http://www.suarapembaruan.com/News/2004/10/26/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY

Tantangan ke Depan, Menuju Masyarakat Berkelas Dunia
Oleh Agus Pakpahan

ROFESOR Alan Schmid dari Michigan State University (MSU), mengatakan bahwa 
untuk bekerjanya sistem pasar diperlukan adanya sufficient minimum amount of 
love. Jadi, pasar itu dasarnya adalah cinta-kasih, love. Masyarakat akan 
rusak apabila dasarnya pasar adalah hanya untuk mencari untung 
sebesar-besarnya, tanpa adanya moralitas yang melandasi interaksi 
antar-individu atau golongan dalam masyarakat itu.
Apa yang dimaksud oleh Schmid dengan minimum amount of love itu? Kita ambil 
contoh hal yang sekilas tampaknya kecil tetapi implikasinya besar, misalnya 
rendemen tebu. Petani tebu tidak mengetahui dengan pasti berapa sebenarnya 
kandungan gula yang terdapat dalam tebu yang akan digiling di suatu pabrik. 
Apabila tidak ada minimum amount of love dari pabrik gula, maka dapat saja 
ia "ngakali" rendemen tebu yang disampaikan petani, misalnya, seharusnya 
rendemen tersebut 10 %, maka yang disampaikan kepada petani hanya 6 %. 
Manipulasi timbangan pada saat kita membeli sesuatu di pasar juga akan 
menjadi praktik bisnis sehari-hari apabila tidak ada minimum amount of love 
dari penjual. Demikian pun halnya dengan beredarnya bibit, pupuk atau 
pestisida palsu yang merugikan petani. Ini hanyalah contoh kecil bahwa pasar 
itu tidak dengan sendirinya baik. Bahkan, sebaliknya pasar dapat menjadi 
institusi yang merugikan masyarakat apabila tidak ada moralitas yang 
mendasarinya. Pasar hanyalah menjadi media bagi yang "kuat" mengalahkan yang 
"lemah".
Adam Smith dalam bukunya The Theory of Moral Sentiments (1759), yang 
diterbitkan sebelum An Inquiry Into the Nature and Causes of The Weath of 
The Nations (1776), menyampaikan bahwa warga negara yang baik adalah warga 
negara yang berusaha sekuat tenaganya meningkatkan kesejahteraan seluruh 
bangsanya. He is certainly not a good citizen who does not wish to promote, 
by every means in his power, the welfare of the whole society of his 
fellow-citizens, kata Adam Smith. Artinya adalah bahwa setiap individu perlu 
menjadi a good citizen dalam ukuran meningkatkan kesejahteraan pihak lain, 
kesejahteraan masyarakat. Kembali, dasarnya bukanlah perhitungan untung-rugi 
belaka, tetapi lebih mendalam lagi yaitu nilai atau moral yang membangkitkan 
kesejahteraan bersama.
Dunia ternyata berkembang ke arah yang tidak membahagiakan. Kesenjangan 
sosial makin melebar, kerusakan lingkungan makin menyesakkan dada, 
kemiskinan makin meningkat dan kesulitan makin banyak menghadang. Hal ini 
terutama berlaku bagi kita dan bagi saudara-saudara kita di belahan bumi 
yang dinamakan negara berkembang. Segala hal tersebut menjadi social trap, 
yang makin hari makin dalam-social capital deterioration. Love atau trust 
ternyata menjadi barang yang sangat langka.
Belajar dari perkembangan dunia selama ini, persoalan utama yang kita hadapi 
bukanlah persoalan ilmu pengetahuan atau teknologi. Manusia sudah bisa 
sampai ke bulan puluhan tahun yang lalu; manusia juga sudah menemukan 
bioteknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian. Manusia juga sudah 
berhasil mengembangkan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi 
yang membuat bumi ini dinamakan sebagai global village. Tetapi mengapa 
kemiskinan, kelaparan, keterbelakangan, perang, dan kesenjangan 
sosial-ekonomi masih menjadi persoalan pokok bagi kelangsungan peradaban 
kita?
Persoalan utama yang kita hadapi adalah kesenjangan antara lingkungan 
teknologi dan lingkungan institusional di sekitar kita. Lingkungan teknologi 
dapat kita amati dan kita rasakan melalui perubahan-perubahan sebagai akibat 
perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan baru di bidang 
teknologi. Namun, tidak demikian halnya dengan jenis lingkungan yang kedua, 
yang merupakan the invisible structures-hukum atau berbagai peraturan 
perundangan lainnya, nilai dan institusi. Kita merasakan dampaknya tetapi 
kita tidak bisa melihat wujudnya. Yang terakhir ini merupakan bagian dari 
lingkungan budaya kita-social architecture.
Social architecture ini hanya akan berkembang dalam arti positif apabila 
terjadi perubahan yang fundamental dalam tatanan nilai, khususnya dalam 
perkembangan kehidupan alam bawah sadar kita mengenai kerukunan, keadilan 
dan kemerdekaan. Pembangunan pada hakekatnya adalah untuk memerdekakan 
manusia dari ketidak-adilan yang menyebabkan berkembangnya ketidak-rukunan. 
Desain dari social architecture pada dasarnya adalah menciptakan tatanan 
nilai dan institusi baik dalam pengertian peraturan perundangan maupun 
dimensi akal-budi lainnya yang menentukan bagaimana saling hubungan antar 
individu atau antar kelompok masyarakat terhadap lingkungan fisik atau 
sumber daya, termasuk kesempatan-kesempatan yang ada, dan terhadap proses 
perubahan dalam teknologi yang terus berlangsung.
Globalisasi, yang sering ditafsirkan sebagai proses persaingan antar bangsa 
atau antar negara, pada dasarnya merupakan proses bagaimana suatu bangsa 
mendapatkan manfaat dari lingkungan global. Untuk dapat memperoleh manfaat 
tersebut diperlukan adanya daya saing dari bangsa yang bersangkutan. Daya 
saing adalah kemampuan untuk mengalahkan pihak lain dalam memperoleh manfaat 
dari lingkungan global tersebut. Jelas, pihak yang kuat akan mengalahkan 
pihak yang lemah.
Apakah ini tidak sama dengan proses survival of the fittest sebagaimana kita 
dapat belajar dari teori evolusi Charles Darwin? Tentu tidaklah demikian 
yang kita inginkan. Kita, dalam kehidupan manusia, mengenal akal-budi atau 
moral yang menjadi prinsip dalam membangun kehidupan bersama. Globalisasi 
dalam pengertian di atas perlu kita bangun atas dasar globalisme, yaitu isme 
yang mementingkan kebaikan bersama, tingkat kesejahteraan dan kemerdekaan 
bersama bagi seluruh penghuni planet bumi ini. Globalisme adalah dasar bagi 
terwujudnya global commons.
Dalam era globalisasi, persoalan lokal-global menjadi satu. Tidak mungkin 
kita mendapatkan manfaat dari globalisasi apabila barang atau jasa yang kita 
hasilkan tidak berkelas global. Tidak mungkin barang-jasa berkelas global 
akan dihasilkan oleh masyarakat yang tidak berkelas dunia. Tidak mungkin 
masyarakat berkelas dunia terwujud tanpa pemimpin masyarakat yang berkelas 
dunia pula. Terlihat bahwa ekonomi dan masyarakat menjadi satu-seperti ikan 
dengan air. Keduanya harus tumbuh dan berkembang bersama. Hal ini tidak 
mungkin terwujud apabila dasar dari entrepreneurship yang selama ini menjadi 
inti dari kemajuan global tidak dibingkai dalam format globalisme yang 
dicirikan oleh adanya rasa cinta, peduli dan saling menghargai antar pihak, 
baik yang berlaku antar bangsa atau antar negara maupun intra bangsa atau 
intra negara.
Dalam kaitan ini, Henton et. al. (1997) menjelaskan bagaimana Amerika 
Serikat (AS) mengambil kembali kejayaannya melalui pengembangan civic 
entrepreneur(-ship) (CE). Jadi, bukan lagi sekedar entrepreneur. Para CE 
bekerja keras membangun kembali Austin, Cleveland, Wichita, Arizona, Silicon 
Valley dan Florida. AS berhasil, dan ini dapat menjadi contoh bagi 
daerah-daerah lainnya. Karena itu, tidak cukup landasannya sekadar 
entrepreneurship, tetapi harus CE sebagai dasar membangun masyarakat dan 
ekonomi sekaligus, sebagaimana yang dimaksudkan Adam Smith atau Alan Schmid, 
seperti di atas. CE ini harus muncul dan hidup subur di kalangan pemerintah, 
dunia usaha, dan masyarakat, baru masyarakat dan ekonomi masyarakat akan 
berkembang positif.
Membangun CE inilah tantangan utama kita ke depan, menuju masyarakat 
berkelas dunia untuk menghasilkan barang dan jasa berkelas dunia pula. Pasar 
sebagai basis mekanisme ekonomi global memerlukan landasan cinta, yaitu 
adanya sufficient minimum amount of love. Ini adalah dimensi moral dari 
pasar, yang harus dimanifestasikan dalam desain social architecture yang 
melandasi interaksi sosial-ekonomi dari kita semua. Pelaku intinya adalah 
para civic entrepreneur, baik dari kalangan dunia usaha, pemerintah, 
legislatif, yudikatif maupun masyarakat pada umumnya.
Penulis adalah Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan 
Indonesia (Gapperindo)


Last modified: 26/10/04 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke