--- In [EMAIL PROTECTED], "teddysrachman" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Catatan Harian Aceh (Bagian 3) Mengangkat Delapan Mayat dari Laut Oleh Bondan Winarno PEMBARUAN/BONDAN WINARNO EVAKUASI - Para relawan dan awak kapal KRI Teluk Peleng melakukan evakuasi jenazah dari laut. Tubuh jenazah yang sudah seminggu terendam air menjadi putih pucat. SAYA terbangun pukul 05.18 karena azan subuh di musala di sebelah kamar tidur. Kondisi hampir tidak tidur selama dua hari telah tertebus dengan tidur nonstop sejak 18.30 kemarin sore. Ha, ada sinyal telepon selular. Beberapa SMS masuk, mendoakan misi ini. Di antaranya dari mantan pendeta kami di Sydney (entah dari mana dia tahu), dan dari seorang teman di Jerman yang mengirim Psalm 23: Oh, the Lord is my Shepherd. Even if I go through the deepest darkness, I will not be afraid, Lord, for you are with me (Masmur 23: Tuhan adalah gembalaku... Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku ...). Doreen Biehle, teman yang psikolog, mengingatkan tentang trauma yang biasanya dialami para relawan pascabencana, dan menawarkan jasa baiknya. Masih gelap di luar. Angin sejuk berembus kencang. Lampu-lampu Kota Banda Aceh terlihat di port-side (sisi kiri kapal). Tak tampak satu pun lampu suar di sekitar Banda Aceh. Kapten Muhibuddin, perwira rohani yang diikutsertakan dalam misi ini, mengatakan Pulau Suar (karena di situ ada mercu suar) di depan Banda Aceh sudah tergerus tsunami. "Saya kira, penjaga mercu suar dan keluarganya sudah hilang. Padahal, pulau itu letaknya cukup tinggi," katanya. Dalam kegelapan, saya melihat gambaran kehancuran dari sisa-sisa yang mengapung di laut. Ada daun pintu, kasur, papan nama rumah makan, boneka, ember, botol shampoo yang masih setengah penuh. Beberapa tunggul pohon dengan akar-akarnya tampak mengapung di sana-sini. Ratusan buah kelapa juga tampak terapung-apung - rontok ketika diterjang tsunami. Masih dalam kegelapan, di starboard (sisi kanan kapal) mulai tampak lampu-lampu Kota Sabang. KRI Teluk Peleng melaju sendiri. Padahal, biasanya di dekat Pulau Nasi, khususnya di celah menuju Lhok Nga, selalu banyak kapal antre mengambil semen dari Pabrik Semen Andalas. Pulau-pulau di ujung utara Sumatera tampak menyajikan panorama indah ketika di timur matahari mulai muncul. "Ada mayat! Ada mayat! Beberapa relawan di starboard berteriak. Mereka yang sudah bangun segera melihat dari railing kanan kapal. Mayat itu tertelungkup, diperkirakan anak-anak seusia 13-14 tahun, sudah tak berbusana. Tubuhnya sudah putih pucat. Konon, mayat laki-laki selalu tertelungkup bila mengapung, mayat perempuan tertelentang. Hari itu adalah hari ketujuh bila mayat itu tewas pada Minggu, 26 Desember 2004. Kapal sedang melaju dengan kecepatan 14.2 knot. Tak mungkin untuk berhenti dan mengambil mayat itu. Saya minta seorang di sebelah saya membacakan doa jenazah. V-Kool Memikul Derita Ha, sarapan kami cukup "mewah" pagi itu. Nasi dengan mi instan, telur rebus, kerupuk, dan kopi. Kopi pertama saya sejak naik kapal. Saya harus menyebut empat relawan yang sejak kemarin membantu di dapur kapal, Dewa (nama aslinya Rudi Hartono), dari Kampung Sukaramai, Medan, dan tiga mahasiswa IAIN: Suhardiman, Kumpul Pandapotan, dan Ikmal Mulia Harahap. Untung kami sudah selesai makan. Di starboard, kali ini agak jauh, "lewat" lagi mayat berbaju merah. Dari kejauhan kami melihat USS Abraham Lincoln (kapal induk kecil jenis CVN = carrier vessel nuclear) yang di-deploy dari Pangkalan Subic, Filipina, dan lego jangkar di perairan internasional. Menurut komunikasi yang terpantau di anjungan, kapal induk itu memasok makanan yang dimasak di kapal dan diterbangkan dengan empat helikopter Puma, untuk didistribusikan ke permukiman-permukiman di pesisir sekitar Banda Aceh. Kami melambaikan tangan setiap melihat helikopter melintasi kapal. Pukul delapan pagi saya mengumpulkan "komandan kompi" dan tiga "komandan peleton" relawan untuk melakukan koordinasi. Sebetulnya saya hanya mengajak mereka berbicara dari hati ke hati. Saya merasa tidak enak terus-menerus cerewet menyuruh-nyuruh para relawan mengerjakan ini dan itu. Saya minta agar para komandan peleton bicara dengan para relawan bahwa kita bukan sekadar bertamu di kapal perang ini. Tetapi, sekaligus juga menjadi bagian dari misi kapal ini dalam operasi kemanusiaan. Saya minta geladak harus selalu bersih. Bila ada terpal penutup muatan di geladak yang terbang ditiup angin, saya tidak mau lagi menyuruh-nyuruh. Mereka harus tahu bahwa itu adalah tugas dan tanggung jawab mereka untuk merapikan. Tidak ada gunanya bantuan ini tiba di Meulaboh bila karton pengemasnya sudah lembek karena hujan. Hebat juga kemanjuran rapat koordinasi itu. Sepuluh menit setelah rapat, ketika saya keluar ke geladak, ternyata para relawan sibuk menyapu dan membersihkan geladak. Tikar tidur yang agak lembab karena hujan pun dijemur. Sepuluh tikar plastik warna-warni berukuran 3x4 meter melambai-lambai dari gantungan di geladak. "Ah, ini bukan kapal perang lagi," kata saya bergurau. "Ini kapal madrasah." Heran, tiba-tiba mereka tidak lagi melihat saya sebagai pak tua yang selalu cerewet. Kelompok dari Kampung Sukaramai di bawah pimpinan Eri mengajak saya mengobrol di dekat lunas kapal. Anak buah Mawardi yang terdiri atas gabungan berbagai unsur tak ketinggalan, mengajak saya "singgah" untuk berlawak-lawak. Kelompok itu memang menyebut dirinya sendiri sebagai "Kelompok Lawak-lawak". Adik-adik IAIN di bawah pimpinan Aswadi yang berambut cepak, sejak di bus menuju Belawan sudah akrab dengan saya. Ketika saya kembali ke kamar, Hendra, seorang relawan muda yang tampak ringkih, datang menemui saya. "Pak, saya dengan teman-teman pengasong mau ikut Bapak saja. Semuanya ada sekitar sepuluh orang," katanya. Lho, apa maksudnya? Ternyata, di luar sedang ada "pembicaraan" tentang "masa kerja" kelompok relawan itu di Meulaboh. Para mahasiswa IAIN, karena harus ujian mulai tanggal 9 Januari 2005, sudah ancang-ancang untuk berada di Meulaboh hanya selama tiga hari. "Kami tak mau hanya tinggal tiga hari di Meulaboh, Pak. Pasti banyak pekerjaan di sana," kata Hendra. Ah, mungkin Anda tak percaya. Saya sungguh menitikkan airmata ketika anak muda ringkih di depan saya itu ternyata adalah sosok yang sungguh tegar. Hendra, si pedagang asongan itu pulalah yang beberapa saat sebelumnya "mengusulkan" slogan untuk tim relawan ini. Karena memakai baju kaus dengan tulisan V-Kool yang dilafaskannya sebagai "pikul", maka "terciptalah" sebuah slogan baru: "V-Kool Memikul Derita Korban Tsunami Aceh". Pintar juga! Saya teringat program Linda Widjaja untuk melatih pemuda sebagai pemasang kaca film V-Kool yang kemudian dikirim ke Malaysia dan Taiwan. Mudah-mudahan Hendra dan teman-temannya nanti bisa terjaring dalam program itu. "Padamu Neg'ri" Pukul tiga petang, ketika kami sudah mendekati Meulaboh, kami melakukan apel siaga. Menyiagakan diri menjelang tiba di titik sasaran: Meulaboh. Siang yang terik, berbeda dengan kemarin yang mendung dan hujan sepanjang hari. Di geladak KRI Teluk Peleng, Ir Muhammad Aminsyah sebagai "komandan kompi" mengucapkan pidato singkat untuk minta kebulatan tekad para relawan. Ia kemudian mengajak kami semua menyanyikan lagu Padamu Neg'ri. Setelah itu kami berdoa mohon bantuan dan perlindungan Tuhan agar kami bermanfaat di Meulaboh dan selamat dari berbagai bahaya yang mengancam. Tiba-tiba saya dipanggil Komandan Kapal ke anjungan. Ia meneruskan instruksi dari Panglima Armada Barat Laksamana Muda Yosafat Didik Heru Purnomo yang baru saja melintas dengan korvet KRI Cut Nya Din. Panglima melihat enam mayat sekitar sepuluh mil di belakang kami, dan minta kami memutar untuk mengambil jenazah itu. "Tolong siapkan relawan dan body bags secukupnya," kata Mayor Heru. Sambil kapal memutar, saya langsung memberitakan tugas baru itu kepada seluruh peserta apel siaga. Komandan Kompi menunjuk 12 orang untuk bertugas membantu ABK (anak buah kapal) "menjaring" mayat dari laut. Operasi evakuasi jenazah itu dilakukan di bagian buritan. Kami hanya menggunakan ganco dan tandu yang dibuat dari jaring untuk mengambil jenazah. KRI Teluk Peleng ternyata tidak mempunyai sekoci bermotor, sehingga evakuasi jenazah tidak mudah dilakukan. Jenazah pertama kami temukan di dekat seekor ikan hiu kecil. Tetapi, ikan hiu itu sama sekali tidak menyentuh mayat yang telah memutih dan mengelupas kulitnya. Mayat laki-laki dewasa yang pertama berhasil kami angkat pada pukul 16.05, sekitar enam mil dari pantai. Tidak mudah mengolah gerak kapal untuk mendekati mayat-mayat yang bergerak dibawa arus. Mayat kedua, seorang perempuan dewasa, kami angkat 20 menit kemudian. Mayat-mayat itu berada di lepas pantai Calang, sebuah desa yang dikabarkan 90 persen musnah. Sebentar kemudian kami mendekati sekelompok mayat yang berada di tengah reruntuhan rumah. Masih ada tempat tidur dan kasur di sekeliling mereka. Sayangnya, kelompok tiga mayat itu justru lolos dari kejaran kami. Terutama karena tiba-tiba kami mendapati di sisi lain ada mayat yang lebih dekat dan lebih mudah dijangkau. Mayat perempuan itu memakai celana Polri, sehingga kami mengidentifikasi mayat ini sebagai Polwan. Sebetulnya, selama berputar-putar mengejar mayat-mayat itu, kami melihat lebih dari 50 mayat terapung. Tiga mayat berkelompok berhasil kami angkat antara pukul 18.00 hingga 18.30. Di sisi lain, tampak sembilan mayat berkelompok. Tetapi, matahari sudah tenggelam, dan langit telah menjadi gelap. Saya merasa aneh ketika Komandan Kapal minta pendapat saya apakah ia bisa menghentikan operasi evakuasi mayat. Saya mengangguk. Kami hanya berhasil mengangkat delapan mayat - dua laki-laki dan enam perempuan. Pukul 20.30, kami lego jangkar di depan Meulaboh, sekitar 1,3 kilometer dari pantai. Di dekat kami telah "parkir" dua kapal perang jenis Parchim yang telah lebih dulu datang, KRI Pati Unus dan KRI Teuku Umar, dan sebuah LST lain, KRI Teluk Sabang. (Bersambung) http://www.suarapembaruan.com/News/2005/01/07/Utama/ut06.htm --- End forwarded message --- ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Forum IT PPI-India: http://www.ppiindia.shyper.com/itforum/ 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/