Dalam memahami kepentingan Sekularisme bagi masyarakat yang hidup 
berdampingan antar agama dan antarbudaya, kita belajar dari Turki.

Silakan baca pendapat yang sangat bijaksana dibawah ini:

 

Ke Turki Kita Mengaji

Hamid Basyaib

 

Kemenangan besar Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dalam 
pemilihan umum Turki 3 November lalu benar-benar mencengangkan. 
Partai yang baru berusia 12 bulan ini menangguk 34,4 persen suara 
dalam pemilu yang diikuti duapuluhan partai. Ini suatu kemenangan 
mayoritas besar (landslide) pertama dalam 15 tahun. Dari tak punya 
wakil sama sekali di parlemen Turki, AKP kini menduduki 364 dari 550 
kursi parlemen -– hanya kurang 4 kursi untuk menggenggam mandat 
mengubah Konstitusi 1982 yang disusun tentara setelah kudeta 1980.

Adalet va Kalkinma Partisi memikat pemilih karena citra bersihnya di 
tengah kancah politik Turki yang korup dan dilanda inflasi 80 persen 
(tertingi dalam 50 tahun terakhir). Meski dibantah oleh para 
petingginya, AKP jelas berakar Islam. Sejumlah pemimpinnya adalah 
bekas tokoh Refah, partai Islam yang sempat memerintah selama 10 
bulan pada 1996-97, sebelum dikudeta halus oleh tentara yang 
menempatkan diri sebagai pengawal Kemalisme.

Ciri Islam juga terkesan jelas dari riwayat pemimpinnya yang berusia 
48, Recep Tayyip Erdogan. Banyak mendapat pelajaran politik dari 
mentor Necmettin Erbakan (ketua Refah dan eks PM), Erdogan pernah 
dipenjara pada 1998 dengan dakwaan membangkitkan sentimen agama. 
Walikota Istanbul yang populer itu tampil di suatu acara membawakan 
puisi yang baitnya berbunyi: masjid adalah barakku/kubah adalah topi 
bajaku/menara bayonetku/dan iman adalah serdaduku. 

Dengan itu ia divonis 9 bulan, dan menjalani hukuman 4 bulan penjara. 
Status eks narapidana inilah yang merintanginya menjadi perdana 
menteri, meski ia sedang berusaha mengubah ketentuan ini, dan meski 
para diplomat asing telah memperlakukannya sebagai PM terpilih. Jika 
ia gagal, kemungkinan besar yang akan menjadi PM adalah Abdullah Gul, 
menteri luar negeri di masa pemerintahan Refah, yang kini berstatus 
partai terlarang.

Turki memang bukanlah negara sekular sebagaimana yang lazim dipahami 
tentang istilah ini. Di negara Kemalis Turki, tentara terus menerus 
menjalankan politik "sekular fundamentalis", sehingga banyak aspek-
aspek sosial yang berbau agama tidak bisa dijalankan oleh rakyat, 
meski hal-hal yang sama bisa mereka nikmati di negara-negara sekular 
Barat. 

Misalnya dalam soal kerudung, yang sejak 1997, menyusul pembekuan 
terhadap Refah, dilarang makin keras di kantor dan sekolah-sekolah 
pemerintah serta pengadilan. Di semua negara Eropa, para imigran 
Turki malah leluasa memakai jilbab. Ini pula sebabnya Erdogan 
mengirim semua puterinya belajar di Amerika, tempat mereka bisa 
nyaman berkerudung. Negeri-negeri Muslim memang paling gemar 
berekstrem ria. 

Isu inilah yang kini dihadapi oleh AKP -– suatu isu yang, sungguh 
aneh, jauh lebih serius dibanding isu hukuman mati, yang kini sudah 
dihapus. Apakah Erdogan (maupun Gul) akan membiarkan isteri-isteri 
mereka tampil berkerudung dalam acara-acara kenegaraan? 

Sejauh ini Erdogan selalu menjawab diplomatis atas pertanyaan tentang 
isu remeh yang diseriusi ini. Yang sudah jelas Erdogan telah 
menyatakan komitmennya pada prinsip sekularisme. Ia menyebut 
sekularisme adalah syarat penting bagi demokrasi. Platform partainya 
pun menyatakan bahwa "Ide dasar yang melandasi sekularisme adalah 
imparsialitas negara terhadap semua keyakinan agama. Dalam arti ini 
sekularisme adalah juga prinsip kebebasan. Sekularisme….membatasi 
(wewenang) negara, bukan individu". 

Ia juga  mengikuti garis pendahulunya -– PM Bulent Ecevit dari Partai 
Kiri Demokrat –- dalam isu keharusan adanya mandat PBB dalam serangan 
terhadap Irak. Erdogan pun tak mengutak-atik kehadiran pangkalan 
militer Amerika di Incrilik; akan melanjutkan komitmen pada IMF yang 
sudah menjanjikan bantuan reformasi ekonomi senilai US$ 16 miliar. 
Dan, yang terpenting, adalah komitmen Erdogan untuk mengupayakan 
Turki menjadi anggota Uni Eropa, bahkan menjadikan hal ini sebagai 
prioritasnya.

Nasib Turki akan ditentukan dalam sidang bulan depan di Kopenhagen. 
Di sanalah permohonan Turki, yang telah melamar sejak 1963 dan baru 
diterima sebagai calon anggota pada 1999, akan ditentukan waktu 
pembahasannya dalam kerangka keanggotaan penuh. AS akan makin menekan 
Uni Eropa agar segera menerima Turki, antara lain sebagai imbalan 
bagi dukungan atas rencana serangan AS terhadap Irak. 

Sejauh ini keinginan Turki selalu dimentahkan dengan berbagai alasan. 
Misalnya bahwa wilayah Turki yang masuk Eropa hanya 16 persen. Ada 
pula kecurigaan religius: bagaimanapun Turki adalah negeri yang 90 
persen lebih penduduknya adalah Muslim. Dan, jangan lupa, Turki 
sebelumnya adalah pusat imperium Usmani, kekhalifahan terakhir Islam 
yang berbagi sejarah pertarungan panjang dengan Barat. 

Namun para petinggi Uni Eropa menampik kecurigaan religius ini. 
Alasan utama keberatan mereka adalah buruknya catatan demokratis dan 
HAM Turki, yang memang sulit dibantah. Dalam hal ini Turki 
melengkapi "misteri besar" yang melingkupi semua negara berpenduduk 
mayoritas Muslim: rendahnya penghormatan terhadap HAM (meski tentu 
saja tak sedikit negara non-Muslim yang catatan HAM-nya pun buruk).

Kini catatan HAM Turki lumayan membaik. Selain hukuman mati dihapus, 
budaya dan bahasa Kurdi juga sudah dilegalkan. Isu Kurdi inilah yang 
menjadi keprihatinan utama Eropa.

Diterimanya Turki dalam Uni Eropa akan merupakan eksperimen yang amat 
penting dalam konteks hubungan Islam-Kristen. Uni Eropa, sebuah "klub 
Kristen" yang menempati "benua Kristen", akan punya satu-satunya 
anggota Muslim –- malah bisa menjadi anggota yang berpenduduk 
terbesar. Keanggotaan Turki dalam Uni Eropa, melengkapi 
keanggotaannya dalam NATO, diharapkan bisa menjadi semacam jembatan 
bagi kerja sama Kristen dan Islam yang lebih luas. 

Dari riwayat karir dan pernyataan-pernyataannya selama ini, tampak 
bahwa Erdogan -– juga mayoritas fungsionaris partainya -– punya visi 
keislaman yang cerah dan moderat, setidaknya dibanding partai-partai 
Islam fundamentalis yang kalah telak dalam pemilu kemarin. AKP bahkan 
bisa lebih maju dibanding Refah, yang sesungguhnya juga bergaris 
Islam moderat, namun eksperimennya terlalu cepat diganggu oleh 
tentara, yang penjatuhannya kemudian direstui Amerika, meski pada 
awalnya AS menerima Refah. 

Kali ini tentara merestui, terlepas dari kemungkinan alasan-alasan 
pragmatisme politik belaka, lantaran terlalu besarnya dukungan pada 
AKP. Bagi pengamat terkemuka Cenghis Candar, kemenangan AKP mewakili 
kemenangan Islam moderat, dan menjadikan Islam bukan lagi pemain di 
pinggiran melainkan berdiri kokoh di kancah utama politik. 

Dan yang penting, AKP tetap berkomitmen menjaga prinsip sekularisme, 
yang mudah-mudahan di masa mendatang makin menyerupai sekularisme 
Barat, bukan versi "fundamentalis" dan anti-agama seperti dianut para 
jenderal Kemalis, yang visi sekularnya kuno dan terbelakang, sehingga 
begitu sibuk mengurusi soal kerudung yang mereka pandang sebagai 
simbol politik.

Erdogan (atau Abdullah Gul) juga bisa bergandeng serasi dengan 
Presiden Ahmad Necdet Sezer, bekas ketua Mahkamah Konstitusi yang 
juga komited pada prinsip sekularisme dan kritis terhadap dominasi 
eksesif tentara.

Masa pemerintahan AKP akan merupakan periode bersejarah dalam konteks 
mungkinnya sebuah pemerintahan berakar Islam tampil modern, 
demokratis, sekular, percaya-diri karena soliditas dukungan rakyat 
dan sanggup berintegrasi secara wajar dalam pergaulan antar-bangsa. 
Mudah-mudahan AKP benar-benar memanfaatkan peluang sejarah ini untuk 
membuktikan bahwa pemerintahan dari sebuah negara berpenduduk 
mayoritas Islam tak sungkan berintegrasi dalam sistem internasional 
berdasarkan prinsip-prinsip sejati demokrasi. 

Ia bisa membiarkan penduduknya mengembangkan budaya berdasar 
keyakinan religius mereka. Namun dalam konteks kenegaraan mereka 
harus realistis bahwa aturan main kenegaraan tidaklah mungkin –- dan 
memang tak perlu -– dijalankan dengan aturan-aturan formal keagamaan 
yang sangat tidak memadai untuk mengatur masyarakat modern yang 
niscaya plural, dengan segala diferensiasi sosialnya yang amat kaya, 
dan dengan keharusan berinteraksi dalam sistem internasional yang 
beradab. 

Pemerintahan AKP juga boleh berupaya mengurangi ekstremitas 
sekularisme para jenderal Turki, yang hanya akan mengucilkan 
rakyatnya sendiri dan melahirkan sikap-sikap kontraproduktif dari 
mereka. Sebuah negara, suatu masyarakat yang sehat, tak mungkin 
dibangun dengan ekstremisme.

Di masa hubungan Barat-Islam yang menyentuh titik-nadir ini, Turki 
bisa memberi sumbangan positif untuk menjembatani dua dunia yang 
mestinya tak berseteru itu. Sebab perseteruan hanya merugikan 
pengembangan peradaban dunia bersama; terutama merugikan pihak yang 
jauh lebih lemah, yakni dunia Islam yang memayungi seperlima warga 
bumi. []

Hamid Basyaib. Peneliti di Yayasan Aksara, Jakarta.






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke