No      : D/KPP-PRD/X/05/001
Hal     : Pernyataan Sikap


OPERASI MILITER NON-PERANG DI ACEH BUKAN JAWABAN,
SEGERA WUJUDKAN PEMBANGUNAN EARLY WARNING SYSTEM BAGI
NEGERI-NEGERI MISKIN 

Bencana gempa yang disusul dengan gelombang tsunami
pada 26 Desember 2004 menambah panjang penderitaan
rakyat Aceh. Bencana yang menelan lebih dari 94.000
jiwa menambah jumlah rakyat Aceh yang menjadi korban
selama penindasan militer Orde Baru dan dibawah Daruat
Militer-Sipil. Kehancuran gedung dan infrastruktur
fisik lainnya menjadi berlipat ganda setelah
sebelumnya kehancuran dan kematian-pun terus terjadi
lebih dari tiga dekade dibawah kontrol operasi militer
dalam berbagai bentuknya.  

Bencana yang memakan korban yang luar biasa banyak,
tidak adanya infrastuktur perlindungan—vegetasi pantai
(hutan manggroove), bahkan tidak ada peringatan
relokasi penduduk dari daerah pantai jika tidak mampu
membangun proteksi (karena dari data geologi, daerah
tersebut merupakan wilayah yang rentan gelombang
tsunami, bahkan beberapa ilmuwan telah memberi
peringatan akan terjadinya gempa tsunami pada tahun
2002); memperlihatkan bahwa kejadian yang sesungguhnya
adalah keterlambatan, akibat Aceh yang selama ini
tertutup dan dibawah kontrol kekuasaan  militer.

Sikap pemerintah Indonesia yang secara politis masih
bersikukuh memberlakukan Darurat Sipil ditengah
bencana adalah tindakan arogan yang semakin menambah
daftar korban. Bahkan terlihat arogansi TNI diatas
pemerintah dalam melihat persolan. Widodo AS dan
Endang Suwarya—penguasa darurat militer Aceh sebelum
Darurat Sipil, dengan jelas menyatakan bahwa antara
operasi kemanusiaan dan operasi keamanan memiliki
porsi yang sama, sedangkan SBY sebelumnya sempat
menyerukan operasi kemanusiaan adalah paling utama dan
GAM bahkan diminta untuk membantu kelancaran proses
evakuasi dan rehabilitasi pasca gempa. Sementara
management penanggulan bencana juga sangat memalukan,
jauh di bawah standard. Kita melihat dengan mata
telanjang bahwa tidak ada suatu Unified Command untuk
menanggulangi National Disaster ini.
 
Alwi Sihab sudah membeberkan sikap dan ‘kerja yang
sudah” dilakukan dalam tanggap darurat dibawah
komandonya, namun jawaban tersebut semakin
memperlihatkan kebobrokan manajemen penanganan bencana
nasional pemerintah, penerangan dilakukan sporadis,
bukan sebagai suatu sistem penerangan yang
terorganisir. Seharusnya sesaat setelah kejadian
Presiden langsung membentuk semacam Komando
Penanggulangan Bencana Aceh-Sumut (apa pun namanya),
yaitu komando terpusat yang mengkoordinir seluruh
usaha penanggulangan suatu operasi atau bencana alam.
Lengkap dengan staf pemikirnya di tingkat nasional.
Misalnya dimulai dari  pemotretan udara langsung
sesaat setelah kejadian, kemudian dibuat pos-pos untuk
mencapai sasaran. Sehingga tidak akan terjadi
penumpukan seperti di Banda Aceh, Medan dan Halim.
Pekerjaan selanjutnya adalah penyediaan informasi.
Misalnya Di Halim, semua informasi digelar untuk para
petugas, para pelaksana, relawan, pers, dan rakyat
yang memelukan informasi. Rangkaian pekerjaan yang
kemudian dilakukan secara sistematis adalah:
Pertolongan Pertama, Pendirian Rumah-rumah sakit,
Penguburan dan Pembakaran Jenazah, sanitasi, dan
pencegahan penyakit menular. 
 
Cadangan yang terdiri dari sukarelawan, dibentuk dalam
satu satuan tugas. Pencatatan, pendokumentasian,
pertolongan untuk manusia, untuk jalan dan perumahan,
penghubung dari pos ke pos, dari daerah ke daerah.
Thailand sempat membuat foto-foto korban sebelum
dikubur dan pemerintah juga seharusnya bisa dengan
cepat melakukan semua pekerjaan itu. Sehingga
pengendalian dan pengawasan, sistem komunikasinya
jelas tidak saling tuduh menuduh, lempar melempar.
Kalau panglimanya oleh Presiden, dan Kepala Staf
Hariannya adalah Menko Kesra, semua panglima dan
menteri-menteri segera menempatkan orang-orangnya
dalam Operasi Penanggulangan Bencana ini. Tak mungkin
mengajak seluruh staf dan kementriannya, kalau tidak
mau kacau atau tidak jalan.
 
Kenyataan yang ada sekarang: Organisasi semacam ini
sampai sekarang tidak ada, sedikitnya tidak diumumkan
kepada publik, agar masyarakat tahu kemana ia akan
berhubungan. Tidak benar anggapan jika Menko Kesra dan
Kepala Staf AD sudah ditunjuk, semua akan bisa
berjalan. Tidak mungkin berjalan dengan sendirinya.
Bahkan semakin kontraproduktif lagi dengan adanya
usulan DPR dalam rapat terbatas dan tersembunyi pada
Selasa lalu, mengenai pemberlakuan Operasi Militer
Non-perang. Kontraproduktif karena pertama, jelas
sudah terlambat, mobilisasi penuh kekuatan tentara
seharusnya sudah dilakukan sesaat setelah gempa—namun
di lapangan waktu itu kita tidak melihat ada
mobilisasi signifikan dari kekuatan tentara, bahkan
sangat jauh lebih sedikit dari pengiriman pasukan
dengan kualifikasi yang beragam demi darurat militer.
Kemudian kedua karena status darurat sipil Aceh tidak
menguntungkan bagi partisipasi demokratik berbagai
kekuatan sipil Indonesia dan Aceh. Saat ini saja
jaminan keterlibatan berbagai organisasi sipil masih
belum terbukti di lapangan, TNI melakukan Sweeping KTP
para relawan yang terjadi beberapa kali dalam
perjalanan relawan kami dari Tapak Tuan menuju
Meulaboh serta pemungutan dana ‘masuk Meulaboh’ antara
Rp. 50.000 – Rp. 100.000, sentralisasi bantuan
logistic hingga posko di kantor-kantor struktur KODIM
setempat, masih terus terjadinya operasi militer di
wilayah-wilayah Aceh Timur, Tengah dan Selatan.
Ketiga, pemberlakuan operasi ini—apalagi mendapatkan
legitimasinya lewat UU TNI—akan semakin mengokohkan
dominasi tentara di dalam proses penanggulangan dan
recovery di Aceh, padahal yang dibutuhkan segera
adalah konsep yang komprehensif—bukan sodoran jumlah
dana sebesar tak kurang dari 250 milyar oleh Dephan
pada pemerintah untuk operasi militer non perang ini,
dengan melibatkan berbagai pihak—ilmuwan, pakar tata
kota, organisasi-organisasi sipil-demokratik
dsb--dalam satu Operasi Penanggulangan Bencana
terpadu, dan dalam kondisi sekarang TNI sudah terbukti
terlambat dan tidak lagi mendesak diperlukan. 
 
Tidak terhindarkan, dengan situasi yang demikian
rentan dan buruk, ditambah dengan pemerintahan SBY
menjelang 100 harinya semakin menunjukkan ketiadaan
karakter kerakyatan, demokratis, modern, berdaulat,
alih-alih pemerintahan elitis, militeristik, terlalu
lama membudak kepada kepentingan perusahaan
tranasional dan pemerintahan imperialis, maka sikap
pemerintah yang membudak pada hutang (seperti yang
dikemukakan Agung Laksono) adalah sikap yang bodoh dan
terbukti menyengsarakan rakyat. Tawaran negara-negara
dalam Paris Club untuk moratorium dan pemotongan
hutang seharusnya ditingkatkan dengan tuntutan
penghapusan hutang negara-negara miskin tanpa syarat.
Tak perlu menunggu dengan cara diplomasi yang
mengemis-ngemis hingga KTT 6 Januari 2004.
Pemerintahan yang berdaulat dan mandiri semestinya
mampu memaksa negeri-negeri donor untuk memberikan
hibah serta berbagai peralatan yang dibutuhkan segera
untuk penanggulangan bencana, seperti diesel power
plant, dan pompa light drilling. Dan berbagai
perusahaan asing yang diizinkan beroperasi di
Indonesia seharusnya bisa diambil alih jika negeri
asalnya menolak membantu penanganan bencana Indonesia.


Demikian halnya dengan PBB, rencana pembangunan Early
Warning System (EWS) dikatakan sudah ditargetkan pada
akhir 2005 di negara-negara kawasan sekitar Samudra
Hindia. Namun belum dijelaskan bagaimana sistem
peringatan dini yang ditargetkan dapat digunakan pada
akhir 2005, apakah seperti yang dibangun Amerika
Serikat di Honolulu untuk kawasan Samudera Pasifik,
atau masih dalam tingkat sederhana. 

Sebagian rumah yang musnah karena gempa dan Tsunami
adalah rumah kayu—yang membuktikan sebagian besar
rakyat Aceh masih miskin, sebagian lagi yang selamat
berada di ketinggian (gedung bertingkat, bukit, pohon,
terapung-apung maupun di perahu). Semua itu terjadi
karena Indonesia tidak memiliki EWS—padahal 28
wilayahnya rawan tsunami, maka tidak ada sistem
evakuasi dan relokasi komprehensif ke tempat tinggi;
bahkan juga karena tidak menggubris peringatan dari
beberapa ilmuwan pada tahun 2002 akan terjadinya gempa
tsunami, hingga terlacaknya kemungkinan gempa dan
tsunami di pusat pemantauan Pasifik di Honolulu 15
menit setelah gempa tektonik.

Dari bencana yang merenggut nyawa lebih dari 150.000
jiwa secara internasional (Asia Tenggara, Selatan,
Afrika) dan menyebabkan kehancuran yang dahsyat,
solidaritas secara nasional, regional, dan
internasional terbukti tumbuh bahkan mobilisasi umum
masyarakat sendiri sudah terjadi tanpa komando
pemerintah. Solidaritas ini jauh lebih tinggi dari
peran mobilisasi pemerintah dalam mengatasi persoalan.
Solidaritas diantara mayoritas rakyat ini membuktikan
bahwa rakyatlah yang berkemampuan, bukan pemerintah
apalagi TNI. Sehingga solidaritas inilah yang harus
terus diperkuat, untuk mengatasi berbagai persoalan
yang bersumber dari pemerintahan yang tak becus
mengurusi negara, membudak pada asing, korup, lamban,
dan militeristik, guna segera merubah tatanan dunia
yang mengerikan (penuh perang, kemiskinan, kelaparan,
ketidakadilan, militeristik, penindasan) menjadi
tatanan dunia yang lebih manusiawi dan berpihak kepada
rakyat kebanyakan. 

Untuk itu menurut kami, Komite Pimpinan Pusat Partai
Rakyat Demokratik (KPP-PRD), solusi politik pasca
Bencana Gempa dan Tsunami yang harus segera dilakukan
oleh sebuah Pemerintahan yang Berdaulat, Kerakyatan,
Demokratik, Modern, dan Bersih adalah:

1.      Menolak Pemberlakuan Operasi Militer Non-Perang di
Aceh
2.      Mencabut status Darurat Sipil, Jeda Kemanusiaan
guna Pembentukan Pemerintahan Daerah Sementara yang
terdiri dari berbagai elemen demokratik rakyat aceh,
sekaligus sebagai solusi penyelesaian konflik yang
demokratis dan tidak berdarah.
3.      Pembukaan akses teritori Aceh dan transparansi
terhadap bantuan penyelamatan dan pemulihan, baik dari
nasional juga internasional.
4.      Penghapusan hutang luar negeri bukan moratorium
atau pemotongan hutang bagi  Indonesia, yang alokasi
dana cicilan hutang pokok dan bunganya dipergunakan
untuk pembangunan Aceh, akses pendidikan, perumahan
dan kesehatan serta truma healing pada khususnya dan
demi kemajuan kesejahteraan dan produktivitas
masyarakat Indonesia pada umumnya, serta kontrol dan
transparansi pemakaiannya.
5.      PBB bertanggung jawab untuk segera membangun EWS
bagi negara-negara miskin, tidak hanya negera-negara
kaya.
6.      Penguatan solidaritas dan kekuatan rakyat secara
nasional dan internasional untuk membebaskan dunia
dari tatanan perang, militeristik dan tatanan 
globalisasi neoliberal yang menindas
 
Bila tak mampu dilakukan, maka artinya jelas pula
bahwa Pemerintahan yang berkuasa saat ini bukanlah
Pemerintahan yang Bersih, Berdaulat, Demokratis,
Kerakyatan dan Modern.



Jakarta, 5 Januari 2005
KOMITE PIMPINAN PUSAT – PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK
(KPP-PRD)



Lukman Hakim    Zely Ariane
Pjs. Ketua Umum Sekretaris Jenderal




=====
Gulingkan Pemerintahan Boneka Penjajah Asing dan Militerisme! 
Bangun Persatuan Rakyat-Bentuk Pemerintahan Rakyat Miskin! 

Komite Pimpinan Pusat - Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) 
Jl. Tebet Barat Dalam VIII L No. 2 
Kec. Tebet Barat 
Jakarta Selatan 12810 
Telp. 021-8309061 
Hp. 
0815-8126673 (Sekjend) 
0815-6867741 (Ketua I) 
0816-1675291 (Ketua II) 
0815-8946404 (Ketua III)




__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Forum IT PPI-India: http://www.ppiindia.shyper.com/itforum/
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to