http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=2217
Friday, 08-October-2004, 08:45:5629

Dekonstruksi Pemahaman Agama tentang Wanita
By redaksi
Oleh: Jaafar Usman Al-Qari


Ada tiga faktor penyebab mengapa wanita menderita (tersubordinasi, 
termarginalisasi dan semacamnya) sepanjang sejarah Muslim, yang semestinya 
(menurut teori/ ajaran Islam ideal) mempunyai posisi yang sejajar dengan 
kaum laki-laki. Pertama, studi Islam yang menggunakan pendekatan parsial/ 
atomistis (juz'iyah). Kedua, adanya generalisasi dari kasus-kasus 
pengecualian (isthitna'/ exception). Ketiga, merasuknya budaya atau tradisi 
lokal terhadap ajaran Islam yang ahistoris dan literalis juga menjadi faktor 
penyebab wanita terpinggirkan.

Maka, jalan ke luar yang ditawarkan Fazlur Rahman agar wanita kembali pada 
posisi semula/ ideal/ moral Islam, sejajar dengan kaum laki-laki, harus 
dilakukan studi induktif dan kontekstual, serta usaha pemurnian ajaran Islam 
dari budaya-budaya lokal, termasuk budaya lokal Arab. (DR Khairuddin 
Nasution, Fazlur Rahman Tentang Wanita, 2002).

Islam telah menghargai kewanitaan wanita dan Islam menganggap wanita sebagai 
unsur penyempurna bagi kaum laki-laki, sebagaimana laki-laki juga 
penyempurna bagi wanita. Maka bukanlah antara satu sama lain dari mereka itu 
sebagai musuh, bukan pula sebagai saingan, akan ketapi wanita sebagai 
penolong bagi kaum laki-laki untuk menyempurnaan kepribadian dan jenisnya, 
dan sebaliknya.

Sunnatullah telah berlaku pada makhluk-Nya bahwa perkawinan itu termasuk 
karakter tuntutan naluriah makhluk, sehingga kita melihat jenis kelamin 
laki-laki dan wanita itu ada di alam manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. 
Demikian juga positif dan negatif yang ada pada alam benda, seperti listrik, 
magnit dan lainnya sampai atom, yang di dalamnya terdapat kekuatan listrik 
positif dan kekuatan (aliran) yang negatif (elektron dan proton). Itulah 
yang disinggung oleh Alquran sejak XIV abad yang lalu, Allah SWT 
berfirman, "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu 
mengingat akan kebesaran Allah" (QS. Adz Dzariyaat: 49).

Wanita tidak diciptakan untuk menjadi pesaing laki-laki, tidak pula untuk 
menjadi musuhnya, tetapi ba'dhukum min ba'dh sebagian kamu merupakan bagian 
dari sebagian yang lainnya. Allah SWT berfirman, "Dan Allah telah 
menciptakan untuk kamu dari dirimu istri-istri." (QS. An-Nahl: 72). Hikmah 
Allah telah menetapkan di mana pembentukan fisik dan kejiwaan wanita itu 
memiliki unsur yang menarik kaum laki-laki dan memiliki daya tarik 
tersendiri. Allah SWT telah membekali pada masing-masing dari laki-laki dan 
wanita syahwat dan keinginan yang kuat secara fithrah yang membuat saling 
tertarik dan bertemu, hingga kehidupan ini terus berjalan dan jenis manusia 
dapat terpelihara.

Karena itulah Islam menolak setiap aturan yang bertentangan dengan fithrah 
dan merusaknya, seperti sistem kependetaan (yang tidak boleh menikah 
selamanya). Akan tetapi Islam juga melarang setiap tindakan untuk 
mempergunakan potensi ini selain yang disyari'atkan oleh Allah dan yang 
diridha-Nya yaitu lewat jalan pernikahan yang itu merupakan asas dalam 
berkeluarga. Oleh karena itu Islam mengharamkan perzinaan, sebagaimana itu 
diharamkan oleh seluruh agama samawi, sebagaimana Islam juga melarang untuk 
berbuat keji, semua itu untuk memelihara laki-laki dan wanita dari hal-hal 
yang membangkitkan fitnah dan kerusakan. Teks-teks tertentu dalam agama 
sendiri saya lihat selalu mengandung bias gender. Orang mungkin 
berargumentasi bahwa itu bukan persoalan teks agamanya, tapi lebih pada 
masalah interpertasinya saja. Hanya saja, bagaimana kita bisa melakukan 
intrepertasi baru supaya tidak lagi terjebak pada interpertasi lama yang 
usang. Bagi saya, kita harus melakukan banyak interpertasi alternatif. 
Inilah yang mungkin dilakukan para filsuf perempuan kontemporer dalam 
menemukan caranya sendiri dalam memahami teks yang sesuai.

Para filsuf perempuan kontemporer suka sekali menggunakan metode 
dekonstruksi dalam penafsiran keagamaan. Menurut mereka, metode itu bisa 
membantu teman-teman perempuan dalam aktivitas keagamaan mereka. Mereka 
punya alat-alat bantu yang memadai untuk mendekonstruksi pemahaman terhadap 
teks-teks agama yang tidak lagi sesuai dengan semangat zaman kini, atau 
tidak lagi cocok dengan semangat kesetaraan dan demokrasi. Saya kira, itu 
merupakan satu poin penting mengapa filsafat berperspketif perempuan menjadi 
sangat menarik. Dengan metode dekonstruksi kita bisa menghasilkan 
interpertasi yang baru yang lebih bergairah dan bersifat progresif untuk 
kaum perempuan. Mencari sisi kebenaran agama dengan merujuk kepada teks-teks 
normatif adalah biasa. Kemudian perlu pula kiranya menelusuri sisi kebenaran 
penghayatan keagamaan dengan menggunakan hati nurani, tentu hal ini 
merupakan pengalaman spiritual yang mengesankan.

Seperti yang telah dialami seorang Gadis Arivia Effendi yang dikenal sebagai 
seorang perempuan dengan background filsafat yang kental, yang lama bergelut 
di dunia filsafat yang lazim mengunggulkan rasio. Ia menulis buku berjudul 
Filsafat Perspektif Feminis, yang oleh Franz Magnis Suseno, Rektor Sekolah 
Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta, wajib dibaca penyuka filsafat. 
Menurut Gadis yang juga pemimpin redaksi Jurnal Perempuan dan dosen filsafat 
Universitas Indonesia, sikap waswas perlu diambil ketika menemukan teks-teks 
agama yang mendikte hati nurani.

Bagi Arivia, agama merupakan unsur yang sangat pribadi sekali dalam hidup. 
Dengan begitu, baginya agama tidak datang dari teks-teks agama yang tersedia 
saja, tapi datang dari penghayatan hati nurani yang paling dalam. Kebetulan 
dia dilahirkan sebagai orang Islam. Kata Arivia, "Bahwa saya tidak pernah 
memilih untuk masuk Islam, tapi sampai saat ini saya merasa masih cocok 
dengan Islam. Saya menikmati segala pengalaman religius saya dari hati 
nurani yang pribadi. Ukurannya adalah apakah penghayatan keagamaan ini cocok 
dan damai di hati saya atau tidak."

Menurut Arivia, proses menyelami agama dimulainya dari bagimana upaya 
menghadirkan agama itu ke dalam diri. Upaya itu dapat ditempuh melalui cara 
yang bermacam-macam; bisa lewat perasaan, hati atau rasio. Dalam hal ini dia 
tidak memilih jalur rasio. Sebab, ketika menerjemahkan agama melalui 
pendekatan rasio, akan banyak sekali muncul persoalan. Banyak persoalan 
penghayatan keagamaan yang kalau hendak didekati secara rasio sulit 
ditemukan jawabnya. Karena itu, kalau bergumul dengan agama, ia lebih 
memilih pendekatan hati, untuk dipertanggujawabkan terhadap diri dan hatinya 
sendiri. Dengan begitu, kita akan selalu ingin menjaga kebeningan hati, 
sebab dengan hati yang bening kita dapat menjaga agama.

Dalam memandang agama, modal utama adalah hati. Orang mungkin mengatakan, 
pertama-tama agama mesti dihayati lewat jalur teks, lantas barulah kita 
membuka hati untuk menafsirkan teks tersebut. Persoalannya, apakah teks yang 
mendikte hati, atau hati kita yang justru mendikte teks? Kata Arivia, "Saya 
selalu merasa waswas kalau menemukan teks-teks agama yang mendikte hati 
saya, atau ada sekelompok orang yang merasa berotoritas untuk mendikte hati 
saya dalam penghayatan keagamaan. Karena, kalau saya membiarkan itu terjadi, 
saya akan kehilangan hati nurani saya, dan saya akan tersesat. Tapi kalau 
saya loyal kepada hati nurani saya, dan dialah yang menafsirkan teks 
tersebut, saya justru merasa aman dan lebih confident akan terjemahan agama 
tersebut." Persoalannya, bagaimana menjaga hati supaya tetap bening, leading 
dan memberikan guiding dalam kehidupan?

Menjaga hati itu jelas sangat susah. Begitu kita mengekang hati, kita lepas 
dari kontrol hati. Tapi, begitu kita tidak memberi pilihan pada hati kita, 
kita juga bisa terlepas dari keluwesan hati. Nah, ketika kita lost dari 
kontrol hati, kala itulah kita bisa menjadi manusia yang tersesat. Maka dari 
itu, cara Arivia menjaga hati adalah dengan selalu memberinya kebebasan 
untuk memilih, juga kebebasan berpikir untuk melakukan penentuan-penentuan 
yang cocok dengan hati nurani. Tentu akan ada yang mengatakan bahwa tata 
cara itu tidak sesuai dengan teks Islam. Namun, yang perlu kita fahami bahwa 
berpikir tentang perhitungan tentang benar atau kelirunya cara semacam itu 
akan bisa dideal belakangan hari dengan Tuhan yang disembah masing-masing. 
Makanya, boleh-boleh saja untuk sementara kita mengikuti apa yang hati kecil 
katakan.

Namun sangat perlu difahami bahwa sebelum sampai pada posisi tersebut, perlu 
ditegaskan bahwa untuk memberi kebebasan dan pilihan pada hati nurani, kita 
terlebih dulu harus menjadi orang yang terbuka. Itulah langkah yang pertama. 
Dengan keterbukaan, kita dapat menerima banyak wawasan agama, baik wawasan 
yang menguatkan maupun menolak aspek-aspek tertentu dari agama itu.

Proses keterbukaan itu merupakan langkah yang pertama sekaligus yang paling 
susah. Tapi, dengan penghayatan keberagamaan yang tidak statis, dan selalu 
dinamis. Maka dalam memahami agama pun akan selalu dengan cara yang 
berbeda-beda. Setiap orang sejak kecil sampai akhir hidupnya akan selalu 
melalui proses yang berkembang. Sehingga, agama harus difahami sebagai 
sesuatu yang sangat luas sekali maknanya. Konsep kebenaran yang terbuka itu 
sangat membantu. Pencarian kebenaran dalam setiap agama mungkin bagi 
sebagian orang menjadi penting. Tapi lebih penting dari itu, bagaimana 
dengan agama kita bisa berdialog dengan diri sendiri, sekaligus inklusif 
terhadap agama-agama dan pemikiran lain.

Kalau kita melihat sebuah makna bukan sebagai pencarian kebenaran belaka, 
tapi justru percakapan, akan terasa berbeda hasilnya. Misalnya, mainstream 
pemikiran filsafat etika mengatakan bahwa "kewajiban adalah etika utama" 
sebagaimana yang diutarakan Immanuel Kant. Agama yang sangat ekstrem pun 
mengatakan "kewajiban agama merupakan etika utama." Tapi, filsuf perempuan 
justru mengatakan bahwa bukan etika kewajiban yang lebih penting; etika 
kepedulian jauh lebih penting. Kalau kita melihat dan memahami konsep itu, 
kita tentu akan lebih terbuka. Etika kepedulian ini berarti kepedulian 
terhadap segala makna yang ada di sekeliling kita. Kepedulian ini berarti 
kita bersedia untuk involve atau terlibat dengan orang lain. Kewajiban itu 
artinya sesuatu yang mengekang, sangat tertutup, kuat dan berotoritas. 
Kepedulian di sini mengandung sisi fleksibilitas. Wallahu 'alam.(***)

*) Jaafar Usman Al-Qari, Laskar Melayu Bersatu dan Pengurus Masjid Raya 
Batamcentre (MRB) 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke