http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/13/opini/1323999.htm
Rabu, 13 Oktober 2004

Kontroversi Pengunduran Diri Panglima
Oleh A Malik Haramain

PADA saat presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkonsentrasi 
menyeleksi dan menentukan kabinetnya, publik dikejutkan keputusan Jenderal 
TNI Endriartono Sutarto untuk mundur dari posisi Panglima TNI. Pengunduran 
diri mantan KSAD ini tertuang dalam surat No R/357-08/04/38/Spers, 24 
September 2004.
Dalam sejarahnya, amat jarang seorang pemimpin puncak dalam hierarki 
kemiliteran Indonesia tiba-tiba memutuskan mundur. Peristiwa ini seolah 
mengulang sejarah 30 tahun lampau. Tepatnya, setelah peristiwa Malari, 
Jenderal Soemitro, yang saat itu menjabat Panglima Komando Operasi Pemulihan 
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), mendatangi Presiden Soeharto dan 
minta mundur dari jabatannya. Hal ini dilakukan karena Soemitro merasa gagal 
dalam mengantisipasi terjadinya kerusuhan yang membakar kota Jakarta pada 15 
Januari 1974.
PENGUNDURAN Panglima TNI terasa agak aneh karena dilakukan menjelang 
transisi dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru, memunculkan 
kontroversi publik. Spekulasi pun berkembang, bahkan muncul penilaian adanya 
semacam rekayasa politis di balik peristiwa pengunduran diri itu.
Hal ini wajar, sebab jika ditilik secara saksama, setidaknya ada dua alasan 
mengapa mundurnya Jenderal Endriartono Sutarto mengundang perdebatan publik. 
Pertama, keputusan untuk mengundurkan diri sebetulnya merupakan tindakan 
tidak normal bagi seorang Panglima TNI. Kedua, karena faktor momen 
pengunduran diri. Sebagian besar orang menyayangkan mengapa hal ini 
dilakukan menjelang usia pemerintahan Megawati tinggal hitungan hari, 
sementara presiden yang baru terpilih akan dilantik 20 Oktober 2004. 
Mestinya, Panglima TNI menahan diri sampai serah terima jabatan kepresidenan 
dari Megawati Soekarnoputri ke Susilo Bambang Yudhoyono berlangsung.
Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI Mayor Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin 
memberi alasan formal, pengunduran diri Panglima TNI karena tiga alasan, 
yakni usaha reorganisasi di lingkungan TNI, usia Endriartono yang sudah 
mencapai 57 tahun, dan permintaan kepada presiden untuk mengganti Panglima 
TNI oleh kepala staf angkatan yang kini menjabat.
Namun, tanpa ada penjelasan resmi, lengkap, dan terbuka dari Panglima TNI, 
tetap saja penjelasan Kepala Puspen tidak mampu menghilangkan spekulasi yang 
beredar di masyarakat.
Sejumlah kalangan perwira dan purnawirawan TNI, termasuk mantan Kepala Staf 
Teritorial (Kaster) TNI Letjen (Purn) Agus Widjojo, mensinyalir, pengunduran 
diri itu terkait dengan kebijakan Megawati yang telah menganugerahkan 
pangkat jenderal kehormatan kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) 
Letjen AM Hendropriyono dan Menteri Dalam Negeri Letjen Hari Sabarno. 
Bahkan, Agus Widjojo menyatakan, penganugerahan pangkat kehormatan itu 
sebenarnya telah menyalahi prosedur resmi di lingkungan TNI (Tempo, edisi 
11-17 Oktober 2004).
Kontroversi pengunduran diri ini kian luas karena sikap Presiden Megawati 
yang menyetujui permohonan Endriartono Sutarto sekaligus mengajukan Jenderal 
Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI. Padahal, sampai saat ini jenderal 
berbintang empat ini masih merangkap posisi Kepala Staf Angkatan Darat 
(KSAD) dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). 
Meski bersifat temporer, hal ini bisa berimplikasi luas dan mengkhawatirkan 
sebab secara eksplisit belum ada aturan resmi mengenai rangkap jabatan dalam 
tubuh TNI.
TERLEPAS dari berbagai kontroversi dan spekulasi, sejumlah analisis dapat 
dikemukakan. Pertama, pengunduran diri Panglima TNI dan persetujuan Presiden 
Megawati merupakan kebijakan yang kurang strategis dan bisa memunculkan 
sejumlah risiko. Posisi Panglima TNI merupakan jabatan politis dan amat 
strategis. Karena itu, keputusan Presiden Megawati di akhir masa 
pemerintahannya berpotensi menutup ruang dan membatasi pilihan presiden 
terpilih SBY untuk menentukan kebijakan lain. Secara psikologis, persetujuan 
Megawati ini akan menyulitkan SBY dalam menentukan langkah-langkah strategis 
mendatang berkaitan dengan posisi Panglima TNI. Idealnya, pada masa 
transisi, Presiden Megawati sebaiknya tidak melakukan perubahan-perubahan 
strategis, termasuk menyetujui pengunduran diri Panglima TNI. Kebijakan ini 
dirasa kurang etis dan tidak perlu. Bahkan, keputusan itu dapat memunculkan 
kecurigaan publik bahwa Presiden Megawati belum "rela" dikalahkan SBY dalam 
pemilu presiden putaran kedua lalu.
Kedua, keinginan Megawati untuk mengangkat KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu 
menggantikan posisi Jenderal Endriartono dipastikan akan menimbulkan 
implikasi cukup pelik. Secara implisit, terjadinya penumpukan jabatan pada 
diri Ryamizard akan mencuatkan persepsi, ada sesuatu yang tidak jalan dalam 
regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI. Selain itu, memang tidak ada aturan 
jelas boleh tidaknya rangkap jabatan.
Pengangkatan Jenderal Ryamizard akan memunculkan kembali image adanya 
dominasi Angkatan Darat di tubuh TNI. Hal ini juga bertolak belakang dengan 
semangat Undang-Undang (UU) TNI (yang baru disahkan) yang menghendaki agar 
jabatan Panglima TNI dijabat secara bergilir dari masing-masing angkatan. 
Rotasi itu penting tidak saja untuk membuat keseimbangan di masing-masing 
angkatan, tetapi juga sebagai bukti nyata kepada publik bahwa Angkatan Darat 
tidak lagi berniat menghegemoni institusi TNI seperti terjadi pada era Orde 
Baru.
Ketiga, prosedur pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI harus 
berdasarkan Tap/VII/MPR/2000 yang diperkuat UU TNI yang baru disahkan. 
Prosedur pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI lebih dulu harus 
mendapat persetujuan DPR. Padahal, hingga kini DPR belum membentuk 
komisi-komisi. Artinya, DPR tidak memiliki cukup instrumen untuk membahas 
dan memutuskan usulan presiden. Sebaiknya DPR menangguhkan masalah ini 
sampai presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dilantik resmi oleh 
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Berangkat dari analisis itu, sebaiknya Presiden Megawati menangguhkan 
persetujuannya atas pengunduran diri Panglima TNI dan menyerahkan hal itu 
kepada pemerintahan baru. Namun, karena proses itu kini ada di parlemen, 
publik berharap DPR tidak gegabah memutuskan masalah ini. Sebab, selama masa 
transisi, TNI telah menunjukkan sikap profesional dan tidak lagi mencampuri 
hal-hal yang berbau politik kekuasaan. Pengunduran diri Panglima TNI 
hendaknya tidak dipolitisasi sebagai alasan menarik kembali TNI ke arena 
politik praktis.
Akhirnya, politisasi jabatan strategis di tubuh TNI merupakan salah satu hal 
yang harus dihindari semua pihak. Presiden Megawati, Panglima TNI, dan DPR 
harus bercermin dari kasus yang menimpa pemerintahan Abdurrahman Wahid. 
Soliditas dan sikap profesionalisme TNI seperti telah ditunjukkan selama ini 
di bawah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto tidak boleh dicederai 
kepentingan politik kekuasaan perorangan atau kelompok.
A Malik Haramain Staf Pengajar Pascasarjana Kajian Timur Tengah Universitas 
Indonesia (UI) 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke