Suara Karya

Masalah Klasik Perikanan
Oleh Akhmad Solihin

Senin, (27-12-'04)
Masalah kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun adalah sama, tetapi 
kenapa kompleksitas permasalahan tersebut tidak kunjung terselesaikan? Lebih 
dari itu, permasalahan yang terjadi di dunia kelautan-perikanan berhadapan 
dengan egosentris antardepartemen dalam mengurus kavling masing-masing.
Selama ini peran Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai lokomotif 
pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia belum optimal. Hal ini 
dicerminkan oleh lemahnya data perikanan Indonesia, kemiskinan masyarakat 
nelayan, lemahnya armada tangkap nasional, maraknya aksi illegal fishing 
(pencurian ikan) serta lemahnya penegakkan hukum, birokrasi yang 
berbelit-belit dalam pelayanan perizinan usaha perikanan, dan masih banyak 
lagi permasalahan kelautan dan perikanan lainnya yang belum terselesaikan.
Oleh karena itu sangat wajar, bila masyarakat perikanan di seluruh Indonesia 
mengharapkan terjadinya perubahan yang signifikan di dunia kelautan dan 
perikanan. Namun tidak bermaksud merendahkan kemampuan Menteri Kelautan dan 
Perikanan yang baru, penulis masih ragu hal ini dapat dituntaskan, karena 
permasalahan kelautan dan perikanan sangat kompleks dan klasik, sehingga 
penulis mengibaratkan permasalahan ini seperti "lagu lama, kopi baru". 
Artinya, masalah kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun adalah sama, 
tetapi kenapa kompleksitas permasalahan tersebut tidak kunjung 
terselesaikan? Lebih dari itu, permasalahan yang terjadi di dunia 
kelautan-perikanan berhadapan dengan ego sentris antardepartemen dalam 
mengurus kavling masing-masing.
Harapan tinggal harapan, karena kabinet telah terbentuk dan akan menjalankan 
tugasnya selama lebih kurang lima tahun. Yang harus kita lakukan sekarang 
ini adalah memantau program-program kerja yang akan dilaksanakan, serta 
memberikan tanggapan atas efektivitas dan efisiensi keberhasilan program 
kerja tersebut. Akankah di bawah nahkoda yang baru, dunia kelautan dan 
perikanan Indonesia semakin terurus dan maju?
Permasalahan Klasik


Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa permasalahan kelautan dan 
perikanan Indonesia sangat kompleks. Lebih dari itu, permasalahan tersebut 
bersifat klasik yang diwariskan dari tahun ke tahun, sehingga ibarat dosa 
turun temurun. Adapun permasalahan klasik yang terjadi di dunia kelautan dan 
perikanan, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, lemahnya data perikanan, khususnya untuk data perikanan tangkap. 
Hingga saat ini, data perikanan tangkap Indonesia diperoleh dari pendaratan 
hasil tangkapan. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa tempat-tempat pendataan 
ikan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI) di beberapa daerah hampir tidak ada atau 
keberadaannya tidak merata. Kalau pun ada, fungsi TPI tidak berperan 
sehingga mengakibatkan masyarakat nelayan terjebak permainan tengkulak. 
Dengan demikian, TPI yang juga berfungsi sebagai pencatat pendaratan ikan 
tidak berperan sebagaimana mestinya. Selain itu, pihak pengusaha yang 
mendaratkan ikannya juga kerap memberikan data yang tidak sebenarnya alias 
di bawah data hasil tangkapan yang diperoleh.
Lemahnya data perikanan tersebut akan berdampak pada biasnya kebijakan yang 
akan dikeluarkan atau diputuskan. Misalnya saja, di suatu daerah tidak 
memiliki TPI (Tempat Pelelangan Ikan), sementara perizinan penangkapan ikan 
terus dikeluarkan. Akibatnya adalah over-fishing dan kemiskinan nelayan yang 
disertai konflik di wilayah laut tersebut, baik konflik kelas sosial, 
konflik fishing ground, maupun konflik identitas (primordial). Lebih dari 
itu, lemahnya data perikanan tangkap tersebut berdampak pada rawannya 
hubungan dagang internasional, karena akuntabilitas dan akuratibilitas data 
harus dilandasi oleh bukti ilmiah terbaik (the best scientific evidence) 
sebagaimana yang dituangkan Pasal 61 UNCLOS 1982.
Ketentuan internasional lainnya yang mensyaratkan bukti ilmiah terbaik, di 
antaranya yaitu Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF 1995), dan 
International Plan of Action-Illegal Unreported Unregulated Fishing 
(IPOA-IUU 1999). Berdasarkan ketentuan perikanan internasional itu, lemahnya 
data perikanan dapat mengakibatkan kerawanan dalam perdagangan perikanan 
Indonesia di pasar internasional. Namun demikian, masalah lemahnya data 
perikanan Indonesia mulai mendapatkan perhatian pemerintah pada 
Undang-undang Perikanan yang baru disahkan, yaitu pada Bab VI tentang Sistem 
Informasi Data Statistik Perikanan. Namun bagaimana nanti aplikasinya? kita 
lihat nanti.
Kedua, kemiskinan masyarakat nelayan. Sebagaimana kita ketahui bersama, 
bahwa masyarakat nelayan Indonesia hingga saat ini masih terjebak dalam 
lingkaran kemiskinan (vicious circle). Panjang pantai 81.000 km beserta 
kekayaan sumberdaya alamnya, semestinya dapat mensejahterakan masyarakat 
pesisir, khususnya nelayan. Akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya, 
semakin panjang pantai maka semakin banyak penduduk miskin di Indonesia. Hal 
ini dikarenakan, wilayah pesisir dan pantai Indonesia merupakan tempat atau 
kantung-kantung kemiskinan masyarakat nelayan.
Secara teoritis, ada tiga hal yang menjadi penyebab utama kemiskinan 
nelayan, yaitu alamiah (kondisi lingkungan sumberdaya), kultural (budaya), 
dan struktural (keberpihakan pemerintah). Dari ketiga penyebab itu, masalah 
struktural merupakan faktor penting dan paling dominan, sehingga sangat 
diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak pada kehidupan masyarakat 
nelayan, khususnya nelayan kecil (tradisional). Dengan demikian, kontinuitas 
keberpihakan pemerintah yang diejawantahkan dengan program-program 
pemberdayaan harus tetap digalakkan sesuai Bab IX Undang-undang Perikanan 
yang baru. Tentu saja, kebijakan yang ditujukan pada masyarakat nelayan 
harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat serta karakteristik 
sumberdaya (geografis)-nya.
Ketiga, lemahnya armada perikanan tangkap nasional. Berbagai sumber 
menyebutkan bahwa dari 7.000 kapal ikan yang beroperasi di Zona Ekonomi 
Eksklusif Indonesia (ZEEI), sekitar 70 persen di antaranya merupakan milik 
asing. Selain itu, armada perikanan tangkap Indonesia sebagian besar 
memiliki produktivitas yang amat rendah yaitu hanya 8 ton/kapal/tahun. 
Penulis sangat sedih akan data itu, ini memunculkan pertanyaan apakah 
pemerintah tidak mempunyai kebijakan untuk menciptakan armada perikanan 
tangkap nasional sebagai tuan rumah di negerinya sendiri?
Keempat, permasalahan illegal fishing (pencurian ikan) dan lemahnya 
penegakkan hukum yang telah menghilangkan potensi ekspor perikanan Indonesia 
sebesar 4 miliar dolar AS. Selain merugikan negara, illegal fishing juga 
merugikan nelayan tradisional karena mereka menggunakan alat tangkap jenis 
trawl yang menyebabkan kerusakan lingkungan laut yang berujung pada 
penciptaan rendahnya pendapatan nelayan.
Kelima, pelayanan perizinan usaha perikanan yang berbelit-belit dan syarat 
dengan pungutan liar. Seperti yang diberitakan Majalah Samudera (Edisi 19, 
Oktober 2004) disebutkan bahwa total besaran biaya tambahan yang harus 
dikeluarkan untuk setiap pembuatan perizinan kapal asing agar bisa keluar 
cepat harus mengeluarkan uang berkisar Rp 40 juta sampai Rp 100 juta 
tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan, daerah tangkapan, dan 
jumlah kapal yang diurus.
Dengan demikian, sudah dapat dipastikan miliaran rupiah uang siluman yang 
berkeliaran sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 
46/Men/2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 
Padahal, izin itu bisa diselesaikan dalam jangka waktu 16 hari tanpa biaya 
tambahan sesuai Pasal 9 Kepmenlutkan No 10 Tahun 2003 tentang Perizinan 
Usaha Penangkapan Ikan.
Penutup


Sebagai salah satu dari lima sektor prioritas tim ekonomi Kabinet Indonesia 
Bersatu, maka nahkoda DKP yang baru harus lebih cerdas untuk membuat 
kebijakan yang dapat membawa bangsa Indonesia dan rakyatnya menjadi lebih 
mandiri dan sejahtera. Khususnya, dapat menyelesaikan kompleksnya 
permasalahan yang melilit kelautan dan perikanan selama ini. Oleh karena 
itu, marilah kita menunggu kebijakan 100 hari Menteri Freddy Numbery. Kalau 
gagal, keberadaannya pada Kabinet Indonesia Bersatu patut dipertanyakan, 
karena masih banyak para pakar kelautan dan perikanan Indonesia yang 
berlatar belakang profesional (baca: akademisi). ***
(Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Hukum Internasional
Universitas Padjadjaran). 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$4.98 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Forum IT PPI-India: http://www.ppiindia.shyper.com/itforum/
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke