"Entah lantaran penduduk di negeri ini mayoritas Muslim. Maka orang pun sudah merasa bangga dengan identitas ke-Islam-annya. Yang ditandai, misalnya, agama yang ditulis di KTP adalah Islam. Atau simbol-simbola lainnya .
Bersorban, berjenggot, atau berjilbab. Sementara, itu, kelakuannya masih jauh dari yang dicontohkan dalam perilaku Rasulullah. Meskipun setiap bulan Ramadhan tiba, di mana-mana dipasang spanduk, 'Marhaban ya Ramadhan', 'Hormatilah orang yang berpuasa', dan semacamnya. Tapi, bukan sekali dua kali penulis menjumpai perempuan berjilbab yang dengan seenaknya makan atau minum pada siang hari di mal atau di tempat umum lain. Mungkinkah kita sudah merasa puas bila sudah bisa memasang spanduk semacam itu? Kita sudah merasa menyambut Ramadhan dengan hal-hal yang (sebetulnya) kurang perlu. Pada bulan Ramadhan seharusnya ibadah kita harus diusahakan untuk tidak dilakukan secara atraktif. Tak perlu digembar-gemborkan. Bukankah puasa merupakan ibadah sirri, artinya orang tidak perlu tahu apakah kita puasa atau tidak. Karena ibadah puasa itu merupakan pekerjaan ibadah untuk-Nya......" ....................... Kalimat bijaksana, peringatan bagi kita semua, untuk mengkonsentrasikan upaya ibadah kita pada Allah, bukan untuk sesama warga. Jesus juga mengajarkan hal berpuasa: " Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu (Allah) yang ada ditempat tersembunyi. Maka bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalas kepadamu." (Mat6:17-18). Sesungguhnya, kita semua, akan menghadap Allah dihari, kita dipanggilNya, tanpa harta, pakaian dan symbola2. Yang kita bawa dalam bungkusan kecil, adalah pundi2 yang berisikan apa yang telah kita perbuat dibumi. Salam RM D Hadinoto --- In [EMAIL PROTECTED], "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Suara Karya > Oct. 15, 2004 > > Puasa, Kemiskinan, Dan Pendusta > Oleh Humam S Chudori > > Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap bulan puasa warung- warung > makanan masih buka (hanya saja ditutupi dengan kain) dan masih saja ada > pembelinya. Ironisnya, orang yang masuk ke warung itu (barangkali jika mau > memeriksa KTP-nya) masih juga orang yang beragama Islam (?). Bahkan > penjualnya pun -- hampir bisa dipastikan -- kebanyakan orang yang mengaku > beragama Islam. > Mungkinkah mereka yang makan pada siang hari adalah orang yang mendapat > dispensasi tidak berpuasa (orang yang sudah sangat jompo, orang yang sakit, > orang yang sedang dalam perjalanan, ibu-ibu yang sedang hamil atau > menyusui)? Lantaran Islam sebagai agama tidak memberatkan pemeluknya, > memberikan toleransi kepada mereka yang tak mampu melaksanakannya. Tetapi, > kenyataannya mereka yang makan di siang hari di warung, bukan mereka > tergolong yang mendapatkan dispensasi. Melainkan yang masih kuat berpuasa. > Tidak ada alasan yang secara syara' bisa membolehkan mereka tidak berpuasa > dalam bulan Ramadhan. Mengapa demikian? > Sebelum menjawab pertanyaan di atas, baiklah kita pahami terlebih dahulu > dalil nakli yang menjadi landasan perintah puasa ini. Dalam Al Quran, Allah > telah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu > berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu > bertakwa." (Q.S. 2/Al Baqarah: 183). > Firman Allah tersebut di atas akan dikutip oleh para kyai, ulama, dai, > muballigh, khatib, dan ustad untuk mengingatkan umat Islam akan kewajiban > melaksanakan ibadah puasa pada setiap Ramadhan. Baik dalam khotbah Jumat, > ceramah agama di masjid-masjid, mushola, surau, di kantor-kantor. Terutama > kantor yang memiliki masjid. Betapa tidak, karena ayat di atas merupakan > rujukan atas perintah Allah dalam pelaksanaan salah satu rukun Islam. > Jika mencermati secara teliti firman Allah tersebut, maka yang mendapat > perintah berpuasa adalah orang-orang yang beriman. Bukan orang (yang > mengaku) beragama Islam. Nah, orang yang (merasa) beriman pasti akan > terpanggil dengan firman Allah di atas. Jika tidak, kendati mengaku beragama > Islam, yang bersangkutan tak akan mau berlapar-lapar dan berhaus- haus di > siang hari. Tak heran apabila pada bulan Ramadhan kegiatan yang seharusnya > hanya boleh dilaksanakan pada malam hari (makan dan minum) masih saja > berlangsung pada siang hari. Meskipun kegiatan ceramah agama berlangsung di > mana-mana. Bukan hanya di tempat-tempat ibadah. Melainkan pula di kantor, > media massa (cetak maupun elektronik), bahkan tidak sedikit himbauan -- > dengan spanduk, misalnya -- agar menghormati bulan Ramadhan. > * * * > Diakui atau tidak, pemahaman masyarakat kita terhadap agama masih terlalu > sempit. Kendati ulama cukup banyak. Barangkali karena hal-hal yang paling > hakiki sama sekali tidak tersentuh. Agama dipahami sebatas surga- neraka atau > pahala-dosa. Agama hanya dimaknai sekitar pelaksanaan ritual ubudiyah. > Orang belajar ngaji, misalnya. Sampai saat ini masih banyak orang belajar > ngaji yang tujuannya sekedar untuk 'menabung' pahala. Bukan memahami agama > secara utuh (baca: kaffah) untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan > sehari-hari. Padahal Nabi Muhammad SAW diturunkan ke dunia ini bukan sekedar > untuk dicontoh bagaimana cara beliau membaca Al Quran. Melainkan (terutama) > untuk dijadikan uswatun hasanah. Beliau pernah bersabda 'innama buistu li > uttamima makarimal akhlaq' -- sesungguhnya aku diutus untuk menyempunakan > akhlak manusia > Puasa merupakan salah satu jalan untuk melaksanakan riyadhah ruhaniah, harus > dikerjakan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Masalah keimanan > (termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan ibadah mahdhah) tentu saja, tak > bisa ditafsirkan menurut logika manusia. Karena, masalah keimanan adanya di > dalam kalbu. Bukan pada rasionalitas. Demikian juga dengan pelaksanaan > ibadah Ramadhan (Berpuasa di bulan Ramadhan). Karena itu, orang yang mengaku > beragama Islam (mestinya juga beriman) tidak sepatutnya meninggalkan > kewajiban ini, kecuali jika ada sesuatu yang bisa digolongkan sebagai uzur > syar'i. Sebab, meninggalkan kewajiban berpuasa sama artinya telah melanggar > ketentuan Tuhan. > Menafsirkan berpuasa agar orang bisa ikut merasakan penderitaan fuqoro wal > masakin, tentu saja, boleh-boleh saja. Penafsiran ini memang tidak terlalu > keliru. Namun, jika ini yang dipahami sebagai tujuan orang berpuasa -- tak > dapat disangkal -- bisa saja orang yang memang kehidupannya sudah > "Senin-Kemis" tidak perlu lagi berpuasa. Jika orang yang sudah terbiasa > dengan hidup miskin (yang nota bene merupakan sebagian besar penduduk negeri > ini). Apakah mereka masih perlu berpuasa? Toh, tanpa puasa pun mereka sudah > terbiasa hidup kelaparan. Hidup dalam kekurangan. > Menyimak firman Allah di atas, sesungguhnya, yang mendapat perintah berpuasa > adalah orang-orang yang beriman (miskin maupun kaya). Tujuan berpuasa adalah > agar laalakum tattaqun - menjadi manusia yang bertakwa. Bukan agar merasakan > laparnya orang miskin. Bagaimana pun juga, puasa menjadi bagian dari > ketaatan manusia akan aturan-Nya. Bukankah manusia dan jin diciptakan-Nya > tidak lain agar beribadah kepada-Nya - wamaa kholaqtul jinna wal insa ila > liya'budun? (Q.S.51/Adz Dzariyaat: 56). > * * * > > > Entah lantaran penduduk di negeri ini mayoritas Muslim. Maka orang pun sudah > merasa bangga dengan identitas ke-Islam-annya. Yang ditandai, misalnya, > agama yang ditulis di KTP adalah Islam. Atau simbol-simbola lainnya . > Bersorban, berjenggot, atau berjilbab. Sementara, itu, kelakuannya masih > jauh dari yang dicontohkan dalam perilaku Rasulullah. Meskipun setiap bulan > Ramadhan tiba, di mana-mana dipasang spanduk, 'Marhaban ya Ramadhan', > 'Hormatilah orang yang berpuasa', dan semacamnya. Tapi, bukan sekali dua > kali penulis menjumpai perempuan berjilbab yang dengan seenaknya makan atau > minum pada siang hari di mal atau di tempat umum lain. > Mungkinkah kita sudah merasa puas bila sudah bisa memasang spanduk semacam > itu? Kita sudah merasa menyambut Ramadhan dengan hal-hal yang (sebetulnya) > kurang perlu. Pada bulan Ramadhan seharusnya ibadah kita harus diusahakan > untuk tidak dilakukan secara atraktif. Tak perlu digembar- gemborkan. > Bukankah puasa merupakan ibadah sirri, artinya orang tidak perlu tahu apakah > kita puasa atau tidak. Karena ibadah puasa itu merupakan pekerjaan ibadah > untuk-Nya. > Di bulan Ramadhan masjid atau musholla mendadak ramai. Bukan hanya untuk > kegiatan semacam pengajian, sholat taraweh, itikaf atau bertadarus Al Quran. > Melainkan pula kegiatan bermalas-malasan (baca; tidur-tiduran). Biasanya hal > ini dilakukan usai melaksanakan shalat Jumat. Kalau bukan pada bulan > Ramadhan, usai pelaksanaan sholat Jumat masjid nyaris sepi. Tetapi, selama > bulan Ramadhan berlangsung, usai sholat Jumat hingga menjelang Asar, masjid > penuh orang. Mungkin lantaran tidur orang yang sedang berpuasa dinilai > sebagai ibadah. Maka, jangan heran bila banyak orang yang 'beribadah' di > masjid usai shalat Jumat. > Pada bulan Ramadhan, segala kebaikan akan dibalas dengan berlipat ganda. > Sebagaimana firman-Nya yang tercantum dalam sebuah hadits Qudsi: "Satu > kebajikan (dilipatgandakan) menjadi sepuluh dan akan Kutambah (lagi), dan ke > satu kejahatan akan Aku hapuskan. Shaum itu untuk-Ku dan kepunyaan- Ku, dan > aku sendiri yang akan membalasnya. Shaum itu penghalang dan perisai dari > siksa Allah bagaikan tameng senjata dari serangan pedang." > Barangkali karena ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan mendapat nilai > plus. Tak heran jika bulan Ramadhan banyak orang melakukan ibadah. > Bertadarus, itikaf, banyak melakukan shalat sunah, dan sebagainya. Pada > bulan suci ini menjadi saat penting untuk 'menabung' pahala. Karena amaliah > manusia akan mendapatkan 'bonus' pahala. Sayangnya, mungkin karena merasa > sudah punya banyak 'tabungan' pahala dan 'bonus' pahala. Arkian, usai > Ramadhan orang pun kembali ke 'fitrah'. Padahal sebelas bulan kemudian tanpa > terasa 'tabungan' dosa kita lebih banyak daripada 'tabungan' pahala. > Akibatnya, kita tergolong ke dalam manusia yang bangkrut. Karena, neraca > amaliah kita defisit. > * * * > Jika agama Islam dipahami hanya sebatas hablum minallah, dalam rangka ritual > ubudiyah. Hanya sebatas ibadah mahdhah. Maka, jangan heran bila Rasulullah > pernah bersabda yang artinya, "Banyak orang yang bershaum yang tidak > mendapatkan bagian (pahala), hanyalah lapar belaka, dan banyak pula orang > yang berjaga malam (untuk shalat dan zikir) yang tidak mendapatkan bagian > (pahala) dari berjaganya itu kecuali hanyalah (kelelahan ) dari > berjaga-jaganya itu saja." > Namun, yang lebih mengerikan lagi apabila kita termasuk ke dalam golongan > pendusta agama. Sudah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan ritual ubudiyah > tetapi masih juga dinilai Tuhan sebagai pendusta agama. Karena hablum > minallah kita tidak memberi dampak positif kepada manusia. Kita hanya > bersibuk diri dengan (merasa) melakukan hablum minallah tanpa merasa perlu > melakukan hablum minannas. Padahal tak ada satu pun kegiatan hablum > minaallah yang terlepas dari hablum minannas. > Orang yang dinilai oleh Allah sebagai pendusta agama, adalah bukan mereka > yang tidak melaksanakan ibadah mahdhah. Bukan tak pernah melakukan ritual > iubudiyah semata-mata. Melainkan yang disebut pendusta agama adalah mereka > yang menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, > orang yang shalat tetapi lalai, dan yang senantiasa berbuat riya, serta > enggan menolong (orang lain) dengan barang yang berguna. (Q.S: 107/Al maun : > 1 - 7). > Nah, yang menjadi masalah sekarang adalah sudah berapa puluh kali kita > melakukan ibadah shaum di bulan Ramadhan? Sepanjang hidup kita? Namun, > apakah puasa kita sudah memberikan dampak positif, teraplikasikan dalam > kehidupan sehari-hari? Benarkah puasa yang kita lakukan tidak membuat kita > tergolong dalam pendusta agama lantaran ketidakpedulian kita dalam terhadap > kaum dhuafa? Sehingga istilah yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin > tetap saja berlaku. Sudah puluhan kali berpuasa, tetapi tak juga sanggup > menggugah hati kita untuk peduli terhadap kaum dhuafa. Kita berpuasa dengan > berbuat riya (badan diloyo-loyokan, di kantor ngantuk, bermalas- malasan biar > puasa kita 'disaksikan' orang lain). Dan, kita merasa puas bila berhasil > meyakinkan orang lain bahwa kita sedang berpuasa. > Tak heran, setelah bulan Ramadhan berakhir, kegiatan 'menabung' dosa pun > mulai kita lakukan lagi. Akibatnya, meskipun sudah melaksanakan puasa > sebulan penuh. Ibadah ini tak membekas sama sekali. Kemiskinan tetap > bersahabat dengan orang-orang di sekitar kita. > Kita berharap mudah-mudahan ibadah puasa Ramadhan kali ini bisa menjadikan > kita tidak tergolong dalam pendusta agama. Tidak membuat kita menjadi orang > yang suka cedera janji. Sebab, paling tidak, sehari lima kali kita berikrar > "Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil alamin" - > Sesungguhnya sholatku ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, > Tuhan seru sekalian alam. Insya-Allah! *** > (Penulis adalah pekerja seni, aktivis Komunitas Sastra Indonesia). ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/