Rasulullah telah bersabda, yang maknanya intinya kurang lebih:
"Berbicaralah yang baik, atau diam."


Pembicaraan yang baik, tentu saja adalah pembicaraan yang sesuai dengan
tuntunan Allah dan RasulNya, yang tidak bertentangan dengan Islam. Karena
Dzat yang berhak menentukan mana yang baik dan mana yang tidak, adalah
Allah SWT.

Hal ini sebenarnya adalah sebuah kewajaran bagi sebuah ideologi.
Sebagaimana Kapitalisme dan Sosialisme, Islam juga merupakan sebuah
ideologi. Sebuah ideologi, secara khas akan memiliki sebuah mekanisme
tertentu untuk menjaga eksistensi ideologi itu sendiri.

Dalam ideologi Kapitalisme yang kini sedang berlangsung, dimana salah satu
derivatnya adalah demokrasi, banyak slogan-slogan yang mengklaim bahwa
demokrasi sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Kalau kita rajin
mengikuti perkembangan politik di seluruh dunia, kita akan tahu bahwa
klaim itu tidak lebih daripada sekedar sebuah OMONG KOSONG.

Banyak sekali orang-orang yang ditangkapi, disiksa, dan dibunuh, hanya
karena mereka mengeluarkan sebuah pernyataan sikap yang bertentangan dan
berpotensi mengancam eksistensi demokrasi dan kapitalisme.

Jadi, kebebasan berbicara itu faktanya memang tidak pernah ada. Cuma
konsep-konsep yang bersifat imajinasi dan khayalan. So, berbicaralah yang
baik, atau diam.

Secara teori dalam demokrasi, semua bebas berbicara, selama tidak
bertentangan dengan konsep-konsep demokrasi. (walau sudah banyak contoh
kemenangan Islam dalam demokrasi yang dikudeta) Begitu juga dengan Islam.
Dalam Islam, semua bebas berbicara, selama tidak bertentangan dengan
aqidah Islam.

-----Original Message-----
From: Ibrahim 
Sent: Monday, November 01, 2004 8:44 AM
To: BUMN (E-mail); Ekonomi - Nasional (E-mail)
Subject: [ekonomi-nasional] FW: (OOT) JIL, CIA dan Imperialisme Barat
Importance: High



Dari milis tetangga

================================================

Date: Fri, 29 Oct 2004 13:57:21 +0700

From: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>

Subject: JIL, CIA dan Imperialisme Barat

 

Hidayatullah.com, Kamis, 28 Oktober 2004 

 

JIL, CIA dan Imperialisme Barat

Dari segi ide besarnya, JIL lebih mirip kepanjangan imperalisme Barat atas
dunia Islam yang dicarikan bentuk pembenarannya dari khazanah Islam. Dasi
segi politis, ada benang merah dengan CIA. Benarkah?

Oleh: Thoriq* 

Setelah sekian taun JIL (Jaringan Islam Liberal) mendeklarasikan
keberadaanya --didirikan sekitar Maret 2001-kini, mulai nampak tanda-tanda
keberhasilannya. Setidaknya, fenomena-fenomena baru yang sangat gamblang
--yang semula nampak dengan 'malu-malu'-kini sudah banyak dirasakan. Salah
satu impact penting yang timbul dari lahirnya gudang pemikiran itu adalah
lahirnya atmosfir 'konyol' yang oleh kebanyakan pengikutnya disebut dengan
istilah "kekritisan berfikir". Atmosfir baru sebagian kaum terpelajar
muslim, kini, seakan-akan ada perubahan mendadak. Terutama cara mereka
berfikir, berargumen. 

Tiba-tiba mereka terlihat begitu semangat 'mengkritisi' Al-Qur'an, menolak
beberapa nash hadits-hadish shahih, serta menuduh para ulama' sebagai
kelompok konserfatif. Anak-anak muslim 'terpelajar' itu juga terlihat
sangat
antusias berbicara, berdiskusi, mengadakan seminar, workshop, lokakarya
untuk membahas tema-tema demokrasi, kebebasan berekspresi, skularisasi,
pluralisme, dan kesetaraan gender. Mereka bahkan teramat sibuk bergelut
dengan referensi-referensi liberal. Bacaan-bacaan wajib mereka, kini
Tahrirul Mar'ah milik Qasim Amin, The Spirit of Islam-nya Amir Ali, serta
Al
Islam wa Ushul Al Hukmi yang sesungguhnya hanya jiplakan dari tulisan
orientalis Inggris Thomas W. Arnold. Nama-nama semisal, Sayid Ahmad Khand,
Arkeun, Ali Abdul Razik, Charles Kuzman, Fatimah Marnissi, Nasir Hamid Abu
Zaid dan Fadzlurrahman seolah-olah "kitab suci" baru yang kini melekat di
otak mereka. Di saat yang sama, mereka mulai tampak malas menelaah
Al-Qur'an, bahkan boleh jadi mules (muak, red) jika mendengar dalil-dalil
dari hadits. Yang jelas, mereka begitu percaya diri dengan identitas itu,
dan begitu bangga disebut liberal. 

Sebuah pertanyaan penting yang kerap ada dalam kepala orang adalah; "Apakah
program-program JIL perpanjangan imperialisme barat? Apakah identitas Islam
hanya kedok untuk meloloskan ideologi kapitalis?. Sudah barangtentu akan
banyak dalih yang mereka kemukakan. 

Perpanjangan Imperialis

Kalau boleh jujur, sebenarnya, ide-ide besar JIL dapat dipahami dalam
kerangka kepanjangan imperalisme Barat atas Dunia Islam, yang pada
gilirannya, dicari-cari bemtuk pembenarannya dari khazanah Islam. 

Kalau kita mengamati dengan seksama tentang agenda-agenda JIL, maka kita
akan menemukan korelasi antara imperialisme barat dan agenda JIL. Luthfi
Asy-Syaukanie, salah satu motor JIL pernah menyebut dengan jujur empat
agenda utama lahirnya Islam Liberal. Pertama, agenda politik, Kedua, agenda
toleransi agama, Ketiga, agenda emansipasi wanita, dan Keempat, agenda
kebebasan berekpresi. 

Dalam agenda politik, misalnya, kaum muslimin "diarahkan" oleh JIL untuk
mempercayai sekularisme, dan menolak sistem pemerintahan Islam (Khilafah).
Dalam agenda plurarisme, kelompok ini menyeru bahwa semua agama adalah
benar, tidak boleh ada truth claim. Agenda emansipasi wanita, seperti
menyamaratakan secara absolut peran atau hak pria dan wanita tanpa kecuali,
dan agenda kebebasan berekspresi, seperti hak untuk tidak beragama, tak
jauh
bedanya dengan agenda politik di atas. Semua ide-ide ini pada
ujung-ujungnya, pada muaranya, kembali kepada ideologi dan kepentingan
imperialis. 

Karena itu, sulit sekali-untuk untuk tidak mengatakan --minimal mustahil--
mencari akar pemikiran-pemikiran tersebut dari Islam itu sendiri secara
murni, kecuali setelah melalui pemerkosaan teks-teks Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Misalnya teologi pluralisme yang menganggap semua agama benar,
sebenarnya berasal dari hasil Konsili Vatikan II 1963-1965) yang merevisi
prinsip extra ecclesium nulla salus (di luar Katolik tak ada keselamatan)
menjadi teologi inklusif-pluralis, yang menyatakan keselamatan dimungkinkan
ada di luar Katolik. (Islam Liberal: "Sejarah, Konsepsi dan
Penyimpangannya", Adian Husaini dan Nuim Hidayat).

Selain itu, dari kerangka ideologi, ide-ide JIL sendiri, dapatlah kiranya
dinyatakan sebagai ide-ide kapitalisme. Luthfi Asy-Syaukanie dalam bukunya
Wajah Liberal Islam di Indonesia (2002) telah berhasil menyajikan deskripsi
dan peta ide-ide JIL. Jika dikritisi, kesimpulannya adalah di sana ada
banyak contekan sempurna terhadap ideologi kapitalisme. Tentu ada
kreativitas dan modifikasi. Khususnya pencarian ayat atau hadits atau
preseden sejarah yang kemudian ditafsirkan secara paksa agar cocok dengan
kapitalisme. Ide-ide besar kapitalisme itu antara lain; (1) sekularisme,
(2)
demokrasi, dan (3) kebebasan. Dukungan kepada sekularisme --pengalaman
partikular Barat-- nampak begitu getolnya mereka melakukan penolakan
terhadap bentuk sistem pemerintahan Islam (khilafah), dan penolakan yang
begitu bersemangat terhadap syariat Islam. Tetapi mereka menerima begitu
saja semua gagasan demokrasi tanpa ada nalar kritis. Istilahnya, mereka
cepat-cepat 'melek' (terbelalak) jika mengkritisi Islam, tapi buru-buru
buta
(pura-pura tak melihat) jika sumber-sumber itu datangnya dari Barat. 

Kentalnya ide-ide pokok kapitalisme dan berbagai derivatnya ini, masih
ditambah dengan suatu metode berpikir yang kapitalistik pula, yaitu
menjadikan ideologi kapitalisme sebagai standar pemikiran. Meminjam bahasa
Al Jawi, ide-ide kapitalisme diterima lebih dulu secara taken for granted
dan dianggap benar secara absolut, tanpa pemberian peluang untuk didebat
(ghair qabli li an-niqasy) dan tanpa ada kesempatan untuk diubah (ghair
qabli li at-taghyir). Lalu ide-ide kapitalisme itu dijadikan cara pandang
(dan hakim!) untuk menilai dan mengadili Islam. 

JIL Asia Foundation dan CIA

The Asia Foundation adalah LSM raksasa yang markas besarnya di San
Fransisco. LSM ini memiliki 17 kantor cabang di seluruh Asia, termasuk
Washington, D.C. Tahun 2003 kemarin, The Asia Foundation mengucurkan
bantuan
sebesar 44 juta USD dan mendistribusikan 750 ribu buku dan materi
pendidikan
yang nilainya berkisar mencapai 28 juta USD di seluruh wilayah Asia. 

Sebagaimana dikutip situs resmi pemerintah AS, http://usinfo.state.gov,
Oktober lalu -beberapa hari menjelang Pemilu di Afghan-- lalu, The Asia
Foundation, membikin program The Mobile Theater Project, sebuah bioskop
keliling. Dengan alasan pendidikan demokrasi --atau lebih tepat kampanye
pemaksaan demokrasi- mereka berkeliling kampung untuk memutar film dengan
ditonton sekitar 430.000 pemirsa. 

Di Indonesia, dalam Pemilu 2004 kemarin, seperti diakuinya di situs
http://www.asiafoundation.org/, lembaga ini ikut mendanai JPPR (JPPR atau
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat) dengan mempekerjakan 141.000
relawan dan melakukan training kurang lebih 70 ribu orang. Mereka bisa
memanfaatkan radio dengan asumsi 25 juta pendengar, memanfaatkan TV yang
ditonton 74 juta pemirsa, juga menguasai media cetak dengan perkiraan
dibaca
3 juta orang. 

Di Indonesia, keberadaanya sudah ada sejak tahun 1970. Mereka berdiri di
balik program-program bernama; training keagamaan, studi gender, HAM dalam
Islam, civic education di lembaga-lembaga Islam, pusat pembelaan perempuan
untuk Islam (Muslim Women Advocacy), dan isu-isu pluralisme, paralalel
dengan program-program JIL. 

Jika dilihat berbagai agenda dan kegiatannya selama ini, ada korelasi
antara
agenda-agenda JIL dengan LSM Raksasa bernama The Asia Foundation. 

Tidak bisa dipungkiri, bahwa kehidupan kelompok ini amat tergantung pada
kucuran dana dari The Asia Foundation. Dan karena donor yang amat besar
dari
LSM ini, maka JIL dalam waktu yang relatif singkat sudah bisa mendirikan
Radio satelit pertama di Indonesia, Radio 68H, yang siarannya direlai
puluhan pemancar radio di Indonesia, mampu membeli satu halaman penuh koran
Jawa Pos, bahkan mampu menayangkan iklan-iklan di televisi dengan durasi
yang panjang, semisal iklan "Islam Warna-Warni" yang akhirnya berhenti
tayang karena somasi MMI, bahkkan bisa menghidupi kegiata-kegiatan mereka
yang membutuhkan biaya besar. Jika ditilik dari sponsor utama (sebut The
Asia Foundation) yang selama ini menjadi 'penyangga' utama pendanaan JIL,
bisa ditarik kesimpulan bahwa The Asia Foundation adalah jaringan
'induk'nya. Dengan bahasa lain, JIL adalah 'karyawan' The Asia Foundation
yang bertugas di lapangan, untuk menjalankan proyek-proyek besarnya. 

The Asia Foundation, yayasan ini ditengarai banyak mendanai
kegiatan-kegiatan dalam rangka penyebaran paham kapitalisme dan sejenisnya.
Yang paling nampak mencolok keterlibatan The Asia Foundation bagaimana dia
mem-back up Tim Pengarasutaman Gender (PUG) bentukan Departemen Agama, yang
kemudian berhasil menyusun draf Kompilasi Hukum Islam yang isinya kemudian
menimbulkan kontroversial. 

Merujuk sebuah makalah yang berjudul CIA's Hidden History in the
Philippines, Roland G. Simbulan, yang disampaikan pada ceramahnya di
University of The Philipinnes (18 Agustus, 2000), mengutip dari tulisan
seorang sosiolog Amerika, James Petras, yang dimuat dalam Journal of
Contemporary Asia, menggambarkan, bagaimana LSM yang besar bisa
dikendalikan
--jika tidak didukung oleh pemerintah Amerika-- atau perusahaan raksasa
yang
dikendalikan agen-agen rahasia atau CIA yang ingin memanfaatkannya sebagai
sarana penyamaran. Yang dimaksud Petras, hal itu untuk mengelabuhi dan
menghindari konflik yang diakibatkan benturan langsung terhadap struktur
resmi pemerintahan. Serta menghindari class analysis adanya penjajahan dan
eksploitasi kapitalis. 

Roland G. Simbulan juga menjelaskan bahwa yang memainkan peran CIA yang
paling menonjol di Manila adalah The Asia Foundation. Pernyataan ini
dinilai
cukup valid, karena didasari oleh pernyataan seorang anggota Departemen
Birokrasi Amerika, William Blum. Dalam sebuah resensi buku yang berjudul
Asia Foundation is the principal CIA front, dalam salah satu buku seorang
jurnalis investigasi majalah Times, Raymond Bonner, yang berjudul: Waltzing
with a Dictator: The Marcoses and the Making of American Policy, menyatakan
bahwa "Asia Foundation adalah bentukan dan kedok CIA!". Ini semakin
diperkuat oleh interview Roland G. Simbulan dengan seorang mantan mata-mata
CIA yang beroperasi di Philipina pada tahun 1996, dimana ia aktif
menggunakan yayasan ini (The Asia Foundation) sebagai agen. Bahkan secara
terang-terangan pula diungkapkan dalam laporan tahunan The Asia Foundation,
tahun1985, yang menyebutkan di dalamnya pernyataan Victor Marchetti, salah
satu dari pimpinan deputy CIA, bahwa "Asia Foundation didirikan oleh CIA
dan
sampai 1967 mendapat subsidi darinya." (Asia Foundation Annual Report,
1985). Jelas, bahwa LSM The Asia Foundation memang bentukan CIA, didirikan
sebagai alat, dan sarana untuk memperluas dan mempermudah proses
imperialisme Amerika Serikat terhadap Negara-negara lain di kawasan Asia
Pasifik dengan cara non konfrontatif.

Dari sini pulahlah, boleh jadi, JIL --setelah dilihat dari substansi ide
yang diusung, serta pertnershipnya-- bahwa sesungguhnya aktifitasnya tidak
ada hubungannya dengan Islam, tidak pula ada sangkut-pautnya dengan
perbedaan metode penafsiran nash, pembaharuan, pencerahan, atau sifat
kritis. Aktifitas JIL, sekali lagi --boleh jadi-- tak lain, merupakan
kemungkinan aktivitas intelejen asing yang hendak menancapkan kuku-kuku
imperialismenya di bumi umat Islam, umumnya dan Indonesia, pada khususnya.
Benarkah demikian? Wallahu a'lam. 

*) Penulis adalah mahasiswa Syari'ah Islamiyah Universitas Al Azhar Cairo
Mesir

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke