SURAT KEMBANG KEMUNING:

PAMERAN LUKISAN SALIM DI KOTAPRAJA Vème PARIS [6].




Menjadi pelukis di Paris dengan langit kebudayaan bertabur bintang-bintang 
seniman dari berbagai negeri, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Apalagi untuk 
mendapatkan pengakuan dan menambah jumlah bintang seniman di angkasa budaya 
kota seniman dunia ini.Picasso, Modigliani, Toulouse Lautrec, Kadinsky, van 
Gogh, van Klee, Dali, hanyalah beberapa nama saja dari bintang-bintang 
bertaburan itu. Mereka menjadi bintang kemerlapan bukan karena resolusi dan 
tuntutan tapi karena karya dan jerih payah, antara lain melawan kemiskinan 
serta serba kekurangan sebagaimana ditunjukkan oleh riwayat hidup mereka 
sebagaimana tercatat di berbagai buku, museum. Museum Bateau Lavoir, Museum 
Dali dan Museum Montmartre yang sekarang menjadi salah satu obyek kunjungan 
wisata di gunung Montmartre, menjadi saksi perjuangan seniman-seniman bintang 
ini. Tidak jarang di antara mereka hanya mendapatkan pengakuan setelah mereka 
tiada dan meninggal dalam ketiadaan yang mengeneskan. Keadaan Paris yang 
demikian dilukiskan oleh penyair Perancis, Paul Valéry dalam kata-kata:


"Dunia membentang dari Paris" ["Le monde a pris large à partir de Paris"].


Dengan kesadaran penuh, Salim remaja memilih jalan Salim, jalan Paris."Jalan 
kehidupan" jika menggunakan kata-katanya ketika menjawab Presiden Soekarno yang 
menyayanginya. Waktu itu Presiden Soekarno sedang melakukan kunjungan ke 
negaraan  ke Paris. Kepada Salim, Presiden Soekarno meminta untuk mencari 
beberapa lukisan. Ketika turun mobil, kembali ke hotelnya di Place de Concorde, 
tiba-tiba Soekarno melihat Salim berjalan di trotoir. Tanpa mengindahkan 
protokol, Presiden Soekarno mengejar dan memeluk Salim. Dialog singkat pun 
terjadi: "Lim, kau pulanglah. Mengapa mati di sini". Salim dengan kesadaran dan 
pilihannya akan "jalan Salim" menjawab gagah: "Saya di sini tidak untuk mati 
tapi untuk hidup". Dialog dan perlakuan Soekarno pada dirinya sangat membekas 
di hati kenangan Salim dan sering dituturkannya. Ya, Salim di Paris bukan untuk 
mati tapi untuk hidup. Untuk hidup dan mengarungi  "dunia membentang" mulai 
"dari Paris". 


Berapa banyak politisi di negeri kita yang mampu menghargai sastrawan-seniman 
negerinya? Berapa banyak politisi negeri kita yang berbudaya dan paham 
kebudayaan? Yang banyak adalah kesewenang-wenangan menindas, menyekap dan 
bahkan membunuh sastrawan-seniman. Trubus, salah seorang pelukis kesayangan 
Bung Karno hanyalah salah salah satu contoh saja sedangkan Wiji Thukul adalah 
contoh lain.

    
Sejak memilih Paris sebagai dermaga mengharungi "dunia membentang", sejak 
memilih "jalan Salim", "jalan Paris", Salim memilih kesenian sebagai pilihan 
hidup. Melukis menjadi bagian dari hidupnya. Ketika melukis seperti pelukis 
mana pun Salim menemukan kedamaian dan merasa bahagia begitu lukisannya 
selesai. Hal ini juga kusaksikan pada Amrus Natalsja ketika ia melukis. Dalam 
menempuh "jalan Salim, jalan Paris", tidak jarang Salim seperti halnya dengan 
yang pernah dialami oleh Picasso atau Modigliani pada tahun-tahun awal 
membangun nama, menapaki hari-hari "dunia merentang" dengan perut kosong dan 
kantong  kosong. Pengalaman ini pun dialami oleh Rendra pada tahun-tahun 
awalnya di Gampingan Yogya atau Wirobrajan. "Perut seperti jendela terbuka" 
kalau menggunakan ungkapan penyair Amarzan Ismail Hamid ketika menggambarkan 
kehidupannya di Medan. "Jendela terbuka" di mana angin saja yang lewat dan 
keluar di dubur menjadi kentut. Demi menapaki "jalan Salim, jalan Paris", demi 
pilihan hidupnya,  Salim melakukan pekerjaan apa saja agar perut tidak menjadi 
jendela terbuka. Karena itu salah satu segi dari romantisme kupahami sebagai 
kesetiaan pada mimpi, kemampuan melihat cahaya dalam kegelapan, pertarungan 
menundukkan lapar, duka dan derita mengejar mimpi, kemampuan memelihara elan. 
Romantisme tidak kukaitkan dengan tragedi Nietzche karena kukira seniman 
menolak kalah. Dari segi ini Salim sampai seperti yang kusaksikan hingga 
kemarin di usianya yang menjelang 97 tahun,  tetap seorang romantis. Romantisme 
masih memberinya tenaga untuk  menarungi usia, menolak dikalahkan, dikasihani 
dan ditundukkan. Romantisme ini pulalah yang memberinya kemampuan menyelesaikan 
lukisan di tahun 2005 ini, semangat yang juga kusaksikan pada alm.W.F.Wertheim 
[izinkan aku menyebut beliau dengan panggilan biasa kugunakan Oom Wim].   


Salim bekerja di atelier [sanggar] Fernand Léger, salah satu bintang di angkasa 
kesenian Paris, yang disebutnya secara akrab dengan panggilan "Cher Léger", 
tanda sayang dan akrab, selama tiga tahun, dari 1929 sampai dengan 1932. 
Periode ini kusebut sebagai "periode Léger" Salim. Lepas dari sikap Salim 
selanjutnya terhadap aliran Léger, tapi periode ini tentu meninggalkan tanda 
tak terelakkan pada diri sang pelukis -- salah satu kekayaan berharga bangsa 
dan negeri serta dunia. Aku memberanikan diri menambahkan kata "dunia" karena 
hadiah-hadiah serta penghargaan yang telah diterimanya menunjukkan dunia seni 
rupa mengakui Salim sebagai pelukis. Penghargaan-penghargaan internasional itu 
menunjukkan Salim sebagai seniman sudah menjadi warga dunia bertandakan 
keindonesiaan. Ironinya, kita sendiri sebagai orang sebangsa dan setanahair 
sering tidak bisa menghargai diri kita sendiri dan apa yang kita miliki. 


Paris, Januari 2005.
-------------------
JJ.KUSNI


Catatan: 

Foto terlampir:S.Soejoso, penanggungjawab Tim Pengelola Koperasi Restoran 
Indonesia, Paris,  menyerahkan gado-gado, salah satu makanan kesukaan Pelukis 
Salim,  kiriman  Joesoef Isak dari Hasta Mitra Jakarta, A. Umar Said, salah 
seorang pendiri Koperasi yang sedang berada di Jakarta untuk peluncuran buku 
otobiografinya, dan dari Koperasi Restoran Indonesia Paris sendiri -- koperasi 
yang sekaligus berfungsi sebagai "pusat kebudayaan Indonesia" menurut 
statutanya. Bingkisan makanan kesukaan Salim ini diserahkan di ruang pameran. 
[Dari:Dokumentasi Jelitheng & JJK].

[Bersambung....]


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke