http://www.republika.co.id/ASP/kolom_detail.asp?id=175515&kat_id=16
MPR Bersama Hidayat Nur Wahid Fitra Arsil Peneliti pada Pusat Studi Hukum Tata Negara FH Universitas Indonesia Hidayat Nur Wahid ditakdirkan memimpin MPR di tengah terjadinya reduksi kewenangan MPR oleh Perubahan UUD 1945. Namun demikian dengan beberapa kewenangan yang masih dimiliki MPR, sejarah peran MPR di masa lalu ditambah dengan track record serta integritas Hidayat Nur Wahid, berbagai peran strategis tetap dapat dilakukan oleh MPR sebagai lembaga negara ataupun Hidayat sebagai ketua MPR dalam rangka memberikan kontribusi bagi terselesaikannya berbagai permasalahan bangsa Indonesia. Reduksi kewenangan Melalui rangkaian Perubahan UUD 1945, MPR tidak lagi berposisi sebagai supreme body dalam struktur ketatanegaraan RI seperti yang dirumuskan sebelumnya dalam naskah asli UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) naskah asli UUD 1945 telah memposisikan MPR sebagai ''pelaksana sepenuhnya'' kedaulatan rakyat dan hal tersebut diberi keterangan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945 yang mengatakan bahwa ''Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara''. Kedudukan MPR yang seperti itu telah membuat MPR menjadi lembaga yang tertinggi di negara ini dan dipenuhi dengan berbagai kewenangan, mulai dari memilih presiden dan wakil presiden, membuat GBHN, mengubah dan menetapkan UUD, sampai kepada meminta pertanggungjawaban presiden dalam masa jabatannya. Sebagai akibat dari posisinya sebagai lembaga tertinggi bahkan MPR juga membuat berbagai peraturan yang bersifat regeling (mengikat umum) yaitu berupa ketetapan MPR. Saking besarnya kedudukan MPR ini, dalam sejarah dapat dilihat, para penguasa yang menginginkan kekuasaannya awet melakukan pengisian anggota MPR dengan orang-orang kepercayaannya untuk mengamankan kekuasaannya. Soeharto mengisi MPR dengan lebih dari 50 persen anggota dengan pengangkatan, bahkan Sukarno pernah membentuk MPR sendiri yang terdiri dari orang-orang yang dipilihnya. Pascaperubahan UUD 1945, MPR tidak lagi superior. Beberapa wewenang penting telah dipangkas dan yang terpenting Perubahan UUD 1945 telah mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang tidak lagi menempatkan MPR sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Praktis wewenang penting MPR tinggal mengubah dan menetapkan UUD, memutus dalam proses impeachment presiden, dan memilih presiden dan/atau wakil presiden dalam hal terjadi kekosongan. Selain ketiga hal itu, kewenangan MPR lainnya hanya bersifat administratif, internal, atau dapat dikatakan relatif tidak strategis. Bahkan MPR juga dengan sangat jelas ditentukan tidak dapat lagi membuat peraturan perundang-undangan selain UUD. Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru diterbitkan menentukan bahwa dalam hierarki peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia tidak terdapat lagi ketetapan MPR di sana. Peran berbasiskan kewenangan Agenda terpenting MPR yang terkait dengan kewenangan yang dimiliki MPR dalam lima tahun ke depan adalah menyelesaikan proses perubahan UUD 1945. Sidang akhir masa jabatan MPR lalu mengamanatkan bahwa MPR yang baru akan menentukan apakah hasil-hasil dari Komisi Konstitusi yang mengkaji secara komprehensif hasil-hasil empat kali amandemen UUD 1945 dapat diterima sehingga hasilnya merupakan amandemen kelima dari UUD 1945. Dalam konteks ini, MPR yang baru diuji dengan ujian yang cukup besar di awal masa tugasnya. Karena hasil-hasil Komisi Konstitusi telah menimbulkan berbagai kontroversi baik di kalangan para anggota MPR lama yang notabene adalah yang membentuk Komisi Konstitusi tersebut maupun dari kalangan LSM dan masyarakat secara luas. Dari hasil Laporan Badan Pekerja MPR lalu dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR dapat diketahui bahwa sesungguhnya anggota-anggota MPR periode 1999-2004 tidak terlalu menyukai hasil-hasil Komisi Konstitusi karena dianggap Komisi Konstitusi telah melebihi kewenangannya, kurang ilmiah, dan sebagainya. Di sisi lain dari pihak LSM yang dulunya aktif mendesak terbentuknya Komisi Konstitusi juga menolak hasil-hasil Komisi Konstitusi karena antara lain dianggap kurang melibatkan masyarakat secara luas dalam pembahasan-pembahasannya. Dengan demikian tampaknya MPR baru harus membuat mekanisme yang efektif dan aspiratif dalam menindaklanjuti hasil-hasil Komisi Konstitusi ini. Persoalan penyempurnaan amandemen UUD 1945 memang merupakan agenda krusial MPR 2004-2009 mengingat rangkaian proses Perubahan UUD 1945 yang lalu menyisakan berbagai catatan penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebagai contoh, baru saja MPR melakukan Sidang Awal, persoalan kesetaraan DPD sebagai salah satu kamar dalam lembaga legislatif kita sudah mengemuka dan persoalan itu adalah bagian dari pengaturan yang dilakukan Konstitusi. Dibukanya peluang melakukan perubahan konstitusi kembali tentu merupakan tantangan bagi pimpinan MPR yang sekarang. Posisi Hidayat Nur Wahid sebagai ketua MPR dan AM Fatwa sebagai wakil ketua MPR akan menjadi sorotan khalayak dalam memberikan warna bagi muatan konstitusi, mengingat keduanya dianggap merupakan representasi kekuatan kelompok Islam. Dialektika Islamis-Nasionalis akan turut diuji dalam konteks ini. Selain Perubahan UUD, kewenangan strategis yang juga dapat menguji MPR baru ini adalah sebagai penentu akhir dalam rangkaian proses impeachment presiden dan/atau wakil presiden. Sistem pemerintahan Indonesia saat ini memang sudah lebih tegas unsur persidensiilnya dibanding yang sebelumnya. Dan seperti diketahui, dalam sistem jenis ini pemerintahan dirancang untuk stabil dan tidak jatuh dalam masa jabatannya (fixed government) kecuali karena alasan pelanggaran hukum. Walaupun demikian, impeachment terhadap presiden bukan berarti tertutup sama sekali dalam pemerintahan mendatang. Seperti pada umumnya tokoh-tokoh yang pernah punya peranan dalam masa Orde Baru, presiden terpilih kita juga diterpa isu pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum pada kasus 27 Juli yang mengait-ngaitkan SBY adalah alasan yang cukup untuk memulai proses impeachment karena termasuk pelanggaran HAM berat dan termasuk tindak pidana berat sesuai ketentuan tentang alasan impeachment dalam Pasal 7A UUD 1945. MPR akan berposisi sangat strategis dalam proses tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7B UUD 1945, walaupun presiden telah diputus bersalah oleh Mahkamah Konstitusi, MPR-lah yang menentukan presiden harus jatuh atau tidak. Kontribusi nonkewenangan MPR saat ini memang memiliki kewenangan terbatas, namun peran dan kontribusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa tetap dapat dilakukan tanpa butuh kewenangan dan mekanisme formal. Integritas dan track record pribadi pemimpin lembaga seringkali membuat pengaruh lembaga yang dipimpinnya menjadi lebih besar daripada yang diperkirakan dari kewenangan formal yang ada pada lembaganya. Di masa lalu Sukarno selalu tampil lebih berpengaruh dan lebih menentukan dibanding lembaga kepresidenan yang ditempatinya, seringkali putusan-putusannya di luar kewenangannya bahkan melampaui kewengangannya. Bukan berarti harus ditiru dalam pengertian negatif sehingga mengakibatkan terjadinya abuse of power, tetapi pribadi Hidayat Nur Wahid dilengkapi dengan atribut sebagai ketua MPR memang dibutuhkan untuk melakukan peran-peran mediator, fasilitator, dan atau pressure dalam penyelesaian berbagai persoalan. Pribadi Hidayat Nur Wahid yang dikenal intelektual, bersih dan konsisten, serta kemampuannya bersama PKS menggalang dukungan massa secara besar dan cepat akan diuji apakah dapat tetap dimilikinya dalam posisi sebagai ketua MPR. Bersih, peduli dan terlibat langsung dalam penanganan berbagai penderitaan masyarakat yang dilakukan PKS selama ini merupakan bekal berharga bagi Hidayat Nur Wahid dalam posisinya sebagai ketua MPR. MPR seharusnya justru menjadi nilai lebih bagi peran Hidayat, sejarah sebagai lembaga tertinggi negara dan kewenangan mengubah UUD dan menjatuhkan presiden yang melekat pada lembaga tersebut seharusnya membuat Hidayat Nur Wahid semakin didengar dan banyak membuat kontribusi, bukan justru menghambatnya dalam melakukan peran-peran yang pernah dilakukannya Hidayat bersama PKS pernah memperlihatkan kepada rakyat Indonesia pernah, secara positif, melakukan peran-peran partai politik di luar peran-peran yang biasa dilakukan oleh partai politik pada umumnya. Pertanyaannya adalah dapatkah Hidayat Nur Wahid membawa lembaga sebesar MPR memberikan kontribusi lebih daripada yang ada pada kewenangan formalnya. Khairurrazi Aligarh Muslim University Uttar Pradesh, India -- India.com free e-mail - www.india.com. Check out our value-added Premium features, such as an extra 20MB for mail storage, POP3, e-mail forwarding, and ads-free mailboxes! Powered by Outblaze ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/