http://www.suaramerdeka.com/harian/0409/14/opi03.htm
Selasa, 14 September 2004 WACANASikap PKB dan Pendewasaan Nahdliyyin Oleh: M Hasibullah Satrawi PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) lewat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) belum lama ini, membebaskan para pendukungnya untuk memilih pasangan calon presiden-wakil presiden sesuai dengan hati nurani masing-masing. Untuk warga NU secara umum, sikap PKB ini cukup menggembirakan, karena dua hal. Pertama, dalam rangka menyatukan kembali aspirasi politik warga NU. Sebagaimana dimaklumi, aspirasi politik warga NU belakangan ini mengalami "perpecahan" yang bukan hanya membuat mereka tidak satu tujuan, lebih jauh telah mengancam berlangsungnya persaudaraan yang ada. Di pemilihan presiden (pilpres) putaran pertama contohnya, aspirasi warga NU terbagi ke kubu Wiranto-Wahid dan Megawati-Hasyim. Kedua pasangan menggantungkan harapan besar pada warga NU, walaupun dua pasangan ini kenyataannya tidak mendapatkan dukungan penuh dari nahdliyyin. Justru sebaliknya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berasal dari luar NU mendapatkan dukungan cukup banyak dari warga NU, seperti yang terjadi di Jawa Timur. Oleh karenanya, sikap netral PKB di pilpres putaran kedua bisa menurunkan volume "perdebatan" yang selama ini terjadi di kalangan warga NU. Dengan sikap netralnya, PKB menyerahkan sepenuhnya pada warga (baik yang dari dalam maupun dari luar NU), untuk memilih sesuai dengan hati nurani masing-masing. Tentunya, hal ini bukan berarti dukungan terhadap calon tertentu. Kedua, dalam rangka mengembalikan PKB sebagai "anak politik" NU ke "keluarga" besarnya. Sebagai organisasi sosial keagamaan, NU tentunya harus berada di atas semua kepentingan partai politik. Namun, untuk menciptakan tatanan sosial yang diinginkan dalam kehidupan berbangsa, NU membutuhkan partai politik yang bisa mewujudkan segala impian luhurnya. Dari kepentingan inilah, para elite NU kemudian mendirikan partai yang disebut dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Walaupun baru berdiri, namun PKB berhasil tampil dengan kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng oleh parpol-parpol lain. Di Pemilu 1999, contohnya, PKB berhasil menduduki peringkat ketiga setelah PDI-P dan Golkar. Partai bernafas kebangsaan ini mampu menahan PPP di bawahnya. Padahal dari segi umur, PPP jauh di atasnya. Bahkan, di saat mesin partai tidak bisa beroprasi secara optimal (karena banyaknya permasalahan internal), PKB masih bisa bertahan di peringkat ketiga. Seperti yang terjadi di pemilihan anggota legislatif 5 April lalu. Tak lain penyebab semua itu adalah kekompakan warga nahdliyyin. Di pemilu 1999, warga NU bersatu-padu dalam rangka memenangkan partainya. Hingga mereka mencapai prestasi politik yang diinginkan. Namun, kekompakan warga NU belakangan ini mengalami goncangan yang cukup dahsyat. Perbedaan ijtihad politik di kalangan elitenya yang kemudian melahirkan "Bani Wahid" dan "Bani Hasyim" sangat membingungkan warga NU. Masing-masing menggunakan ke-NU-annya untuk menarik dukungan nahdliyyin. Hingga akhirnya warga NU bergerak tanpa komando yang jelas. Menurut hemat saya, untuk jangka panjang, sikap netral PKB di atas sangat strategis. Karena dengan sikap ini, PKB bisa mengutuhkan kembali semua kekuatan politik yang ada di NU. Untuk kemudian, PKB dapat tampil dengan kekuatan penuh di pemilihan yang akan datang. Sebagai suatu partai, masa depan PKB tidak hanya di pemilihan sekarang ini. Cita-cita yang tidak terlaksana di Pemilu 2004 masih mempunyai kesempatan di pemilihan yang akan datang. Oleh karenanya, pemilihan yang akan datang tidak kalah urgennya dengan pemilihan sekarang. Tak dapat dipungkiri, kekuatan utama PKB berada di kalangan warga NU. Bersatunya aspirasi warga NU merupakan kekuatan politik yang cukup besar bagi partai ini. Tentunya, tanpa harus menomor-duakan kekuatan yang ada di luar NU. Pendewasaan Nahdliyyin Demokrasi memposisikan rakyat di atas segala-galanya. Suara rakyat merupakan "sabda" yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Hingga tercipta pola pemerintahan yang "dari rakyat, untuk rakyat dan demi rakyat". Menurut hemat saya, dengan mengajak warganya untuk menyalurkan aspirasinya sesuai dengan keyakinan masing-masing, PKB telah memberikan "materi politik" baru terhadap warganya. Di mana masyarakat dapat memilih sesuai dengan pertimbangan dan keyakinannya sediri. Sebagaimana dimaklumi, PKB sebagai partai yang selama ini basis massanya mayoritas dari kaum santri dan kiai mempunyai tradisi politik yang tak tertulis. Sebuah tradisi yang mencerminkan ketergantungan masyarakat pada kiai dalam hal pilih-memilih. Oleh karenanya, taushiyah (rekomendasi) para kiai mempunyai peran yang sangat signifikan. Di mana pilihan masyarakat selam ini sangat tergantung pada rekomendasi ini. Sebagaimana disampaikan Arifin Junaidi ketika membacakan hasil rapat tim perumus Mukernas PKB (1/9), ada enam pertimbangan atas keluarnya rekomendasi PKB ini. Di antaranya adalah PKB telah menerima taushiyah dari para ulama senior yang pada pokoknya demi kemaslahatan. Para ulama senior itu mengimbau PKB memilih pasangan capres-cawapres dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (Kompas, 1/9). Sesuai dengan rekomendasi para kiai senior ini, seharusnya PKB mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Namun sikap PKB tidak seratus persen sejalan dengan rekomendasi tersebut, sebagaimana tidak menyalahi seratus persen. Sikap PKB berada pada titik netral yang menjadikan rekomendasi para kiai sebagai salah satu pertimbangannya. Untuk warga PKB, terutama yang dari kalangan nahdliyyin, hal ini merupakan tradisi baru. Di mana para kiai menyadari akan pentingnya rekomendasi ini bagi masyarakat umum. Namun di sisi lain, para kiai juga sadar, suara masyarakat tidak serta-merta harus sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan. Karena rekomendasi hanyalah arahan dari seorang tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai pertimbangan lebih matang. Sementara keputusan akhir berada di tangan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat selama ini masih sangat tergantung kepada para elitenya, termasuk di dalamnya adalah para kiai. Pilihan masyarakat selama ini lebih didasarkan kepada pertimbangan elitenya ketimbang pertimbangannya sendiri. Namun proses alam telah membawa masyarakat kepada fase berikutnya, di mana masyarakat bisa menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri, termasuk juga calon pemimpinnya. (29) -M Hasibullah Satrawi, Sekum PKB Mesir. Memahami Perbedaan Menghilangkan Jarak dan Membentuk Ego Menjadi Empati yang Utuh -GuN- Egypt: +20106867745 Untuk arsip-arsip tulisan, bisa klik: http://qalam.co.nr or http://qalam.tk atau www.katakata.cn.st Terima kasih..:)) --------------------------------- Do you Yahoo!? vote.yahoo.com - Register online to vote today! [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/