Pada tanggal 29 November 2004 lalu, oleh sekelompok orang di beberapa negara diperingati sebagai "Buy Nothing Day". Gerakan anti konsumerisme ini dipelopori oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan disebarluaskan ke seluruh dunia. Maksud utamanya adalah menjadikan masyarakat sebagai konsumen yang cerdas dan kritis terhadap apa yang dibelanjakannya.
Gerakan ini dimulai sejak tahun 1993 oleh Adbuster, sebuah organisasi nirlaba dari Kanada, dan kini telah menyebar di hampir 30 negara di dunia. Caranya adalah dengan tidak melakukan belanja/transaksi selama 24 jam, dan merenungkan kembali apa saja yang selama ini telah kita belanjakan. Seberapa penting produk itu sehingga kita harus membelinya? Pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan untuk membangun kesadaran, bahwa budaya konsumerisme mengundang banyak bahaya, tidak hanya dari segi keuangan, tapi juga dari segi lingkungan. Perhatian pada budaya konsumerisme memang perlu digalakkan saat ini, mengingat sebentar lagi kita juga memasuki era pasar bebas, dimana berbagai barang memikat hati akan dijajakan, menggoda kita untuk memilikinya. Pertanyaannya adalah seberapa perlukah kita terhadap barang-barang tersebut? KALAU kita mau kembali sebentar pada kehidupan kita, belum lama berselang kita juga baru saja melepas Bulan Suci Ramadhan, bulan penuh hikmah yang dipahami juga sebagai bulan untuk menahan segala hawa nafsu. Memaknai itu semua, maka sebenarnya kita baru saja selesai merayakan "Buy Nothing Month", dengan makna yang lebih sempit. Bulan suci Ramadhan seharusnya bisa dimaknai dengan gerakan anti konsumerisme ini. Selama sebulan kita bukan saja harus menahan lapar dan dahaga, tetapi seharusnya juga bisa menahan segala hawa nafsu untuk berbelanja. Jikalau di hari-hari biasa kita yang merokok menghabiskan tiga bungkus sehari, maka di bulan ramadhan seyogyanya bisa kita kurangi menjadi satu bungkus sehari. Bayangkan dampaknya pada keuangan kita! Belum lagi menghitung pengeluaran rutin lainnya yang sebenarnya tidak perlu. Dalam kasus di atas, merokok bukan saja tidak perlu, tetapi bahkan tidak sehat untuk kita. Bisa dipahami bahwa berhenti merokok bukanlah usaha yang mudah, perlu niat, dukungan, dan lingkungan yang kondusif. Bulan Ramadhan seharusnya bisa menjadi bulan yang sangat kondusif untuk itu. Jika "Buy Nothing Day" hanya menyerukan sehari, 24 jam, maka bulan Ramadhan menyerukan umat Islam untuk berpuasa selama satu bulan penuh. Meski hanya dari Subuh sampai Magrib, tapi memaknai puasa tentu bukan hanya sekedar berhenti makan dan minum saja di diang hari. Kalau bisa benar-benar diresapi maknanya, maka "Buy Nothing Month" bisa memberi makna baru dalam Bulan Ramadhan yang baru lalu. Tapi apa yang terjadi, justru sebalinya. Angka statistik perdagangan menunjukkan betapa Bulan Ramadhan, terutama menjelang Idul Fitri, adalah lonjakan besar dalam sejarah perdagangan untuk pasar domestik. Semua orang sibuk berlomba-lomba berbelanja, membeli pakaian, bahan makanan, bahkan alat transportasi. Bulan Ramadhan menjadi sekedar jeda, tetapi tidak berdampak signifikan. Setelah waktu jeda berakhir, kita bagaikan kesetanan mengumbar hawa nafsu berbelanja kita. Jika saja, kita tidak melakukan belanja berlebihan selama bulan Ramadhan hingga Idul Fitri, bayangkan berapa rupiah yang bisa kita tabung sebagai hasilnya? Dalam konsep Ramadhan pula kita harus menyantuni orang miskin, maka melalui dana yang terakumulasi akibat dikuranginya budget belanja, akan ada besar sekali dana yang bisa menyantuni mereka. Sangat sederhan bukan? SAYANG sekali memaknai Ramadhan belum sampai pada aplikasi seperti ini. Paling tidak belum terlihat secara massal. Mungkin sudah ada beberapa orang yang menyadari makna Ramadhan, lebih mendalam daripada sekedar menanti waktu belanja masal di massa menjelang Idul Fitri. Ironisnya, kita semua sudah maklum, bahwa menjelang Idul Fitri-lah masanya kita bisa berbelanja sebanyak-banyaknya. Pakaian harus baru, mobil harus baru, telepon genggam baru, kalau perlu rumah baru. Pandangan yang berlebihan seperti ini masih sulit diberantas. Padahal dampaknya sangat berbahaya, terutama bagi mereka yang sebenarnya tidak mampu untuk memenuhi ambisi serba baru di Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Yang terjadi kemudian tidak sedikit orang-orang miskin mendatangi rumah-rumah orang kaya, dan kadang-kadang memaksa meminta 'sembako' atau sedekah sekedarnya untuk menghadapi Hari Raya Idul Fitri. Semua itu dilakukan atas pembenaran semangat Ramadhan, dan ketika mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ekspresi kekecewaan mereka terkadang cenderung destruktif. Peristiwa seperti di atas bukanlah isapan jempol. Itu nyata, terjadi di sekitar kita, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa. * ______________________________________ rahadian p. paramita at http://prajnas.blogspot.com [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/