DI DEPAN KACA  BENING:

SEBUAH KETERANGAN

Dua hari  yang lalu saya melakukan percakapan hangat cukup panjang melalui 
fasilitas yahoo-messenger [YM] dengan dua orang penyair Malang: Nanang Suryadi 
dan Sazano. Sazano baru saja menerbitkan antologi puisi berjudul La Tristesse, 
judul yang mengingatkan saya kepada karya penulis perempuan Perancis yang baru 
saja meninggal tahun lalu, François Sagan: "Bonjour Tristesse" [Mengapa 
menggunakan judul berbahasa Perancis sedangkan puisi ditulis dalam bahasa 
Indonesia? Ujud suatu kompleks dan menggagahi?! Apakah bahasa Indonesia kurang 
gagah dan memalukan?]. 

Yang kami bicarakan terutama tentang puisi dan kebudayaan Indonesia, arti 
penting kegiatan sastra-seni di daerah dan berbagai pulau atau desentralisasi 
pusat-pusat kebudayaan dan intelektual serta saling tukar ide. Sazano yang 
enerzik nampak, melalui percakapan YM itu, saya ketahui sedang menyiapkan 
sebuah website sastra menambah jumlah web sastra yang sudah ada. Makin 
bertambahnya jumlah web sastra, makin memperkuat keyakinan saya bahwa "sastra 
cyber" makin hari makin merupakan gejala yang tidak bisa diabaikan oleh para 
pengamat sastra yang serius, sekali pun "sastra cyber" -- suatu gejala baru 
dalam dunia sastra Indonesia -- oleh sementara redaktur kebudayaan media cetak 
dipandang dengan melecehkan dan kepongahan yang entah apa dasarnya sebagai 
"keranjang sampah" belaka, seakan-akan semua yang disiarkan di media cetak, 
terutama asuhannya, adalah karya-karya bermutu tinggi. Padahal paling-paling 
mutunya setara dengan mutu sang pengasuh yang juga kita kenal. 

Pendapat begini saya ajukan karena saya anggap yang paling layak bukanlah 
melakukan pelecehan dan penghinaan tapi akan lebih baik jika saling dorong dan 
saling bantu karena sastra Indonesia tidak bisa dibangun dan dikembangkan oleh 
seorang superman sastra betapa pun zeniusnya. Mencari lawan lebih gampang 
daripada menggalang persahabatan. Hanya saja untuk berbuat begini pun agaknya 
masih terlalu sulit di Indonesia. Apakah ini ujud dan dampak di bidang pola 
pikir dan mentalitas dari "uang sebagai raja", sisa dari otoriitarianisme dan 
militerisme? Sedikit saja ada kekuasaan, sekalipun baru sebagai redaktur sebuah 
harian, orang sudah bisa dimabukkan oleh posisi demikian. Jika mengambil sampah 
sebagai bandingan, siapa dan apa gerangan yang setara dengan "sampah"? Tentu 
saja, celoteh begini sebenarnya tidak lebih dari usaha menutup matahari dengan 
tapak tangan, atau ingin memenggal air dengan parang terhadap perkembangan 
"sastra cyber". Terhadap orang yang bersikap begini, saya kira yang terbaik 
adalah memberikannya waktu untuk belajar dewasa dan toleran serta untuk 
mengusap tahi mata usai dari tidur panjang, dan menerimanya dengan kegembiraan 
apabila pada  suatu saat kelak ia kemudian menggabungkan diri dengan arus deras 
kenyataan untuk bersama-sama memarakkan kehidupan sastra-seni di negeri ini. 
Hukum pantha rei, yang diketengahkan oleh Heraclitus beberapa abad lalu saya 
kira masih sulit dielakkan oleh siapapun dan masih perlu diacu guna menjalani 
hidup dalam masyarakat manusia. Manusia, diri kita sendiri, sering tidak kita 
pahami sampai-sampai Sun Tzu, strateg Tiongkok Kuno menganjurkan kita untuk 
mengenal diri sendiri untuk bisa jadi pemenang. Apakah benar, toleransi dan 
kesabaran begini yang bisa dimaknakan juga sebagai "kasih"?!

Dalam percakapan  melalui fasilitas YM itu juga kami membicarakan soal dominasi 
Jakarta dan tentang TUK [Teater Utan Kayu]. 

Terhadap soal dominasi standar Jakarta dalam sastra-seni, saya sama sekali 
tidak merasa terganggu. Ada atau tidak, diacuh atau tidak diri saya oleh TUK, 
tidak menghalangi saya menulis. Saya sendirilah yang menentukan apakah saya 
menulis atau tidak. Tentang mutu? Masing-masing bisa menilai. Barangkali 
perbedaannya, terletak pada jaringan dan kemampuan finansil di iklim yang 
didominasi uang. Tapi saya tidak mau ditundukkan oleh uang dan sistemnya.  
Bahwa benar saya tidak menyetujui dan menolak standar Jakarta untuk meresmikan 
mutu, ujud dari sentralisme dalam dunia sastra, tapi saya kira jika kita tidak 
menyukai keadaan ini, kita dihimbau untuk melakukan sesuatu yang lain secara 
nyata dan mengembangkan apa yang kita maui. Caci-maki,perseteruan bukanlah 
kebudayaan, apalagi fitnah,  tidak menghasilkan apa-apa, kecuali tidak lain 
dari "permainan anak sekolah rendah" yang belum genap membaca aksara kehidupan 
sekali pun usia fisik jauh melampaui tingkat anak sekolah rendah dalam artian 
harafiah. Rambut pun barangkali sudah mulai berwarna dua. Mengintensifkan 
kegiatan kreatif di berbagai daerah, saya kira adalah cara terbaik untuk 
menghadapi apa yang kita pandang sekarang sebagai berdominan dan dominasi yang 
kita anggap menyalahi nilai republiken dan keindonesiaan. 

Lalu? Mengapa TUK dimusuhi? Kalau TUK lebih hebat dan berdiri di depan, kalau 
kenyataannya memang demikian, terlalu sulitkah mengakuinya? Mengapa tidak 
posisi TUK yang demikian [jika benar demikian] diambil sebagai pemacu kegiatan 
kreatif untuk melebihinya. Caci-maki bukan tanda kekuatan, ujar Lu Sin, 
sastrawan Tiongkok pada tahun 1930-an. "Sirik tanda tak  mampu", ujar orang 
Betawi. Mengapa kita mesti bangga pada ketidakmampuan diri? Ketidakmampuan 
bukanlah kebesaran dan keagungan. Bisa dipastikan bahwa jiwa demikian tidak 
akan melahirkan karya-karya besar dan agung kecuali bermain di tingkat 
"ecek-ecek" sementara masalah besar kebudayaan tetap mengepung menantang kita 
tanpa terjawab. Dari segi lain, bagaimana mana kita bisa ikut serta 
memanusiawikan manusia, jika kita sendiri tidak manusia dan bangga dengan 
menggonggong langit tanpa sebab mendasar yang nalar sementara banyak hal yang 
bisa kita lakukan bersama? Bertolak dari sikap ini, mengapa kita biarkan TUK 
melakukan kegiatannya tanpa usah dicemburui, dan kita terus melangkah di jalan 
yang kita pilih. 

Antara Paris  dan Malang memang terentang kilometer yang entah berapa 
jumlahnya. Jika diukur dengan jam penerbangan,  Paris-Jakarta memerlukan waktu 
16 jam penerbangan dan barangkali untuk malang diperlukan kurang lebih satu 
setengah jam lagi Jakarta. Tapi dengan fasilitas tekhnologi jarak kilometer 
demikian bisa di atasi dengan menakjubkan. Dialog bisa dilakukan. Dan yang 
lebih menggembirakan melalui dialog panjang berjam-jam itu, Nanang Suryadi , 
Sazano dan saya, agaknya  bisa berjumpa di suatu  titik temu tentang banyak 
topik yang kami bicarakan demi kepentingan sastra kita.

Dialog adalah satu soal sedangkan tindakan, kegiatan nyata adalah soal lain 
lagi. Tapi sekalipun demikian dialog diperlukan karena dari dialog kita bisa 
menetapkan jurusan langkah. Dalam melangkah ini pun kita tetap berdialog, baik 
dengan diri sendiri, dengan sesama teman, dan dengan orang lain dari berbagai 
negeri dan penjuru. Artinya kegiatan kongkret  pun merupakan dialog dalam 
bentuk lain [bandingkan dengan pendapat Paul Ricoeur bahwa perbedaan adalah 
dialog]. Dengan pandangan bahwa kegiatan merupakan dialog berskala global, maka 
saya juduli serie tulisan ini dengan "Di Depan Kaca Bening" yang berarti bahwa 
pengalaman orang lain dalam usaha memanusiawikan manusia, kehidupan dan 
masyarakat melalui sastra-seni merupakan sebuah cermin bening di mana kita bisa 
berkaca dan membanding. Melalui serie tulisan ini saya mencoba menuturkan 
pengalaman-pengalaman berbagai negeri sebagai bentuk dialog juga,  yang 
barangkali ada gunanya bagi kegiatan kita membangun sastra-seni negeri kita. 
Barangkali! 



Paris, Januari 2005.
------------------
JJ.KUSNI   


     












[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Forum IT PPI-India: http://www.ppiindia.shyper.com/itforum/
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke