Nur Iskandar Pidato Menghebohkan

 

Peristiwa yang menghebohkan telah terjadi akibat pidato KH Noer Muhammad 
Iskandar SQ, pendukung utama Gus Dur/ Presiden Abdurrahman Wahid yang bisa 
dimaknakan sebagai menghalakan darah Amien Rais, Akbar Tanjung dan 
konco-konconya. Ucapan KH Noer Muhammad Iskandar bisa menjadi berita heboh, 
karena memang menyangkut nyawa  tokoh sesama Islam. Betapa tidak. Pidato Noer 
Iskandar itu sampai melontarkan perkataan: 

   “Lho, kalau Anda mati lawan Samandiyah-Samandiyah (maksudnya memlesetkan 
Muhammadiyah jadi Samandiyah, pen) itu, Anda mati lawan Amien Rais dan 
Konco-konconya, Anda mati lawan Akbar Tanjung dan konco-konconya, Anda masih 
mendapat kredit point, masuk surga karena Anda membela ulama,” kata Noer 
Iskandar dalam pidato pada acara yang disebut halal bi halal (acara ini di 
Islam tidak ada sumbernya, pen) di Desa Karang Tanjung, Kebumen, 12 Januari 
2001, di hadapan warga NU.

   Untuk lebih lengkapnya di sini dikutip sebagian isi ceramah Noer Iskandar SQ 
itu, sebagaimana dimuat di Majalah Media Dakwah terbitan Dewan Dakwah Islamiyah 
Indonesia di Jakarta,  sebagai berikut:

 

   “...Wis (sudah) tidak usah khawatir di dunia ini (sambil membaca ayat 
Al-Qur’an ßã ãä ÝÆÉ ÞáíáÉ ÛáÈÊ ÝÆÉ ßËíÑÉ ÈÅÐä Çááå  ). Tidak selalu yang besar 
menang dari yang kecil, banyak yang kecil yang menang dari yang besar. Yang 
lemah menang dari yang besar, mengapa? Yang lemah mendapatkan pertolongan Allah 
SWT. Dan itu dipidatokan oleh Gus Dur di Sidang Tahunan MPR: “Saya saking cinta 
saya sama keadilan, sampai saya mewiridkan surat An-Nisaa’ ayat 135 delapan 
belas kali sehari semalam,”  kata Gus Dur. 

   Baru sekarang ada Presiden laporan akhir tahun, laporan wiridan. Kalau 
enggak, Gus Dur, nggak ada itu.... Anehnya itu semua aggota MPR iya- iya saja 
digoblokin.

   Apa yang terjadi saudara dengan wiridan itu? Ternyata, in the last minute, 
menit-menit terakhir, ketika kepala Komisi A, B, C, akan memutuskan ditolaknya 
laporan Gus Dur, Sidang Tahunan menjadi Sidang Istimewa, yang berarti Gus Dur 
berhenti dari presiden satu tahun, tiba-tiba semua pimpinan komisi semua 
ketakutan. Semua pikirannya sama. Kalau laporan ini kita tolak,  Sidang Tahunan 
menjadi Sidang Istimewa, Gus Dur berhenti jadi presiden, orang NU Kebumen 
ngamuk, semua kita (DPR-MPR) ditelanjangi terus kaya’ (seperti) apa. 

    Itu terjadi saudara-saudara, strategi Allah, makanya betul apa yang 
difirmankan Allah.... Kalau rekayasa Allah datang, rekayasa manapun tidak akan 
ada yang mampu menandinginya. Amien... Ya Robbal ‘aalamien. Apalagi Gus Dur ini 
ulama, Gus Dur ini pertaruhan ulama. Bukan persoalan Gus Dur-nya, Gus Dur jatuh 
pertanda ulama jatuh. Karena itu apapun yang terjadi, kita tetap membela Gus 
Dur dalam rangka membela ulama di Republik Indonesia ini. Lho, kalau Anda mati 
lawan Samandiyah-Samandiyah itu, Anda mati lawan Amien Rais dan konco-konconya, 
Anda mati lawan Akbar Tanjung dan konco-konconya, Anda mati mendapat kredit 
point masuk surga, karena Anda membela ulama. 

   Tapi Golkar membela korupsi, neraka Golkar ha... eue (ungkapan spontan dan 
kaset terputus  dan terganggu)... (mengutip ayat Al-Qur’an). Ini artinya apa, 
Nabi seolah-olah, menyatakan memproklamirkan seolah-olah yang aku wariskan di 
dunia ini kepada para ulama, hanya satu al akhlak al karimah. Nopo  si (apakah 
ada) akhlak nganti (sampai) nipu, masya Allah, Nabi ditipu. Saking saene 
(karena baiknya), jangankan terhadap orang yang berbuat baik, enten tiang sing 
pualing (ada orang yang paling) benci dumateng (kepada) Nabi, golongan Kafir 
Arab Qurais, disingkat Gokkarqur. Sangking bencine (karena bencinya) kepada 
Nabi, Kalau Nabi lewat di depan rumah sahabat Nabi, “diidoni raine” (diludahi 
mukanya) cuh, cuh, sesekali ludahnya bau jengkol.

   Nabi marah ? enggak! Malah suatu ketika yang biasa ngeludahin (meludahi) 
tidak nampak di tempat itu, justru Nabi tungguin (tunggui), sampai ada sahabat 
lewat bertanya, “Ya Muhammad, nungguin (menunggui) siapa?”

   Nabi menjawab, “Nungguin (menunggui) langganan”.

   “Langganan apa?”

   “Langganan ludah. Tiap pagi, Fulan bin Fulan itu”,

    “Itu kan tokoh preman di kampung ini Pak, sekarang sedang sakit keras dia. 
Semua orang kampung di sini berdo’a, supaya mampus dia, Pak. Do’ain (do’akan) 
supaya dia cepat mati, lengkap kalau mati”.

   Nabi mendengar orang yang suka ngeludahin sakit keras, sakit, tidak jadi 
pergi. Balik dia, perintahkan isterinya, “Tolong deh bungkuskan semua kue yang 
ada”, (kemudian) ditenteng sendiri oleh Nabi.

   Diketuk pintunya, tuk...tuk...tuk, “Masuk”. Di dalam yang punya rumah 
menggigil, buka pintunya sama Nabi pelan-pelan. Begitu terbuka matanya 
terkejut, “Ya, Muhammad, engkau datang ke tempat ini, pasti engkau akan 
menggunakan kesempatan, kau akan balas aku, ya Muhammad.”

   Dicium sama Nabi keningnya dan berkata: “Engkau jangan salah sangka, 
sedikitpun tidak ada dalam hatiku, justeru aku datang untuk mendo’akan kau 
supaya cepat sembuh, supaya sempat meludahin saya lagi”. 

   “Kok begitu, ya Muhammad?”

   “Iya, karena setiap ludah yang menempel di mukaku, Allah akan ampunkan 
dosaku. Sejumlah ludah yang menempel di ludahku (di mukaku?, pen) Allah akan 
angkat derajatku.”

   Marahkah Gus Dur  dihujat dan difitnah macam-macam? Tidak, tidak marah.

   Ada seorang Kyai sepuh (tua) dari Jawa Tengah ini, malahan datang ke sana 
(Jakarta), saya menjadi saksi, kepergok. Gus, tidak terima saya rasanya kaya’ 
(seperti) begini, bukan kau, tapi ulama sakit. Wis aku mujahadah 
(bersungguh-sungguh usaha secara lahir dan batin), asal sampean (Anda) ... tak 
wacakne Allah karo ping telu (saya bacakan Allah dengan tiga kali). Akbar 
Tanjung, Amien Rais, Fuad Bawazier, lengah... (tidak jelas suaranya).

   Masya Allah. Saya bilang, persilahkan tuan-tuan, antek-antek Akbar Tanjung 
dan antek-antek  Amien Rais, hujat terus dan fitnah terus, semakin dihujat 
semakin tinggi derajat Gus Dur, kalaupun malah jadi presiden yang kedua 
kalinya. Amien ya Robbal ‘alamien... (tidak jelas kasetnya)...  

   Hai orang Karang Tanjung semuanya, ketika nanti penghuni neraka jahannam itu 
dibakar oleh Malaikat Malik, yang dibakar bukan kaki dan tangannya, jidatnya 
duluan. Dibakar di wajan. Ingkang asmane (yang namanya) jahannam...terik, 
menjerit, mengaduh mereka, adu, adu, du, duh, kembalikan kembali kami di Karang 
Tanjung. Ya Allah supaya kami bisa memperbaiki dan bisa taat kepadaMu. Dijawab 
sama Malaikat, “Sudah digusur, monyong, brengsek lhu, ngomong saja, masuk ke 
neraka sana.... dalam sebuah tafsir: Ya Allah, kami patuh kepada ulama dan 
umara’ kami, tapi sayang ulama dan umara’ kami tidak mau tahu tentang 
pendidikan agama, tidak mau tahu tentang da’wah. Jadi sebenarnya Pak Camat, Pak 
Wedono, Pak Kiyai bukan tugas yang utama, tidak hanya ngurusin KTP, tidak hanya 
ngurusin wisik rakyat, tapi juga ngurusin akhlak dan jiwa.....”[1]

  Majalah Media Dakwah pada akhir tulisannya memberi komentar: “Ceramah Noer 
Iskandar ini tak lebih justru berisi hujatan-hujatan keji. Na’udzubillahi min 
dzaalik.”

   Demikianlah kutipan dari ceramah Noer Muhammad Iskandar yang dimuat Majalah 
Media Dakwah dengan judul Noer Iskandar SQ dan Kiyai Penganjur Kemusyrikan.

   Menyimak pidato Noer Iskandar SQ itu, secara keseluruhan bisa diambil 
beberapa butir arah pembicaraan:

1.      Menganggap tindakan Gus Dur benar bahkan hebat.

2.      Menganggap DPR-MPR bisa digoblokin oleh Gus Dur

3.      Menganggap DPR dan MPR takut dengan amukan orang NU walaupun hanya NU 
Karang Tanjung Kebumen.

4.      Menganggap amalan Gus Dur mencintai keadilan cukup dengan mewiridkan 
ayat tentang keadilan, itu benar (menurut Islam).

5.      Menganggap Gus Dur itu wajib dibela, karena wakil ulama, siapa 
membelanya dan mati maka dapat kredit point masuk surga. 

6.      Menganggap Amien Rais dan Akbar Tanjung beserta konco-konconya itu 
mesti dilawan, dan melawannya itu (secara tersirat) sama dengan melawan orang 
kafir, maka matinya masuk surga. Ini bisa diartikan, KH Noer Muhammad Iskandar 
SQ itu memprovokasi untuk melawan bahkan membunuh Amien Rais dan Akbar Tanjung 
serta teman-temannya. Provokasi untuk membunuh itu bisa difahami dari kata-kata 
Noer Iskandar: “Anda mati lawan Amien Rais dan konco-konconya....”  Padahal, 
Amien Rais dan konco-konconya itu bukan orang kafir. Orang kafir pun tidak 
boleh dibunuh, kecuali memang kafir harbi (yang memusuhi Islam) atau karena 
hukum lain, misalnya karena dia membunuh. Sedangkan dalam Al-Qur’an ditegaskan:

  æãä íÞÊá ãÄãäÇ                          

                                                                   ÚÐÇÈÇ ÚÙíãÇ. 
(ÇáäÓÇÁ: 93). 

 

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya 
ialah jahannam, kekal ia di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutuknya serta 
menyediakan azab yang besar baginya.” (QS an-Nisa’/ 4: 93).

    Al-Qur’an menegaskan, membunuh orang mukmin dengan sengaja maka balasannya 
masuk neraka jahannam, kekal di dalamnya. Namun Kiyai Noer Iskandar justru 
menjanjikan surga. Yang punya surga yaitu Allah SWT saja mengancam dengan 
balasan neraka, malah yang tidak punya surga menjanjikan surga. Betapa 
beraninya orang NU ini. 

    Di samping itu, kalau cara membunuhnya itu ramai-ramai seperti yang 
diprovokasikan itu, maka ada ancaman pula dari Rasulullah saw:

  áæ Ãä Ãåá ÇáÓãÇÁ æÃåá ÇáÃÑÖ ÇÔÊÑßæÇ Ýí Ïã ãÄãä áßÈåã Çááå Ýí ÇáäÇÑ. (ÑæÇå 
ÇáÊÑãÐí Úä ÃÈí åÑíÑÉ).

 

“Seandainya penduduk langit dan bumi bersekutu dalam (menumpahkan) darah 
seorang mukmin, maka pasti Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.” 
(HR At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).[2] 

Di samping akan mendapatkan siksa di neraka, masih pula persekongkolan 
pembunuhan itu harus dihukum bunuh secara massal. 

   Ãä ÚãÑ ÑÖí Çááå Úäå ÞÊá ÓÈÚÉ Ýí ÛáÇã ÞÊá ÈÕäÚÇÁ æÞÇá: áæ ÊãÇáà Úáíå Ãåá 
ÇáÕäÚÇÁ áÞÊáÊåã.

 

   “Bahwa sesungguhnya Umar ra pernah membunuh tujuh orang karena seorang anak 
yang dibunuh di Shan’a dan ia (Umar) berkata: Kalau penduduk Shan’a saling 
membantu dalam kasus pembunuhan ini tentu mereka kubunuh semuanya.”

   Ibnu Katsir berkata: Tidak diketahui ada orang yang menentang putusan Umar 
tersebut, di masanya, dan yang demikian itu (menjadi) semacam ijma’ 
(Sahabat).[3]

  Apa yang terjadi di Indonesia? Justru penguasa, Presiden Gus Dur/ Abdurrahman 
Wahid berbalikan dengan Umar bin Khatthab itu, malahan Gus Dur bersekongkol 
dengan provokator KH Noer Muhammad Iskandar SQ yang menghalalkan darah Amien 
Rais dan lainnya itu. Tidak terdengar adanya ungkapan Gus Dur yang menyesalkan 
provokasi Nur Iskandar sama sekali. Maka Gus Dur pun sebenarnya terkena ucapan 
Umar bin Khatthab itu. 

7.      Menganggap Gus Dur dan pendukungnya (tentunya NU-PKB) itu ibarat Nabi 
dan para sahabatnya. Sedang lawannya itu adalah kafir Quraisy, maka melawannya 
akan mendapatkan kredit point masuk surga.

8.      Membuat-buat cerita tentang Riwayat Nabi saw yang tampak konyolnya, 
karena orang yang diceritakan sering meludahi Nabi saw ludahnya bau jengkol. 
Padahal, di Arab tidak ada jengkol, atau jengkol itu bukan makanan kesukaan di 
sana sama sekali.

   Seluruh pidato itu intinya adalah mengkultuskan Gus Dur, sambil memperalat 
Islam dengan diplintir-plintir semaunya. 

    Seandainya Kiyai yang pernah heboh karena skandalnya dengan seorang janda 
ini sekadar mengkultuskan Gus Dur belaka, maka dosanya hanyalah satu, tentang 
pengkultusan itu. Dan itu sudah cukup sangat besar. Namun bukan hanya itu. 
Masih pula ia mengqiyaskan, hingga tergambarkan bahwa Gus Dur itu kesabarannya 
bagaikan kesabaran Nabi saw tidak pernah marah. Maka siapa yang membelanya, 
diposisikan sebagai membela Nabi atau ulama sehingga masuk surga. Dan lawannya 
dianggap bagaikan golongan kafir Quraisy yang tempatnya di neraka. Ini 
sangkutannya banyak sekali. Ya pengkultusan, ya pemlintiran Islam, ya 
permusuhan terjhadap lawan politik dengan mengibaratkannya sebagai posisi orang 
kafir. 

   Semuanya itu masih ditambahi dengan legitimasi pengamalan Islam cara Gus Dur 
yang ia puji-puji. Hingga tak pernah ada kalau presidennya bukan Gus Dur. 
Laporan tahunan tapi laporannya tentang wiridan. Dari segi penerapan saja, 
laporan wiridan disampaikan kepada sidang tahunan MPR (kalau wiridannya itu 
sendiri benar secara Islam, misalnya) itupun  tidak ada kebaikannya. Kata 
pepatah Arab, tidak ada kebaikannya, meletakkan kebaikan tidak pada tempatnya. 
Itupun kalau wiridannya baik dan benar menurut Islam. Mengenai wiridannya itu 
sendiri, ada persoalan serius. Dengan mengumumkan cintanya kepada keadilan lalu 
mewiridkan ayat tentang keadilan tiap hari, itu dari mana tuntunannya? Kalau 
saking cintanya kepada keadilan, lalu Gus Dur menekuni pencarian di mana saja 
adanya ketidakadilan lalu dicari jalan keluarnya agar jadi adil, itu baru 
namanya cinta keadilan benar-benar. Sehingga, yang pantas dibanggakan oleh Noer 
Iskandar, mestinya dalam bentuk begini: Gus Dur saking cintanya kepada
 keadilan, maka dia berkeliling ke panti-panti asuhan Muslim yang anak-anaknya 
kini makin kurus, terlantar, kurang terurus karena kurang dana, akibat dana 
tiap bulan yang dulunya sebelum Gus Dur memerintah selalu diperoleh dana itu, 
tetapi karena Depsos( Departemen Sosialnya) dibubarkan Gus Dur, kemudian dana 
itu tidak pernah ada lagi, maka panti-panti asuhan Muslim sekarang kelabakan 
kekurangan dana. Sementara itu panti-panti orang orang palangis dan salibis 
tetap mendapatkan dana dari mana-mana yang hubungannya dengan kristenisasi 
internasional, Indonesia diincar sebagai negara terbesar penduduk Islamnya. 
Maka, (misalnya sampai) Gus Dur keliling ke panti-panti asuhan Muslim sebagai 
ganti dosa-dosa yang telah dibuatnya yang mengakibatkan macetnya dana itu lalu 
mengucurkan dana dengan lebih besar dan lebih stabil, itulah yang bisa 
dibanggakan Kiyai Noer Iskandar. Seharusnya itu yang bisa dibanggakan. Tetapi, 
karena memang hal itu sama sekali tidak dilakukan, dan yang dilakukan
 –katanya adalah wiridan ayat tentang keadilan, maka ini sama dengan membuat 
syari’at atau mengumumkan sunnah baru, yaitu orang yang cinta keadilan cukup 
mewiridkan ayat tentang keadilan. Ini bisa dimaknakan, orang yang cinta anak 
yatim dan faqir miskin, bukannya menyantuni mereka, tetapi cukup mewiridkan 
ayat tentang anak yatim, faqir, dan miskin. Pemujian terhadap tingkah Gus Dur 
yang sebenarnya serba salah itu bukan sekadar salah biasa, namun sama dengan 
melegitimasi/ mengesahkan penyelewengan dan pemlintiran Islam.

   Antara kiyai yang didukung dan yang mendukung dalam kasus ini memang 
sama-sama mempermainakn agama secara rusak-rusakan. Mudah-mudahan Allah 
memberikan keadilan kepada mereka.

 

    Mengarah Pengkafiran dan Neraka sebagai Senjata

   Dalam pidato yang sangat sarat dengan tema agama tapi untuk tujuan politik 
itu, Golkar diposisikan sebagai kelompok yang didekatkan kepada model kafir 
Quraisy, hingga orang kafir Quraisy dia singkat menjadi Gokkarqur, golongan 
kafir Quraisy. Dalam istilah Islam yang umum, orang kafir Quraisy tidak pernah 
disebut pakai Golongan segala, cukup Kafir Quraisy atau orang kafir Quraisy, 
maksudnya adalah orang kafir dari suku Quraisy. Tetapi penyingkatan yang Noer 
Iskandar lakukan dengan menjulukinya sebagai Gokkarqur itu tidak lain tujuannya 
adalah untuk “mengkafir Quraisykan” Golkar. Apalagi secara terus terang Noer 
Iskandar menyebut Golkar membela korupsi, neraka... Di situ dikontraskan dengan 
orang NU membela ulama, surga... sehingga posisinya, seolah Gus Dur yang 
kesabarannya seperti Nabi saw itu adalah di pihak Islam, dipimpin oleh orang 
yang seperti Nabi, sedang lawannya adalah golongan yang seperti kafir Quraisy. 
Maka apabila melawan golongan yang statusnya bagai kafir Quraisy itu
 matinya mendapatkan kredit point masuk surga.

   Pemujian itu adalah tipuan terang-terangan. Mana bisa Gus Dur dianggap tidak 
pernah marah, hingga digambarkan bagai kesabaran dan mulianya akhlaq Nabi saw 
yang diludahi namun tetap berbuat baik pada pelakunya. Gus Dur justru jauh dari 
akhlaq Islam. Bukan sekadar marah, tetapi sampai menghina anggota DPR sebagai 
anak-anak TK (Taman kanak-Kanak). Juga main tuduh kepada Ummat Islam, katanya 
yang jadi biang kerusuhan Maluku itu ummat Islam. Di samping itu, menurut 
keputusan sidang DPR, mulut Gus Dur dinilai oleh Pansus (panitia khusus) DPR 
tidak konsisten alias bohong dalam memberi keterangan tentang dana dari Sultan 
Brunei Darus Salam, Hasanal Bolkiah. Lakonnya, juga lakon orang elit NU banyak 
yang tidak istiqomah pula.

   

  Lakon tak Istiqomah, Ucapannya Mengeluh

   Lakon tak istiqomah sangat nyata di kalangan NU, baik yang tua maupun yang 
muda. Namun, antara ucapan dan lakon, sering-sering berbeda. Ucapannya berupa 
keluhan. Misalnya, KH Yusuf Hasyim mengatakan, di masa Orde Baru, kaum 
Nahdliyin/ NU ditindas. Keluhan itu mari dibuktikan. Demikian pula Noer 
Iskandar sampai sehabis-habisnya mengecam Golkar (tulisan ini sama sekali bukan 
karena membela Golkar, tetapi hanya untuk membuktikan antara ucapan dan 
kenyataan) seperti tersebut di atas, padahal dia sendiri yang sampai mengatakan 
untuk mengharapkan Presiden Soeharto pemimpin Orde Baru ke pesantrennya, maka 
dia adakan istighotsah (arti asalnya minta tolong atau berdo’a. Nabi pernah 
istighotsah, minta tolong kepada Allah SWT waktu perang Badr, namun sendirian. 
Tidak mengadakan upacara istighotsah. Sedang Istighotsah model NU atau model 
shufi/ orang tasawuf itu berupa upacara dengan do’a-do’a dan shalawat yang 
belum tentu shahih/ benar secara syar’i, sedang mengadakan upacaranya itu 
sendiri
 tidak ada contohnya dari Nabi saw. Hingga upacara istighotsah itu hanyalah 
bikinan manusia. Dalam hal beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah, kalau 
dibikin satu tatacara yang asalnya tidak ada tuntunan upacara seperti itu, maka 
hukumnya bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat. Upacara bid’ah itu sering 
ditambah kesalahan lain lagi, misalnya dilakukan di jalanan atau tempat umum 
sehingga mengganggu kepentingan umum. Itu salahnya dua, sudah bid’ah, masih 
mengganggu lagi. Dan apabila tujuannya salah pula, misalnya hanya untuk 
mendukung pimpinannya, misalnya mendukung Gus Dur yang landasannya hanya karena 
ashobiyah/ fanatik golongan, maka salah lagi. Hingga bertumpuk-tumpuk salahnya. 
Tambahan lagi, menipu pula kepada orang-orang kecil, dikerahkan untuk 
kepentingan si penggede itu sendiri, maka salah lagi.). Demikian pula, Noer 
Iskandar lah yang mengarak sekian ulama untuk ramai-ramai ke rumah Soeharto 
untuk menyerahkan sumbangan berupa emas sekian kilogram, katanya untuk
 menanggulangi krisis moneter menjelang kejatuhan Soeharto dari kursi 
kepresidenan 1998. 

   Semua yang dilakukan itu sia-sia, mubadzir, dan masih pula menodai atau 
paling kurang menyelewengkan kemurnian agama. Jadi bukan hanya merugikan ummat, 
namun merugikan pula bagi da’wah tegaknya agama Islam. Anehnya, mereka itu 
mengaku mengikuti jejak-jejak Imam Madzhab. Padahal, Imam madzhab sama sekali 
tidak ada satupun yang memberi petunjuk seperti itu. Di akherat nanti insya 
Allah para Imam Madzhab bisa dijadikan saksi atas kebohongan-kebohongan dan 
aneka penyimpangan yang dilakukan pengaku-ngaku bermadzhabkan kepada Imam 
Madzhab itu. Dari pendiri jam’iyah, pengurus, penerus dan orang-orang yang 
bertanggung jawab atas lestarinya penyelewengan yang didukung oleh jam’iyah dan 
pengurusnya, maka akan dihadapkan kepada mahkamah Allah. Mereka akan dituntut 
pula oleh Imam Madzhab yang  mereka jadikan tameng.

   Di dunia mereka sudah tidak terhormat karena aneka lakon yang 
mengatasnamakan agama namun menyimpang dari aturan agama yang benar, sedang di 
akherat insya Allah masih akan dituntut untuk mempertanggung jawabkan aneka 
penyimpangan yang menyangkut agama. Padahal, menyimpangkan atau bahkan mengatas 
namakan agama namun sebenarnya punya tujuan lain dan tak sesuai dengan Islam, 
itu hukumannya jauh lebih berat ketimbang sekadar lalai dari suruhan agama 
namun masih tetap mengakui benarnya suruhan itu, tanpa menyelewengkannya, tanpa 
menungganginya dan sebagainya. Dalam kasus ini, penyimpangan, penyelewengan, 
bahkan penunggangan agama untuk kepentingan ashobiyah, bukan kepentingan untuk 
meninggikan kalimah Allah itu justru diorganisir dan digerakkan oleh para 
elitnya secara sistematis. Sehingga agama itu sendiri dikorbankan untuk 
kepentingan ashobiyah. Ini lebih buruk pula dibanding ashobiyah itu sendiri. 
Padahal, ashobiyah itu sendiri  (tanpa menunggangi Islam) pun sudah merupakan
 keburukan yang sangat diberantas oleh Islam, karena termasuk faham dan 
perangkat utama jahiliyah.  Maka pantaslah kalau dari kelompok ashobiyah ini 
sampai ada Kiyai yang memprovokasi untuk membunuh tokoh mukmin. Karena memang 
ayat-ayat Al-Qur’an, dan hadits-hadits Nabi saw tidak digubris lagi oleh Kiyai 
ashobiyah. Ajaran ashobiyahnya baik itu bid’ah-bid’ah maupun sampai dengan 
khurofat dan aneka penyelewengan, lebih dipentingkan daripada Al-Qur’an. Hingga 
dalam berfatwa resmi lewat muktamar pun pegangan mereka bukan Al-Qur’an ataupun 
Al-Hadits, namun cukup kitab-kitab yang mereka anggap mu’tabaroh, mereka akui. 
Ibarat orang Yahudi, mereka membuang Taurat kitab suci, wahyu dari Allah SWT, 
diganti dengan kitab Talmud, susunan rahib-rahib dan ulama-ulama mereka. 
Padahal para penyusun kitab terutama Imam Madzhab semuanya melarang taqlid 
kepada mereka, dan harus mengikuti Rasulullah saw, namun larangan itu tak 
didengar, bahkan sumber yang mereka ambil pun bukan langsung dari Imam Madzhab
 itu, tetapi sudah generasi yang tingkatnya jauh di belakangnya. Sehingga tak 
mengherankan kalau mereka itu menjadi sangat jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, 
walau mungkin inginnya menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena sistemnya 
yang dipakai bukanlah manhaj Islam yang telah diterapkan oleh para ulama’ 
salafus shalih, namun manhaj Yahudi yang pilih Talmud daripada kitab suci 
aslinya. Maka tak mengherankan bila sikap-sikap mereka pun banyak yang mirip 
Yahudi, dan kedekatan mereka terhadap Yahudi pun sering lebih dekat ketimbang 
kepada Islam yang menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mestinya mereka mengkaji 
kembali kesalahan-kesalahan yang berlarut-larut sampai jauh ini. Suara orang 
lain pun kalau itu benar, tidak ada salahnya untuk diperhatikan. ‘Afwan.


---------------------------------

[1] Media Dakwah, edisi 320, Dzulqa’idah 1421/ Februari 2001, halaman  18-19.

    


[2] Muhammad Ali As-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam minal Qur’an, 
terjemahan Mu’amal hamidy dan Drs Imron A Manan, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, 
Buku I, PT Bina Ilmu, Surabaya, cetakan pertama, 1983, halaman 137, mengutip 
Tafsir Al-Qurthubi 2:233).


[3] Tafsir Ibnu Katsir, 1:210, dikutip Ash-Shabuni, ibid, halaman 136.




                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Mail - You care about security. So do we.

[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$4.98 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke