh, Casablanca,
dan juga Palestina. Di Irak sendiri Amerika mengalami
kesulitan luar biasa. Kita tahu, menjelang invasi ke
Irak, semua kekuatan dunia, termasuk PBB, didepak oleh
Amerika. Sekarang, Amerika mengemis-ngemis supaya
kekuatan negara lain dilibatkan di Irak. Itu
sebetulnya untuk menutup kegagalan Amerika di Irak.
Peristiwa ini dipastikan bedampak politik yang serius
di Amerika, khususnya menjelang kampanye presiden
tahun depan.



Ismail Yusanto (Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia):

Dalam dunia yang sudah borderless ini, persoalan aksi
dan reaksi atas kekerasan mudah dilihat. Apa yang
terjadi di Timur Tengah bisa disaksikan siapapun yang
mengikuti media massa. Keprihatinan, sentimen dan
semangat perlawanan begitu mudah menyebar, sebagaimana
mudah menyaksikan ketidakadilan.

Saya kita, penting bagi kita membuka wacana yang lebih
komprehensif ketika berbicara masalah perang melawan
terorisme. Kita jangan terjebak dalam persoalan
reaksi, tapi tidak pernah mengkaji aksi. Reaksi selalu
terjadi setelah aksi. Reaksi perlawanan orang-orang
Palestina terjadi karena ada aksi Israel. Demo
anti-Amerika juga reaksi atas langkah Amerika bergerak
ke Irak. Amerika juga menganggap tindakannya reaksi
atas peledakan gedung WTC. Itu merupakan lingkaran
aksi dan reaksi.

Ada beberapa poin masalah perang melawan terorisme.
Pertama, dari segi definisi saja kata terorisme sudah
sangat pejoratif. Kalau kita konsisiten dengan
definisi terorisme sebagai sekelompok orang yang
menempuh jalan kekerasan dalam mencapai tujuan,
mestinya itu juga berlaku untuk semua orang dan semua
kelompok. Tapi nyatanya tidak. 

Hamas dimasukkan dalam daftar Foreign Terrorist
Organization. Padahal, mereka hanya mengupayakan untuk
mengusir Isreal dari wilayah Palestina.

Bagaimana mungkin Hamas dicap teroris, sementara yang
menimbulkan reaksi tidak dicap apa-apa. Sampai saat
ini, Israel selalu menggunakan kekerasan dalam
mencapai tujuan. Mereka mengusir penduduk dengan
kekerasan, membunuh tokoh Hamas, dan tokoh Palestina
lainnya. Untuk menekan Yasser Arafat pun dengan
kekerasan.

Nah ini yang saya lihat dari AS. Dari definisi saja
kita tidak adil. Ketidakadilan berlanjut sampai
masalah penanganan perang melawan terorisme. Perang
melawan terorisme menjadi perang melawan kelompok yang
dianggap sebagai teroris, tidak kelompok lainnnya.
Perang hanya melawan Hamas, tidak melawan Israel.
Melawan Syekh Ahmad Yasin, tidak terhadap Ariel Sharon
yang tangannya berlumuran darah. Sharon dulunya adalah
arsitek pembantaian Shabra dan Shatila, dan Kamp
Jenin.

Kedua, ada spektrum cukup lebar dalam reaksi umat
Islam atas berbagai persoalan yang berkaitan dengan
aksi Amerika maupun Israel. Ada yang menanggapi
biasa-biasa saja, bahkan menganggap itu bukan pesoalan
dia. Ada yang sedikit serius, muncul dalam
perbincangan-perbincangan. Tapi ada yang lebih serius
lagi, sampai mengeluarkan statemen, berdemo, ataupun
mengeluarkan petisi. Ada juga yang lantas menempuh
langkah kekerasan.

Sekarang sebagian kawan kita menempuh jalur paling
kanan. Mengapa? Karena dalam pendangan mereka, Amerika
sudah mengajak berperang, untuk itu perlu dilayani.
Teman-teman alumni Afganistan tidak berhenti mungkin
yang berada di posisi ini. Saya kebetulan punya kontak
dengan satu-dua orang di antara mereka. Mereka
mengingatkan koleganya bahwa ketika di Afganistan,
waktu di kamp militer atau pelatihan jihad, tujuannya
adalah untuk menggerakkan jihad di mana-mana. Sekarang
muncul masalah yang harus dihadapi; intervensi Amerika
atas Afganistan dan Irak. Ada kasus Ambon dan Poso.

Dalam konteks ini, saya mengira Amrozi atau Imam
Samudra memang sedang menempuh apa yang mereka yakini
sebagai kewajiban yang harus ditempuh seorang muslim,
sebagai reaksi atas kezaliman yang menimpa umat Islam.
Bahwa kemudian kejadiannya seperti itu, ini persoalan
lain lagi.

Saya kira, kita tidak sependapat dengan apa yang
mereka lakukan di Bali, di Marriott dan lainnnya.
Hizbut Tahrir sendiri secara resmi mengeluarkan
pernyataan pada 6 Agustus lalu. Di situ kami mengutuk
pelaku peledakan bom Marriott sebagai tindakan zalim
luar biasa. Syariat Islam melarang dengan tegas,
dengan motif apapun, membunuh orang tanpa hak, merusak
milik pribadi dan fasilitas umum, apalagi bila
tindakan itu mengakibatkan jatuhnya korban dan
meluaskan rasa takut. Itu sikap kita.



Syafii Anwar:

Menurut saya, tidak adil mengatakan bahwa gerakan
radikal Islam tidak ada. Akar historisnya cukup
banyak, mulai dari Kartosuwiryo dan lainnya. Saya
tertarik pada respon Mas Ismail, khususnya tentang
radikalisasi respon kita atas dinamika Timur Tengah.
Ini penting sekali. Seperti dikatakan Mas Musthafa, di
Timur Tengah sasaran konflik jelas, yaitu Israel,
Amerika atau apapun kekuatannya. Tapi ketika
mentransformasikan itu dalam konteks Indonesia,
persoalannya menjadi lain. Sebab korbannya --kalau
kita berkaca pada daftar korban bom Marriott—adalah
sopir taksi, bahkan orang yang tekun beribadah. Inikan
sangat ironis. Saya bertanya, apa yang membuat mereka
melakukan tindakan itu?

Sebagai muslim, saya merasa risau ketika Amrozi cs
terus memekikkan “Allahu Akbar”. Dia juga mengaku
tindakannya benar, dan dia merasa sedang berjihad. Ini
lantas menjadi image. Pengalaman saya di Australia
menunjukkan sangat sulit menghilangkan image Islam
sebagai religion of fear, sebagai agama yang
menautkan. Kadangkala saya juga melihat tendensi
politik yang coba mengapitalisasi perkembangan itu. 

Mari kita berlaku jujur. Dalam kalangan Islam ada
metode dakwah yang radikal, minna minkum, kita-mereka,
us and them. Sasarannya juga tidak jelas. Konsep
dakwah yang fundamental selalu bil hikmah, dengan
kebijaksanaan, wal mau‘idhatil hasanah, dengan teladan
yang baik, wajâdilhum billati hiyâ ahsan, dengan
perdebatan yang bermoral.

Ini yang tidak bisa ditransformasikan secara adil,
ditambah pula dengan penafsiran yang lepas konteks,
isolatif, dan tidak mengacu pada pendapat yang benar.
Makanya, ketika dicover media, terjadi proses
generalisasi yang salah. Amerika juga salah. Tapi
kelompok Islam politik selalu menuduh bahwa image itu
diciptakan Amerika. Pemimpin Islam juga harus jujur,
bahwa ada dakwah yang radikal, dan itu harus kita
atasi dengan baik.



Ismail Yusanto:

Ketika ditanyai wartawan dalam dan luar negeri tentang
vonis mati bagi Amrozi, saya selalu berkomentar,
“Kalau betul dia yang melakukan, itu adalah hukuman
yang pantas. Sebab, dalam Islam juga dikenal hukum
qisas.” 

Tapi kita juga perlu mempertanyakan hukuman apa yang
patas untuk Bush yang telah melakuan pembunuhan luar
biasa di Irak. Amrozi mengatakan bahwa dia keliru.
Yang dia sasar adalah turis Amerika, tapi yangbanyak
menjadi korban adalah turis Australia. Ini kekeliruan
fatal, dan dia pantas dihukum untuk itu. Tapi Bush
juga keliru. Dia bilang akan ke Irak untuk mencari
senjata pemusnah massal, ternyata tidak ada. Maksud
saya, equality ini harus kita kembangkan. Kalau kita
mau perang melawan terorisme, maka harus global,
menyeluruh, bukan sepihak.



Musthafa Abd. Rahman:

Saya ingin bicara mengapa muncul kelompok radikal. Ini
memang agak rumit. Seperti kita tahu, orang kedua
jaringan Al-Qaidah bernama Aiman Al-Zawahiri. Dia
adalah pemimpin Tanzimul Jihad sempalan Ihkwanul
Muslimin. Mereka tidak puas dengan Ikhwanul Muslimin
karena terlalu akomodatif pada pemerintah Mesir.
Perbedaan aspirasi itu, memunculkan Jamaah Islamiah,
Tanzimul Jihad, dan banyak lagi. 

Pijakan ideologis Aiman adalah tokoh Ikhwanul Muslimin
tahun 1950-1960. Dia suka karya-karya Hasan Al-Banna
dan Sayyid Qutb yang menjadi mainstream pemikiran pada
tahun tersebut. Inilah yang menjadi idola aktivis
gerakan Islam sekarang ini. 

Tanzimul Jihad juga mengusung ideologi Pan-Islamisme.
Mereka berambisi mengembalikan kejayaan Islam seperti
masa Dinasti Umayyah, Abasiyyah dan Ustmaniyah. Mereka
tidak menerima sistem nation-state karena produk Barat
yang menurut mereka menjadi sumber ketidakadilan di
dunia Islam. Mereka sepertinya belum mengakui adanya
perbatasan dengan negara Sudan, Afganistan dan
seterusnya. 

Persoalannya apakah ideologi yang berkembang di Timur
Tengah itu menyebar ke Indonesia atau Asia Tenggara?
Yang jelas demikianlah yang terjadi di Timur Tengah.

Perkembangan selanjutnya memang lebih banyak
ditentukan realitas kehadiran Amerika yang begitu
kuat. Praktis, saat ini Amerika sudah menguasai semua
cadangan minyak di seluruh dunia, khususnya di Asia
Tengah dan Timur Tengah, yang merupakan tempat 2/3
cadangan minyak dunia. 

Melihat hegemoni Amerika yang sudah menguasai semua
sumber rezeki mereka, aktivis Islam seperti mereka
akan pusing, lantas mengadakan perlawanan. Ini
ditambah soal ketidakadilan yang dialami rakyat
Palestina dan Irak. Jadi akumulasi permasalahannya
sangat rumit. Inilah yang saya kira membuat pemikiran
Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb menjadi idola.

Saya kira, konteks Timur Tengah dan Indonesia memang
tak sama. Di sana, persoalan menjadi jelas; kehadiran
pasukan Amerika bisa dilihat dengan mata telanjang. Di
Kuwait, saya menyaksikan bagaimana pasukan Amerika
mejadi tuan di negeri orang. Pangkalan militer Amerika
bertebaran di mana-mana. Di Kuwait ada delapan
pelabuhan yang menjadi tempat keluar masuknya logistik
dari Amerika ke Irak. Begitulah realitasnya. 

Makanya, tidak bisa disalahkan juga kalau ada
perlawanan terhadap Amerika. Amerika juga tak bisa
disalahkan secara total, karena dia juga punya
ketergantungan besar terhadap pasokan minyak. Kita
tahu itu sejak Perang Dunia II. Amerika butuh dana
untuk membangun kembali Eropa, Jepang, dan mesin
industri mereka. Amerika juga harus mengamankan
Israel. Terlepas kita setuju atau tidak, inilah
faktanya. 

Lantas mengapa gerakan Islam Politik diam-diam
mengundang simpati di masyarakat? Pertama, karena
faktor Israel. Kedua, kegagalan pembangunan ekonomi
dan politik di banyak negara Timur Tengah.
Pengangguran ada di mana-mana. Kita melihat banyak
manusia-manusia perahu, yang akan menyeberang dari
negara Arab sebelah Barat seperti Tunisia dan Maroko
ke daratan Eropa. Kita juga mendengar warga Irak yang
terdampar di Indonesia karena mencoba menuju
Australia. 


                
__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - 50x more storage than other providers!
http://promotions.yahoo.com/new_mail


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke