SURAT KEPADA SAHABAT:
MAJALAH SASTRA-BUDAYA "AKSARA" KEMBALI BEREDAR Berbicara tentang Majalah Aksara, Jakarta, saya ingin memulainya dengan menoleh ke belakang. Melihat ke belakang berarti melihat sejarah dan melihat ke belakang juga berarti saya tidak memisahkan masa silam, hari ini dan hari-hari yang dijelang. Berbicara tentang hari-hari yang disongsong, saya melihatnya sebagai usaha memberi makna kepada masa hidup, apakah kita memberi arti kepada waktu singkat yang kita miliki selama punya nafas sebelum mati. Bagaimana kita melihat hari-hari yang dijelang adalah takaran nilai dan janji kepada apa saja yang kita cintai sekali pun seperti kata Chairil Anwar "cinta adalah sesuatu yang lekas pudar". Haridepan juga merupakan tanggapan masing-masing kepada nasib Sysiphus yang mendekati absurditas. Absurd karena akhirnya manusia dikalahkan ajal, paling tidak secara jasmaniah. Ketika seorang penyair memuji pejuang-pejuang kemerdekaan Viêt Nam yang gugur menulis "di atas makammu tumbuh pohon bunga mawar yang semerbak", kata-kata ini saya pahami bahwa nilai manusiawi tidak dipunahkan oleh absurditas. Manusia dengan nilai kemanusiaannya tidak terkalahkan. Suatu hari beberapa tahun lalu, Manik Sinaga, lulusan Faktultas Sastra sebuah universitas di Indonesia menulis surat mengajakku untuk turut serta sebagai redaksi majalah sastra-budaya yang akan dia terbitkan. Sejak mengajakku, Manik menjelaskan bahwa sasaran utama majalah tersebut adalah anak-anak muda, terutama kalangan SMP-SMA dan tentu saja tidak menutup pintu pada kalangan-kalangan lainnya. Dengan memilih sasaran pembaca yang demikian, saya melihat Manik melihat bahwa Manik yang pencinta sastra tapi belum bisa hidup dari sastra, melihat sejarah:masa silam, hari ini dan hari depan. Cintanya kepada haridepan yang ingin tumpahkan melalui sastra dan kebudayaan umumnya yang ia cintai. Majalah Aksara ia terbitkan sebagaimana halnya dasar mengapa ia menerbitkan melalui Penerbit Atlas, antologi puisi Indra Tjahyadi, "Ekspedisi Waktu", berawal dari sikap sejarah demikian pula. Haridepan adalah juga sebuah alternatif yang lebih baik dari masa silam dan hari ini, adalah suatu mimpi. Dan memang Manik adalah seorang pemimpi. Sunyi, duka, cobaan dan petaka memang merupakan sahabat dekat para pemimpi. Manik memilih jalan ini. "Duka adalah sahabat" ujar Agam Wispi, penyair asal Aceh. Memahami sikap sejarah Manik yang demikian, maka saya memutuskan untuk menerima ajakan Manik untuk membantunya dalam meredaksi Majalah sastra-budaya Aksara. Ketika menerimanya saya sadar benar akan tantangan dan kesulitan menerbitkan sebuah majalah, apalagi majalah sastra dan budaya. Pers cetak nasional Perancis pun, seperti Harian Le Monde, Libération, Le Figaro, France Soir, l'Humanité, sekarang sedang mengalami kesulitan besar. Tapi tantangan dan kesulitan ini adalah suatu usaha menjawab absurditas Sysiphus, godaan maut dan waktu. Karena itu saya katakan kepada Manik: "Mari kita berjalan sampai ke ujung, kalau pun ujung jalan kita itu ada". Yang menjadi pertimbangan saya juga dalam menerima ajakan Manik adalah langkanya orang yang mempunyai sikap sejarah di negeri di mana pola pikir dan mentalitas jalan pintas berdominasi. "Populasi kita sangat kecil" jika menggunakan ungkapan Asmara Nababan. Tantang tantangan dan kesulitan yang saya bayangkan sejak awal, kemudian setelah dua edisi majalah Aksara terbit menjadi kenyataan, antara lain tidak gampangnya mencari kawan sejati, lebih-lebih di tengah iklim "uang adalah raja". Membentuk tim yang tangguh bukanlah masalah sederhana. Tim tangguh saja tidak cukup. Selain ketangguhan tim, usaha penerbitan sebagai sebuah usaha menuntut profesionalisme. Berdasarkan pengalaman kecil saya sebagai salah seorang yang mengasuh dan menerbitkan Majalah Kancah, Paris, pada masa jayanya kekuasan Orde Baru Soeharto, saya yakin kesulitan bukanlah sesuatu yang fatal.Demikian pun dengan usaha menerbitkan Majalah sastra-budaya Aksara. Aksara terbit untuk memberikan sesuatu dalam batas kemampuan bagi pembangunan sastra-budaya yang republiken dan berkindonesiaan yang merupakan bagian dari usaha memanusiawikan manusia, kehidupan dan masyarakat dengan basis sosial lapisan masyarakat yang tidak terlalu dikotorkan oleh comberan budaya periode tertentu yang masih berdominasi sampai sekarang. Majalah Aksara ingin memasyarakatkan sastra-budaya dan menyastra-membudayakan masyarakat. Untuk itu Aksara berangkat dari anak-anak muda, dengan ide-ide pokok: "Menumbuhkan minat masyarakat luas terhadap sastra-budaya.Memberikan pengetahuan dasar karang-mengarang.Mengamati dan mencari solusi atas berbagai persoalan budaya" dengan bahasa-bahasa sederhana yang berlawanan dengan sikap elitisme kalangan yang bertengger pongah di menara gading tanpa hirau apa-bagaimana haridepan bangsa dan negeri, apakah mereka dimengerti atau tidak dan memandang diri sendiri sebagai pusat segala sedang lapisan mayoritas masyarakat adalah lapisan-lapisan orang dungu. Perusakan bahasa nasional dipandang sebagai avant-guardisme. Masyarakat memang melahirkan sastra dan budayanya sendiri karena sastra-budaya adalah jawaban masyarakat atas zamannya. Yang dimaksudkan dengan memasyarakatkan sastra-budaya terutama dimaksudkan dengan karya-karya yang diciptakan oleh kalangan yang memilih profesi sebagai sastrawan-budayawan. Bagaimana karya-karya dari kalangan ini bisa memasyarakat. Tidak terpencil. Karena lapisan ini sering merasa diri sebagai lapisan istimewa dan gampang lupa pada masyarakat, ibu kandung karya dan diri mereka sendiri sebagai anggota masyarakat, asyik dengan diri sendiri pribadi. Sedangkan menyastra-membudayakan masyarakat lebih bertujuan melawan dominasi nilai "uang sebagai raja" yang melahirkan pola pikir dan mentalitas jalan pintas atau serba instan seperti mie instan, yang melecehkan manusia dan kemanusiaan. Alternatif adalah suatu kritik dan perlawanan sekaligus jalan keluar. Tanpa kemampuan menawarkan alternatif sama dengan jalan buntu dan jalan yang dekat dengan absurditas, sesungguhnya, apalagi jika atas nama absurditas, menegasi kemanusiaan dan nilai-nilai manusiawi. Memutlakkan absurditas adalah ajakan untuk melakukan tindak anarkhi dan bunuh diri kolektif secara pikiran dan mentalitas. Absurditas mutlak sama dengan negasionisme mutlak. Saya melihat pandangan begini sama dengan "kekosongan" [la vide, the emptiness] jika menggunakan istilah sosiolog Perancis Alain Touraine dari l'Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales [l'EHESS], Paris, dari mana mayoritas peneliti LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]lulusan Perancis berasal. "Kekosongan" adalah ciri Indonesia dan dunia hari ini, demikian Touraine. Kalau bukan "kekosongan", saya ingin mengetahui tawaran alternatif apa yang telah ditawarkan terutama oleh sastrawan-seniman, cendekiawan, pemikir dan politisi Indonesia untuk melepaskan Indonesia dari krisis mutli dimensionalnya sampai sekarang yang menyebabkan nama Indonesia di luar negeri sama dengan tidak berarti apa-apa kecuali negeri koruptor terlihai, pembunuh dan pelanggar HAM terunggul? Membaca sekian banyak tulisan di media elektronik dan cetak, saya banyak lebih banyak kesibukan mengotak-otik teori asing dan hipotesa yang jauh dari kedekatan pada kepentingan mayoritas masyarakat bangsa dan negeri yang sama sekali tidak memberikan jalan keluar [alternatif] apalagi kesanggupan mewujudkan idenya di lapangan. LSM pun sampai sekarang umumnya tidak berhasil merampungkan misi dan visi yang tercantum pada kata LSM itu sendiri. Mereka tidak ke atas, tidak ke bawah dan juga tidak ke tengah.Barangkali penglihatan saya salah. Berapa banyak LSM yang sudah memenuhi visi dan misi LSM dalam arti sesungguhnya apalagi dibandingkan dengan banyak kenyataan menjadikan LSM sebagai lembaga penyalur ambisi dan harapan bersifat pribadi sentris yang memungkinkan perolehan beasiswa, pergi ke berbagai penjuru dunia, mengumpulkan sebutan jasa sosial dan kemanusiaan. Alternatif apakah yang didapatkan dari sikap begini sekalipun dibedaki dengan kata-kata indah dan sering menimbulkan klikisme? Seperti halnya demo, LSM pun lebih banyak menjadi usaha mencari pekerjaan atas nama kemelaratan dan kemanusiaan sekali pun sebenarnya secara visi dan misi ia memberikan suatu alternatif. Egosentris memang gampang bahkan sangat gampang menjadi isi dari "kekosongan" wawasan. Egosentrisme ini makin tertelanjangi jika dibandingkan dengan figur Ho Chi Minh yang memberikan seluruh hidupnya untuk Viêt Nam. Di Indonesia sekarang, tidak ada seorang pun yang menyerupai tokoh Ho Chi Minh dan nilai-nilai kemanusiaannya yang sanggup berkorban untuk nilai-nilai junjungannya. Indonesia adalah negeri koruptor sampai kepada pola pikir dan mentalitas.Saya tidak akan heran jika pada suatu saat Indonesia akan lenyap dari peta bumi jika yang dominan adalah manusia tipe ini. Saya siap menghadapi kenyataan ini. Sastra-seni barangkali di sini barangkali bisa memberi sumbangan penyelamatan karena sastra-seni menangani masalah pola pikir dan mentalitas. Jika sastra-seni berperan demikian seperti yang dipilih dan dilakukan oleh Lu Sin, sastrawan Tiongkok pada tahun 1930an, lalu apa gerangan yang dilakukan oleh para sastrawan-seniman kita pada hari ini terutama dengan angkatan mudanya? Milis sastra disibuki oleh populerasi diri, kedengkian, maki-maki, kata-kata emosional orang bingung yang memaki kiri kanan secara tak menentu, fitnah, sibuk dengan keinginan kecil disebut agar diakui sebagai sastrawan, penyair dan seniman. Padahal sastrawan dan seniman, saya kira, adalah suatu kualitas kemanusiaan. Ajaibnya "kekotoran pikir dan mentalitas" sekarang tidak sedikit dipandang sebagai ciri kesenimanan dan intelektualitas. Saya ingin Majalah Aksara pimpinan Manik sang pemimpi, bisa berperan dalam menangani soal ini,sekali pun saya sadar bahwa mimpi dan bermimpi apalagi mewujudkannya memerlukan ketangguhan. Jika pendapat Touraine ini bisa dijadikan acuan barangkali ia akan berguna untuk kita melihat diri pada saat kita bisa melepaskan emosi, "melihat masalah secara berjarak, melepaskan sifat partisan" jika mengacu pada pendapat Indonesianis besar Perancis, Denys Lombard alm.[percakapan pribadi antara D. Lombard dan JJK. Percakapan pribadi ini sering terjadi karena hubungan antara D.Lombard dan JJK selain sebagai profesor pembimbing tesis dan mahasiswa, juga bersifat hubungan antar dua sahabat yang sering saling bertandang]. Tentu saja, saya agak jauh sudah menyimpang. Kembali ke Majalah sastra-budaya Aksara. Ketika Majalah Aksara lama tak muncul, para pencintanya bertanya melalui surat demi surat, apakah Majalah Aksara masih hidup? Manik sang pemimpi pencinta sastra menjawab pasti "Masih! Masih dan masih! Aksara tidak mati". Pernyataan ini kemudian dibuktikan dengan akan segera beredarnya di masyarakat edisi Februari 2005 Majalah sastra-budaya Aksara [Jakarta]. Dalam edisi Februari 2005 yang sekarang sedang dipersiapkan, Majalah sastra-budaya, sesuai dengan ide-ide yang membimbingnya akan menyiarkan karya-karya berbentuk cerpen, esai, puisi, komposisi sastra, karya terjemahan Lorca, Amado Nervo,Alonso De Ercilla, Langston Hughes] sebagai bandingan, pendapat-pendapat sastrawan/pemikir dunia seperti Günter Grass, Gabriel Garcia Marquez, Nietzsche, karya eksperimental dan lain-lain ... Pemuatan karya-karya terjemahan karya-karya sastrawan dunia, saya kira mempunyai arti penting karena hal demikian bisa menjadi cermin untuk melihat taraf yang kita capai. Berbicara tentang taraf capaian melalui pembandingan menjadi penting kalau kita ingin menjadi kualitas dunia sebagai standar berkarya dan berapresiasi. Kalau kita menjadikan dunia sebagai standar maka barangkali patokan ini menagih kita untuk terus-menerus belajar dan tidak puas dengan standar lokal atau standar "ecek-ecek". Terbitnya kembali Majalah sastra-budaya Aksara menggambarkan suatu kesetiaan pada komitmen dan kekerasan hati melaksanakannya dalam menghadapi kehidupan yang tak ramah. Jalan panjang barangkali tak punya ujung masih harus ditapaki. Untuk ini sokongan nyata dari para pencinta dan pemimpi sangat diperlukan untuk memasyarakatkan sastra-budaya serta menyastra-membudayakan masyarakat. Saya kira inilah sikap sejarah Majalah sastra-budaya Aksara asuhan Manik Sinaga. Sangat menggembirakan bahwa sekarang Aksara sudah menggalang hubungan jaringan dengan berbagai komunitas di berbagai daerah tanahair, jaringan yang membuka perspektif baru tanpa manipulasi kepentingan egoistik, dalam konteks membangun sastra-seni kepulauan. Indonesia tanggungjawab bersama, juga sastra-seninya. Majalah sastra-seni Aksara hanyalah salah satu sarana tersedia. Sentralisme nilai dan politik bukan jalan keluar bagi negeri dan bangsa. Absurditas lebih-lebih lagi. Pemerintahan SBY-Kalla apakah mampu menyediakan syarat untuk melawan absurditas mutlak,dominasi uang sebagai raja, dan memungkinkan semua anak negeri dan bangsa mewujudkan keindonesiaan mereka? Tidak sedikit orang yang mencintai Indonesia tapi tidak diberikan syarat mewujudkan cintanya bahkan dihalau dan terhalau. Egoisme dibiarkan merajai sistem nilai. Saya melihat Majalah sastra-budaya Aksara diterbitkan dan terbit kembali di tengah arus deras dominasi sistem nilai anti kemanusiaan begini. Dalam konteks ini pertanyaan Sun Tzu, strateg Tiongkok Kuno: "Siapa dirimu?" agaknya masih relevan, termasuk kepada para sastrawan-seniman. Paris, Januari 2005. ------------------- JJ.KUSNI [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/