Heheheh..

Aku setuju dengan istilah "Gombalisasi". Saat kebenaran menjadi semu 
dan hanya tinggal sebagai jejak-jejak yang berbentuk slogan. 

Saat kita berbicara mengenai multikulturalisme, kita lupa telah 
mendiskreditkan keyakinan tertentu. Ketika kita memuji AS dengan 
keberadaan "TV Muslimnya" kita lupa bahwa Indonesia sudah lama 
ada "TV agama" baik itu TV Islam, TV Kristen atau TV Hindu yang 
dipancarkan langsung dengan satelit. Toh tidak ada FPI, tidak ada 
PGI tidak ada yang melakukan anarkisme.

Saat kita berbicara bagaimana menciptakan kesetaraan, kita 
dikejutkan dengan WNI China yang menjual Gombal; telah diperkosa 
muslim Indonesia, hanya untuk mendapat suaka.

Penipuan-penipuan dengan mengkambinghitamkan agama, untuk merangkul 
massa, mendapat greencard atau untuk mendapat sumbangan. Ternyata 
agama dan toleransi yang kita agungkan hanya sebuah komoditas yang 
tidak berharga. KOmoditas yang ditukar dengan kepentingan beberapa 
gelintir org.... hehehhe

Saat "kebebasan" didengungkan dengan suara-suara pendiskreditan 
terhadap sebuah elemant tertentu. Mengapa manusia tidak pernah jujur 
dengan makna keagungan "kebebasan' itu sendiri. Mengapa kita tidak 
pernah lepas dari semua "kepentingan ini". Ah, dunia kayaknya akan 
selalu begini...

Salam Damai,

JM


Jatuhnya Domino Hans Gouw

Tertangkapnya komplotan Hans Gouw membuat imigran gelap Indonesia di 
Amerika Serikat takut dideportasi. Komplotan ini terbongkar dengan 
dipancing lewat pemohon suaka palsu asal Indonesia. Bagaimana trik 
menjebak biro jasa itu dijalankan? Kini 2.000 pemohon suaka akan 
disapu bersih dan diadili.

SUASANA perkampungan warga Indonesia di Philadelphia Selatan terasa 
tegang. Semua mata melihat dengan curiga saat Gatra masuk ke salah 
satu toko Indonesia, di Snyder Avenue. Bahkan tiga orang lelaki yang 
baru turun dari mobil van balik naik ke dalam mobilnya.

"Itu wartawan! Wartawan! Jangan-jangan kita dilaporkan," kata 
seorang di antara mereka. Banyak warga kehabisan koran-koran lokal 
berbahasa Indonesia. Situasi serupa yang terasa di beberapa pusat 
pencucian pakaian (laundry) di Philadelphia Selatan.

Mereka ingin tahu daftar nama 26 warga Indonesia yang tertangkap di 
Negara Bagian Virginia. Dan yang lebih penting, mereka ingin tahu 
nasib mereka selanjutnya. Maklum, tertangkapnya komplotan Hans Gouw 
merupakan mimpi buruk bagi kebanyakan warga Indonesia di Amerika 
Serikat.

Sebab, bisa dipastikan nasib mereka, yang mayoritas pemohon suaka 
politik dan mengantongi kartu identitas palsu, berada di ujung 
tanduk. Tak lama lagi, sebanyak 2.000 pemohon suaka akan "disapu 
bersih" dan setelah diadili, karena kasus pemalsuan, bakal 
dipulangkan ke Indonesia.

Nasib buruk mereka akibat ulah kawanan Hans Gouw, komplotan 26 orang 
pemalsu identitas dan suaka politik di Virginia yang ditangkap pekan 
lalu. Tidak seperti pelanggar hukum di Amerika Serikat, yang 
kebanyakan menyembunyikan identitasnya, kelompok ini seakan tenang-
tenang saja memamerkan diri.

Di setiap iklan berukuran besar yang dipasang CIAS (Organisasi 
Masyarakat Cina Amerika) di beberapa media berbahasa Indonesia di 
California dan negara bagian lainnya, Hans Gouw memasang foto 
rumahnya yang mewah itu.

Rumah Hans yang terletak di Pohick Station Drive, Fairfax Station, 
Virginia, memang cukup mewah. Halamannya luas, dan di depan pintu 
masuk terdapat sebuah air mancur mini. Sementara itu, di depan 
garasi berderet mobil mewah.

Merek mobil itu terkenal sebagai mobil mahal. Seperti BMW sport 
warna metalik bernomor pelat "Yanti G" milik Isnayanti Gouw, lalu 
mobil jip Cadillac Escalade bernomor pelat "Hi Joe" milik Joandi, 
keponakan Hans. Juga ada dua mobil jip merek lain bernomor 
pelat "CIAS 1" dan "CIAS 2". Ada pula mobil Hyundai bernomor 
pelat "Hi Lia".

Bahkan menurut penuturan Tanudjaja, salah satu warga Indonesia yang 
minta asilum lewat Hans, di garasi rumah Hans ada dua mobil Mercedes 
dan BMW keluaran tahun terakhir. Sementara itu, di tembok tapal 
batas jalanan masuk ke pekarangan rumahnya tertera "The Gouws 6155".

Saat Gatra membunyikan bel rumahnya, seorang anak muda --kemungkinan 
Joandi Gani, salah satu tersangka yang ditangkap pekan lalu-- 
mengintip dari balik gorden rumah mewah itu sebelum keluar. Sambil 
tetap memegang daun pintu, ia menanyakan maksud kunjungan Gatra.

"Ini Joandi?" tanya Gatra. Pemuda itu balik bertanya, "Memang 
kenapa?". Dan setelah dijelaskan, ia hanya menjawab, "Wah, Pak Hans 
tidak ada. Tidak jelas kapan pulangnya," katanya. Wajahnya terlihat 
tegang, sementara di balik pintu tampak sejumlah wanita menongolkan 
wajahnya dengan sembunyi-sembunyi.

Suasana tegang juga terlihat di kantor AAPS (Asia American Placement 
Services), yang terletak di deretan depan gedung perkantoran Spring 
Mall Building, Springfield, Virginia.

Seorang lelaki bule, diduga Michael Wright, suami Megawaty 
Gandasaputra, direktur biro jasa itu, mengangkut beberapa kotak 
warna biru dan pesawat televisi, dibantu Joandi, ke dalam jip 
bertuliskan "Hi Joe".

Saat Gatra mendekat, mereka buru-buru masuk ke dalam kantor AAPS, 
membiarkan pintu mobil belakangnya terbuka. Memang tidak terlihat 
ada komputer yang diangkut ke luar. Maklum, petugas Biro ICE 
(Immigration and Customs Enforcement) telah menyita perangkat keras 
yang diduga digunakan komplotan Hans Gouw memproses seluruh dokumen 
dalam kasus pemalsuan permohonan suaka politik dan identitas.

Seperti diketahui, dalam penyelidikan kasus Hans ini, ICE dibantu 
sejumlah pendatang gelap asal Indonesia lewat beberapa cara. Di 
antaranya, para warga RI itu diminta ICE mendekati kelompok Hans cs, 
sambil berpura-pura menjadi peminat suaka palsu.

Petugas ICE juga memastikan bahwa semua warga RI yang membantu 
mereka itu tidak pernah melakukan kejahatan di Amerika Serikat. 
Eliana, misalnya, yang mengajukan permohonan suaka lewat CIAS pada 
14 Agustus 2003, menggunakan nama palsu. Tidak seperti biasanya, 
kali ini Hans dan komplotannya tidak mencantumkan nama mereka 
sebagai biro jasa yang membantu Eliana.

Entah untuk mengelabui petugas, CIAS mengajukan surat permohonan itu 
lewat kantor imigrasi di Texas. Tapi alamat Eliana tetap di 
Virginia, di tempat tinggal Hans Gouw yang lama, di 13105 Canova 
Drive, Manassas, Virginia.

Dalam permohonannya itu, Eliana dikatakan menderita perlakuan tidak 
adil dan penganiayaan sejak kecil oleh bosnya yang muslim. Untuk 
itu, Eli harus membayar pada CIAS US$ 2.750 untuk pembuatan surat 
kelahiran palsu, dengan nama baru, yang seolah dikeluarkan Kantor 
Catatan Sipil Jakarta, Februari 2001.

Surat palsu itu seolah diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh CIAS 
pada 8 Agustus 2003. Sebulan kemudian, Eli menemui Brigitta Parerra, 
seorang pegawai Hans, di rumah Hans di Pohick Street, Fairfax.

Di rumah mewah itu, Eli dilatih menghadapi pewawancara dari kantor 
imigrasi Amerika Serikat. Antara lain menghafal cerita bohong, dan 
menjawab pertanyaan dasar tentang agama Kristen, soal Yesus dan 
Injil.

Selain itu, Eli juga diminta memohon pada petugas agar ia bisa 
menghindari ancaman penganiayaan di Indonesia. Dan terakhir, Eli 
diminta menangis dan terlihat sedih sambil menjelaskan bahwa warga 
muslim fanatik akan membunuhnya bila ia kembali ke Indonesia.

Pada saat wawancara dengan petugas imigrasi, Brigitta bekali-kali 
mengingatkan tentang latihan yang diberikan. "Wanita pembimbing" ini 
juga memelesetkan terjemahannya agar lebih dramatis.

Contohnya, ketika petugas bertanya apakah Eli punya kenalan atau 
keluarga yang pernah mengalami kekerasan di Indonesia, Eli menjawab 
ia punya kenalan wanita yang mengalami nasib serupa.

"Lalu, apa yang terjadi padanya?" tanya petugas. Eliana hanya 
menjawab, "Nggak tahu. Dia ngomel-ngomel saja." Tapi oleh Brigitta 
diterjemahkan dengan, "She got raped (diperkosa)." Brigitta ternyata 
tidak tahu bahwa Eli adalah orang suruhan ICE untuk menjebaknya.

Lain lagi yang dilakukan salah satu mata-mata ICE bernama samaran 
Hendra. Warga Indonesia ini dipasangi alat penyadap di tubuhnya saat 
menghubungi Herlina Suherman, perwakilan CIAS untuk Amerika Serikat 
Tengah. Dari percakapan mereka didapat keterangan Herlina:

"Imigrasi mulai merasa banyak yang bohong, mereka mengajukan suaka, 
cuma sekadar mengajukan saja. Memang benar begitu sih. Banyak yang 
tujuannya cuma memperpanjang waktu supaya bisa tinggal di sini lebih 
lama, sampai tiga, empat, atau lima tahun. Langsung telepon Pak 
Hans. Dia sudah menangani permohonan suaka sampai lebih dari 700 
orang, lho."

Ketika Hendra menjelaskan bahwa dia tidak punya pengalaman buruk, 
Herlina menjawab, "CIAS akan membuatkan cerita." Ketika ditanya 
Hendra, siapa Pak Hans, Herlina menjawab, "Eeh, bukan dia sendiri 
sih, tapi kayaknya pegawainya. Saya bilangin ya, kalau nggak punya 
cerita, saya kirim formulir, saya kirim lagi ke Pak Hans, bos saya. 
Nanti dia yang ngurus semua. Mereka juga bisa bikin surat kelahiran."

Pada 20 Oktober 2003, Hendra diminta datang ke markas CIAS di 
Virginia. Di situ dijelaskan bahwa Hendra akan didampingi Achnita 
Hanny yang bertindak sebagai penerjemah sekaligus pelatihnya yang 
berpengalaman sebanyak 30 kali. "Jangan terlalu sering lihat ke arah 
Achnita, ya. Nanti jadi kelihatan bahwa kita kerja sama. Akting-
akting dikit. Sebisa mungkin nangis."

Saat latihan wawancara, Hendra diminta menjelaskan bahwa ia dirawat 
dua hari di rumah sakit karena dianiaya oleh sekelompok orang 
muslim. "Dihafal betul-betul cerita dan urutan kejadiannya. Pura-
pura nggak bisa bahasa Inggris, ya, di depan petugas." Wawancara 
dengan petugas imigrasi berjalan mulus.

Kini Hans Gouw dan sejumlah tersangka lelaki --dari 23 orang yang 
ditangkap-- berstatus tahanan luar dengan uang jaminan US$ 50.000 
per orang. Akhir pekan lalu, Teguh Wardoyo, Kepala Bidang Konsuler 
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), yang menjenguk tiga 
tahanan di penjara wanita, Alexandria menjelaskan, mereka meminta 
bantuan KBRI.

"Kami hanya bisa membantu agar mereka yang ditahan bisa mendapatkan 
hak-haknya. Misalnya didampingi penasihat hukum, diberi makan dan 
penginapan yang layak," kata Teguh kepada Gatra. "Mereka bertiga 
menangis minta pulang ke Indonesia," Teguh menambahkan.

Dari kasus ini bisa ditebak bahwa ke-23 orang tersangka bermain-main 
dengan hukum Amerika Serikat yang dikenal sangat tangguh. Pola pikir 
sederhana dan melecehkan hukum, seperti yang biasa dilakukan di 
Indonesia, mereka anggap bisa diterapkan di Amerika. "Seperti 
makelar atau biro jasa SIM atau STNK yang banyak terdapat di hampir 
seluruh kota Indonesia," kata seorang warga Amerika Serikat yang 
pernah mengajar di Universitas Brawijaya, Malang.

Kebodohan komplotan Hans Gouw bisa dilihat dari cara mereka 
melaporkan pajak penghasilan yang hanya US$ 5.000 setahun. "Setara 
gaji pelajar SLTA yang nyambi kerja," kata mantan dosen itu. 
Sementara itu, Hans Gouw tinggal di rumah mewah seharga US$ 500.000 
lebih. Ia juga menyimpan tabungan sebesar ratusan ribu dolar di bank-
bank lokal Virginia. Tentu saja, ini membuat curiga petugas pajak 
yang memonitor transaksi perbankan setiap nasabah bank.

Deposito cek kiriman para peminta suaka juga diberi 
keterangan "biaya asilum". Bahkan, setiap mobil mewahnya diberi 
pelat nomor sesuai dengan nama mereka masing-masing. "Semuanya 
terang-terangan. Bukti di mana-mana, sehingga yang dilakukan Hans 
Gouw tinggal meneken surat penahanan dirinya," kata mantan dosen itu 
lagi.

Besar kemungkinan, persidangan ke-26 orang itu digelar awal tahun 
depan. Bisa dipastikan, mereka masing-masing terkena belasan pasal 
pidana. Kalau satu pasal saja ancaman hukuman penjaranya lima tahun, 
maka Hans Gouw hampir pasti menjalani puluhan tahun.

Setelah pengadilan usai kelak, Hans Gouw dan keluarganya harus 
meninggalkan beberapa rumah, plus mobil-mobil mewahnya, yang bakal 
disita Pemerintah Amerika Serikat, karena dianggap sebagai hasil 
kejahatan. Komplotan itu akan ramai-ramai pindah ke sel-sel di hotel 
prodeo, yang tempat tidur dan kakusnya jadi satu.

Mereka akan meninggalkan hampir 2.000 imigran gelap Indonesia yang 
mengurus asilum dan kini waswas bakal digerebek dan dipulangkan ke 
Indonesia. Seperti biji-biji domino berjatuhan," kata Tanudjaja, 
yang tak tahan mendengar berita ihwal asilum bohong. Tanu juga 
pernah menjalani "latihan" lima kali di rumah Hans Gouw di Virginia.

Mudah-mudahan saja Hans Gouw, pria Jakarta kelahiran Manado
berusia 53 tahun dengan tinggi tubuh sekitar 160 cm ini, masih mampu 
menahan diri. Seperti yang biasa ia lakukan saat menemui setiap 
pelanggannya. "Tutur bahasanya halus, dan ia seakan mampu 
menyembunyikan emosinya. Hebat orang itu," kata Tanudjaja sambil 
geleng-geleng kepala.


---------------------------------------------------------------------
-----------

Dipancing Kolom Kosong

DI antara pelanggan komplotan Hans Gouw yang jumlahnya ribuan itu, 
ada beberapa di antaranya yang terlewatkan. Seperti dituturkan Tomi. 
Lelaki yang mengajukan suaka pada 2003 di kantor suaka di Texas ini 
tidak pernah diurus oleh Hans. Padahal, ia sudah membayar US$ 2.000.

Untuk menjebak komplotan Hans Gouw, petugas imigrasi sengaja 
mengeposkan langsung formulir isian asilum ke Tomi. Setelah mengisi 
data diri pribadi, Tomi sengaja mengosongkan kolom alasan mengajukan 
asilum. Ia lalu mengirimnya ke Hans Gouw.

Tak berapa lama, formulir Tomi kembali ke petugas imigrasi, dan 
sudah terisi lengkap dengan alasannya. Siapa lagi yang mengisinya 
kalau bukan Hans dan kaki tangannya, dengan cerita palsu.

Pihak imigrasi juga menyertakan dua lembar money order (semacam cek) 
masing-masing US$ 1.000. Tak lama kemudian, petugas imigrasi 
mendapati Hans langsung mendepositokan kedua cek itu ke dalam 
tabungannya. Antara lain di Bank Chevy Chase Bank atau Wachovia, dua 
bank yang banyak terdapat di Virginia.

Pada 4 Mei 2004, kantor imigrasi --dengan sepengetahuan penyelidik-- 
mengirim surat panggilan wawancara ke alamat Tomi di 13105 Canova 
Drive, Manassas, Virginia. Tapi wawancara di Kantor Imigrasi 
Arlington, Virginia, tak pernah berlangsung karena Hans lupa. 
Wawancara tersebut lewat begitu saja beserta uang US$ 2.000.


---------------------------------------------------------------------
-----------

Berhasil Sebagai Tao

CERITA rada seru dan tak masuk akal, dalam kasus komplotan penipu 
Hans Gouw, diceritakan suami-istri Eni dan Agus. Pasangan ini 
mengajukan permohonan suaka lewat Asian American Placement Services 
(AAPS), pimpinan Megawaty Gandasaputra, dengan biaya US$ 6.000.

Lucunya, karena Agus dan istrinya adalah muslim, mereka disarankan 
mengubah agamanya dengan Tao atau Kejawen. Selain Eni disebut 
sebagai pemohon utama --karena wanita lebih mudah diluluskan 
suakanya-- Megawaty juga menyebut Eni sebagai korban pemerasan 
sekelompok pria pada Desember 1992 sampai September 1993.

Selama kurun waktu tersebut, menurut cerita palsu itu, mereka 
berulang kali merampoknya, menganiaya, dan mengancam akan membunuh 
Eni karena ia penganut Kejawen. Sampai akhirnya, mereka mengirim 
surat kaleng pada Eni yang isinya ancaman, bila Eni tidak 
meninggalkan tempat tersebut, keselamatannya terancam.

Karena takut, Eni pun lari ke Amerika Serikat. "Ingat, agamamu Tao. 
Kita menyebutnya kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Kamu percaya 
pada keberadaan Tuhan. Tao bukan komunis. Ada klien lain baru saja 
dapat suaka dengan pakai Tao ini. Tapi, kalau kamu mengaku Kristen, 
habislah kamu. Petugas imigrasi tahu betul masalah agama Kristen. 
Orang bule kan Kristen semua, bisa habis kamu," kata Megawaty.

Megawaty melanjutkan ceramahnya: "Makanya kita ganti jadi Tao. Ingat 
ya, kalau pas wawancara, jangan lihat penerjemah saya, lihat ke 
petugasnya, orang bule ini, atau petugasnya, ya," katanya.

"Kita harus perhatian dan coba cari simpati, supaya mereka simpati 
sama kamu. Pasti berhasil," kata Megawaty berulang-ulang. Megawaty 
juga tak lupa mengingatkan Eni agar menangis di tengah-tengah 
wawancara. "Biasanya bagus kalau perempuan bisa nangis pas saat 
diwawancara," katanya lagi.


---------------------------------------------------------------------
-----------

Ngeri Cerita Sendiri

SELAIN pintar mengarang cerita, komplotan Hans Gouw juga pandai 
memeras korban. Seperti dialami Nia dan Robert. Pasangan imigran 
Indonesia yang tinggal di Negara Bagian California (Pantai Barat, 
sementara markas CIAS di Virginia, Pantai Timur) sejak 1999 ini 
melihat iklan tentang CIAS di majalah Indonesia Journal.

Setelah menghubungi Megawaty, mereka dianjurkan datang ke Virginia, 
dengan alasan mendapat suaka lebih mudah. Juli 2000, mereka terbang 
ke Virginia dan menginap di rumah beralamat 10079 Chestnut Wood 
Lane, Burke, Virginia.

Di rumah yang pernah menjadi markas CIAS dan hingga kini masih tetap 
milik Hans itu, Nia dan Robert dikenai biaya menginap. Biaya total 
yang dikeluarkan pasangan ini, plus pengurusan KTP dan SIM Virgnia, 
sebesar US$ 2.500. Setelah disarankan agar Nia menjadi pemohon 
utama, pasangan yang kala itu baru bertunangan ini dibekali surat 
nikah. Ya tentu, perlu tambahan biaya US$ 300.

Saat membaca cerita yang dibuatkan Hans, pasangan ini kaget. Sebab 
cerita yang dikarang Hans terlalu berlebihan. Misalnya, Nia pernah 
diperkosa beberapa orang muslim. Lalu dikeroyok warga muslim saat 
menuju ke sebuah kebaktian. Sampai-sampai Robert dirawat di rumah 
sakit beberapa hari dalam keadaan koma. Bahkan Robert harus dirawat 
di rumah sakit jiwa.

Karena keberatan, Robert protes ke kantor CIAS dan oleh Johnson 
Aliffin, seorang pegawai Hans, cerita itu diubah sebelum wawancara 
dengan petugas imigrasi. Sebelum wawancara berlangsung, Nia dan 
Robert terbang ke Virginia untuk latihan wawancara, dan diminta 
menangis untuk menimbulkan iba petugas imigrasi.

Saat wawancara, Ratna Hartanto, seorang pegawai Hans, yang bertindak 
sebagai penerjemah, sengaja memelesetkan terjemahan dengan 
mengatakan bahwa saat penganiayaan ada tiga pria yang tewas 
terbunuh. Padahal, menurut Nia, ia tidak pernah mengatakan hal 
semacam itu.

Dua minggu kemudian, permohonan suaka mereka ditolak, dan kasus 
mereka diserahkan ke meja hakim imigrasi. Seperti diketahui, proses 
asilum dimulai dengan wawancara di depan petugas imigrasi.

Setelah lolos, barulah hakim imigrasi yang memutuskan apakah pemohon 
bisa diberi izin tinggal dan kerja untuk kurun waktu tertentu, 
sampai hakim memutuskan lagi apakah pemohon bisa diberi surat kartu 
hijau, sebelum akhirnya disumpah menjadi warga negara Amerika 
Serikat.

Untuk menangani masalah deportasi ini, mereka memakai jasa seorang 
pengacara di San Francisco, California, wilayah mereka tinggal. Saat 
itulah, pengacara tersebut minta bukti ke Nia tentang tiga orang 
yang terbunuh yang ia tulis dalam permohonan suakanya.

Karena kebingungan, Robert menelepon Hans, dan tak lama Hans 
langsung mengirim tiga surat kematian palsu pada Nia dan Robert. 
Mereka menjadi ngeri dengan ceritanya sendiri. Tak tahan dengan 
kebohongan yang dilakukan Hans, mereka kemudian mengaku pada kantor 
imigrasi di California.

Di hadapan petugas imigrasi, mereka mengaku bahwa kisah pada 
permohonan suaka mereka palsu dan murni karangan Hans beserta 
komplotannya di Virginia. Sejak itu, Robert dan Nia bekerja sama 
dengan pihak penyidik dan membantu mengungkap jaringan pengurus 
asilum bodong ini.





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$4.98 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke