Jawa Pos
Kamis, 23 Des 2004,

Popularitas SBY Menurun 

JAKARTA - Pekan ini dua bulan pemerintahan SBY-Kalla berjalan. Persisnya baru 
65 hari. Tetapi, popularitas SBY di mata publik mulai turun. Setidaknya, itulah 
yang ditunjukkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI). Sampel diambil 
secara nasional melalui metode multistage random sampling yang memperhatikan 
proporsi populasi dan gender. 

Direktur Eksekutif LSI Denny J.A. mengungkapkan, kepuasan publik terhadap SBY 
pada Desember 2004 menurun 13 persen dibanding pada November. Dari 1.200 
responden yang diwawancarai langsung pada 7-8 Desember lalu, 66,4 persen 
mengaku puas terhadap kerja SBY. Padahal, November lalu 79,7 persen responden 
menyatakan puas terhadap mantan menko polkam itu. 

Di sisi lain, terjadi peningkatan persentase masyarakat yang merasa tidak puas 
terhadap SBY. Kalau pada November lalu angkanya hanya 12,3 persen, bulan ini 
menanjak hingga 21,4 persen.

Menurunnya popularitas SBY tampak sangat mencolok di kalangan masyarakat 
perkotaan, berpendidikan minimal SLTA, dan dari golongan ekonomi menengah ke 
atas. Menurut Denny, hal itu terjadi karena masyarakat kota, berpendidikan 
tinggi, dan golongan menengah lebih sensitif menerima informasi dibanding 
mereka yang tinggal di pedesaan, berpendidikan di bawah SLTA, dan menengah ke 
bawah. 

Berdasarkan data survei LSI, kepuasan publik terhadap kerja SBY hanya meningkat 
di bidang pemberantasan korupsi karena dianggap sangat gencar dan lebih 
konkret. Ironisnya, penurunan tajam terjadi pada isu peningkatan penghasilan 
dan pengurangan pengangguran yang sejak awal menjadi amanat publik. Selisih 
tingkat kepuasan publik pada isu penghasilan dan pengangguran antara bulan ini 
dan bulan lalu mencapai lebih dari 20 persen. 

Pada isu-isu lain, popularitas SBY juga menurun. Misalnya, perlindungan TKI, 
keamanan, pemberantasan narkoba, HAM, dan penegakan hukum. Menurut Denny, 
penurunan ini terjadi karena begitu tingginya harapan masyarakat terhadap SBY 
sebelum dirinya menjabat presiden. Apalagi, publik memerlukan perubahan dengan 
segera. Itu bisa dilihat dari pilihan waktu responden terhadap SBY untuk 
menangani permasalahan ekonomi, hukum, dan politik. Sebagian besar memilih 
tempo tiga hingga enam bulan. Padahal, pilihannya disediakan hingga satu, dua, 
tiga, empat, atau lima tahun. 

Hal itu, kata Denny, diperparah oleh tingginya tingkat ketidakyakinan publik 
terhadap komposisi para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu yang mencapai 69,6 
persen (data November). "Ada beberapa figur kontoversial yang bertentangan 
dengan citra yang akan dibangun pemerintahan sekarang. Akibatnya, publik kurang 
yakin pemberantasan KKN yang diusung menjadi isu utama oleh SBY tercapai," 
terangnya dalam konferensi pers di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, kemarin. 

Survei LSI juga mencakup aspek komunikasi dan relasi publik pemerintahan SBY 
dalam menyikapi kasus dan peristiwa menonjol. Dari situ terlihat bahwa 
masyarakat memberi nilai merah atas respons pemerintah terhadap kecelakaan di 
tol Jagorawi beberapa saat sebelum rombongan presiden lewat. Untuk kasus lain, 
seperti kematian aktivis HAM Munir, gempa bumi di Alor dan Nabire, serta 
tragedi Lion Air di Solo, publik juga tidak memberi apresiasi yang terlalu 
tinggi. 

"Tim PR (public relation, Red) presiden harus lebih baik dan hati-hati mengemas 
statemen, terutama yang terkait isu-isu besar," katanya. Apalagi, kenaikan 
harga BBM dipastikan menjadi isu paling panas pada 2005. Hal ini sangat 
potensial ditunggangi pihak-pihak yang punya kepentingan politis. Kalau tidak 
hati-hati, pertarungan opini publik bisa berakibat sangat buruk bagi 
pemerintahan SBY.

"Jangan sampai penolakan kenaikan BBM menjadi gerakan massa yang besar dan 
berakhir pada tuntutan mundur. Sosialisasi bahwa subsidi BBM sudah tidak 
mungkin dilanjutkan harus benar-benar dipahami masyarakat," papar Denny. 

Dia lantas mencontohkan, publik harus mengetahui bahwa subsidi BBM dalam 
sebulan yang mencapai Rp 7 triliun lebih tinggi daripada alokasi untuk 
Departemen Kesehatan dalam satu tahun. 

Yang menarik, pendukung Partai Demokrat menduduki peringkat kedua yang mengaku 
tidak puas terhadap kerja Presiden SBY. Mereka juga pesimistis SBY mampu 
membawa perubahan yang lebih baik. Padahal, Partai Demokrat adalah parpol yang 
mengusung SBY sebagai capres pada pilpres lalu. Pendukung parpol yang tidak 
puas atas kerja SBY di nomor satu adalah dari PDIP. 


Matahari Kembar

Lalu, bagaimana publik melihat peran SBY dibandingkan sang Wapres Jusuf Kalla? 
Ternyata, responden yang menganggap bahwa SBY lebih menonjol dibandingkan Kalla 
kurang dari 50 persen. Sebanyak 37 persen malah menganggap bahwa peran mereka 
sama menonjolnya. Padahal, survei LSI digelar sebelum Kalla terpilih menjadi 
ketua umum Partai Golkar yang hingga kini masih menjadi parpol terbesar.

Menurut Denny, kuatnya posisi Kalla di satu sisi bisa mengisi kelemahan SBY. 
Namun, di sisi lain, potensi memburuknya keharmonisan pasangan itu cukup 
tinggi. Terlebih setelah Kalla menjadi ketua umum Partai Golkar. Bisa jadi, 
keduanya malah menjadi rival pada Pemilu 2009. "Itulah yang menarik dicermati 
dan diikuti terus. Apakah matahari kembar itu akan saling menyinari atau malah 
saling memakan," ujarnya. 

Peneliti senior LSI Saiful Mujani menambahkan, Partai Golkar sebagai parpol 
besar sangat mungkin mencalonkan presiden sendirian pada pemilu mendatang. Dan, 
sangat logis bagi mereka untuk mengusung ketua umumnya, meskipun ada mekanisme 
konvensi sebelumnya. Apabila Kalla sudah menyiapkan diri sejak sekarang, bisa 
jadi mantan Menko Kesra itu sengaja bekerja kontraproduktif untuk menggembosi 
pemerintahan SBY. 

"Tapi, bekerja buruk atau bekerja baik, sebenarnya tetap menjadi dilema bagi 
Kalla. Kalau jelek, dia yang kena. Kalau bekerja bagus, yang dinilai adalah 
pemerintahan SBY. Jadi, yang paling realistis adalah menjaga keutuhan pasangan 
itu supaya bisa maju lagi dalam satu paket pada Pemilu 2009," jelasnya. 


Potret Cerah

Meski penuh penilaian buram, publik masih melihat potret cerah dalam 
pemerintahan SBY. Sebanyak 83,5 persen responden menilai bahwa SBY adalah 
presiden yang tegas. Sebagian besar responden pun menganggapnya memiliki 
program kerja yang jelas, mampu mengendalikan para menterinya, dan bisa 
menjalin hubungan baik dengan DPR. Responden pun lebih banyak mendukung 
presiden dibandingkan DPR saat ditanya soal kebijakan. 

Apabila dua kubu di DPR, yakni Koalisi Kerakyatan dan Koalisi Kebangsaan terus 
berkonflik, sebagian besar responden (62,9 persen) memilih berpihak pada kubu 
pertama yang notabene merupakan pendukung SBY. 

SBY juga masih dilihat sebagai tokoh nasional yang paling berpengaruh saat ini 
dibanding Gus Dur, Megawati, Amien Rais, dan Akbar Tanjung. Selisihnya sangat 
mencolok. Responden yang memilihnya mencapai 67,5 persen. Jika persentase untuk 
Gus Dur (9,2 persen), Amien (6,3 persen), Megawati (5,6 persen), dan Akbar (2,7 
persen) digabung, angkanya belum mampu mencapai nilai ketokohan SBY. Sekadar 
mengingatkan lagi, survei digelar sebelum Akbar dikalahkan Jusuf Kalla dalam 
perebutan kursi ketua umum Partai Golkar.

"SBY sudah mempunyai dukungan publik dan di parlemen yang kuat. Sekarang, dia 
tinggal berupaya merealisasikan perubahan yang pernah dijanjikan kepada publik. 
Dia boleh fokus pada isu penegakan hukum dan pemberantasan KKN. Tapi, ada isu 
lain yang sebenarnya lebih disorot publik, yakni peningkatan ekonomi jangan 
diabaikan. Mahalnya harga kebutuhan pokok, susahnya mencari kerja, dan mahalnya 
biaya pendidikan juga penting untuk dicari jalan keluarnya," ingat Denny. 


Bantah Dilandasi Kekecewaan

Kepada koran ini, Denny membantah bahwa dieksposnya data survei terbaru LSI 
tentang tingkat popularitas SBY di mata publik dilandasi kekecewaannya karena 
tidak masuk dalam lingkaran kekuasaan. Padahal, pada masa kampanye hingga 
saat-saat menjelang pelantikan setelah duet SBY-Kalla ditetapkan KPU sebagai 
pasangan terpilih, dia tampak begitu aktif di kalangan Cikeas. 

"Terus terang, sama sekali tidak ada alasan bagi saya untuk kecewa dengan SBY 
dalam kaitan kedekatan atau hubungan personal. Kerja di LSI itu terpisah dari 
orientasi politik para personalnya. Data setiap survei yang dilepas kepada 
publik adalah data apa adanya. Toh, kami seimbang memotret sisi buram dan cerah 
pemerintahan SBY. Tidak ada rekayasa," tutur Denny. 

Denny mengingatkan bahwa isu LSI tidak netral pernah bertiup pula pada pemilu 
legislatif dan pilpres, karena data yang diekspos dianggap menguntungkan atau 
merugikan kontestan tertentu. Namun, semua anggapan itu bisa dipatahkan setelah 
coblosan dan hasil resminya diumumkan. Terbukti, hasil jajak pendapat LSI 
paling akurat, indeks kesalahannya paling rendah dibanding hasil survei lembaga 
yang lain, seperti IFES, IRI, DRI, Balitbang PDIP, SSS, dan LP3ES. LSI bisa 
menunjukkan bahwa data yang pernah diekspos kepada publik bukanlah rekayasa. 

Denny mengatakan, data yang diekspos lembaganya kemarin seharusnya bisa 
dijadikan acuan bagi SBY untuk mengukur dan mengevaluasi pemerintahannya. 
(arm/bh) 

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=4242

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: ppiindia@yahoogroups.com
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to