http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/18/opini/1565603.htm
Jumat, 18 Februari 2005

Demokrasi dan Humanisasi Globalisasi
Oleh Mochtar Buchori

VANDANA Shiva adalah seorang intelektual India yang terus-menerus mengkritik 
praktik-praktik globalisasi yang ada sekarang ini. Proses globalisasi yang 
berlangsung sekarang ini terjadi berdasarkan keputusan-keputusan WTO dan 
pikiran-pikiran yang berkembang dalam pertemuan-pertemuan World Economic 
Forum di Davos, Swiss.
Menurut para pengkritik, globalisasi yang berlangsung sekarang ini sangat 
didominasi oleh negara-negara kaya dari kelompok G7, dan tidak cukup 
mengindahkan kepentingan negara-negara miskin di Asia, Afrika, dan Amerika 
Latin.
Globalisasi yang lebih manusiawi, menurut Vandana Shiva lagi, ialah apa yang 
dilakukan oleh dunia baru-baru ini setelah terjadinya gempa bumi yang 
disusul oleh amukan gelombang tsunami. Dalam "globalisasi" yang satu ini 
kita saksikan betapa seluruh dunia menjadi saling peduli dan saling 
terhubungkan, dan bagaimana yang kaya berusaha membantu yang miskin.
APAKAH memang harus terjadi malapetaka besar terlebih dahulu untuk 
melahirkan globalisasi yang adil dan manusiawi?
Inilah sebuah pertanyaan yang timbul dalam pikiran banyak orang. Ini karena 
ketidakpuasan terhadap jalannya proses globalisasi makin lama makin luas. 
Tetapi, rasa tidak puas ini tidak melahirkan usaha-usaha yang 
sungguh-sungguh dan cukup terorganisasikan untuk meluruskan jalannya proses 
globalisasi ini. Proses yang dimulai sebagai suatu usaha untuk menciptakan 
sistem interaksi ekonomi yang bebas antara negara-negara ternyata telah 
melahirkan dampak yang luas di luar kehidupan ekonomi, antara lain dalam 
kehidupan kultural. Dan dampak ini tidak selalu bersifat positif.
Dampak negatif dalam kehidupan kultural di Indonesia antara lain menyebarnya 
keinginan yang kuat untuk hidup dengan gaya hidup orang kaya seperti 
terlihat dalam film-film sinetron murahan. Menonton kemewahan di tengah- 
tengah kemiskinan sungguh merupakan suatu ironi yang menyakitkan.

Dalam hubungan ini perlu dicatat adanya dua upaya untuk membuat globalisasi 
menjadi suatu proses yang lebih manusiawi. Upaya pertama dilakukan oleh 
kelompok The Helsinki Process for Globalization and Democracy, yang 
mengusahakan timbulnya globalisasi yang bersifat inklusif. Melalui upaya ini 
diharapkan bahwa semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam 
globalisasi-pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia 
usaha-berkumpul dan berunding bersama.
Usaha ini diprakarsai oleh Finlandia dan Tanzania, dan mulai dilancarkan di 
Helsinki pada bulan Februari 2002. Target akhir dari kelompok ini ialah 
Forum G7 yang sangat mendominasi globalisasi sekarang ini pada bulan 
September 2005 diperluas menjadi Forum G20. Menurut Nitin Desai, mantan 
Wakil Sekretaris Jenderal PBB, forum yang lebih luas ini akan memungkinkan 
diambilnya keputusan-keputusan yang lebih demokratis tentang perdagangan 
bebas.
Upaya kedua berupa suatu usaha untuk mencegah timbulnya "imperialisme 
kultural" sebagai dampak dari globalisasi yang berlangsung sekarang ini. 
Upaya kedua ini berupa gerakan untuk menjaga dan memperkuat kebinekaan 
kultural (cultural diversity) yang ada sekarang ini. Usaha kedua ini 
dipelopori oleh Perancis dan Kanada, dan mendorong UNESCO untuk melahirkan 
suatu konvensi yang disebut Convention on the Protection of Diversity of 
Cultural Contents and Artistic Expression. Usaha untuk melahirkan konvensi 
ini dimulai pada bulan Oktober 2003. Target UNESCO ialah pada bulan 
September 2005 nanti konvensi yang mereka rancang diratifikasi oleh 190 
negara anggota UNESCO.
Kalau konvensi ini sudah disahkan, negara-negara anggota UNESCO yang 
meratifikasi konvensi ini akan terikat oleh ketentuan-ketentuan dalam 
konvensi ini, dan tidak akan dapat begitu saja "membungkam" ekspresi 
budaya-budaya yang kecil dan miskin.

DAPATKAH kedua upaya ini mencapai sasaran yang telah dicanangkan?
Sukar untuk menjawab pertanyaan ini secara pasti. Yang sudah jelas ialah 
bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi kedua gerakan ini cukup banyak.

Hambatan utama yang dihadapi oleh The Helsinki Group ialah bahwa usaha-usaha 
yang telah mereka lakukan selama ini tidak mendapat dukungan yang cukup kuat 
dari media. Tiga pertemuan diselenggarakan oleh kelompok ini sejak 
pendiriannya pada tahun 2002, yaitu di Brasil (2003), Afrika Selatan (2004), 
dan India (2005), dan ketiganya tidak mendapatkan liputan media 
internasional yang cukup luas.

Pertemuan di New Delhi, India, pada bulan Februari 2005 membahas tiga 
laporan yang diterbitkan oleh The Helsinki Group pada bulan Januari 2005. 
Ketiga laporan ini secara simultan disampaikan juga pada World Economy 
Council di Davos, Swiss, dan pada World Social Forum di Porto Allegre, 
Brasil.

Masalah yang dihadapi dalam hal ini ialah bahwa pertemuan-pertemuan di World 
Social Forum di Porto Allegre, Brasil, tidak pernah mendapatkan liputan yang 
luas seperti yang diberikan oleh media internasional pada 
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh World Economic Forum di Davos, 
Swiss.

Hambatan yang dihadapi oleh UNESCO ialah anggota-anggota dari organisasi ini 
terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok mayoritas yang dipelopori oleh 
Perancis dan Kanada, dan kelompok minoritas yang dipimpin oleh Amerika 
Serikat.

Kelompok mayoritas berpendirian bahwa setiap pemerintah mempunyai hak untuk 
mengayomi, memajukan, dan bahkan melindungi (to safeguard, promote, and even 
protect) kebudayaan mereka dari persaingan yang datang dari luar. Kelompok 
minoritas berpendapat bahwa kebinekaan kultural hanya akan tumbuh subur 
dalam suasana kebebasan yang menjiwai ekonomi global.

JADI masih adakah harapan globalisasi yang ganas sekarang ini dapat kita 
kendalikan?
Ini bergantung kepada kita masing-masing. Menurut Alan Riding dari 
International Herald Tribune, membendung globalisasi oleh negara-negara 
kecil dan miskin sukar dilaksanakan. Ini hanya dapat dilakukan olah suatu 
kekuatan yang cukup besar, baik secara ekonomis, politis, dan kultural.

Jadi, "memanusiawikan" globalisasi hanya akan terjadi kalau ada kerja sama 
antara negara-negara yang sudah maju dan mapan dan negara-negara yang sedang 
berkembang. Dan juga perlu kerja sama antara The Helsinki Group dan UNESCO, 
saya kira.

Di samping itu juga ada langkah-langkah yang dapat kita lakukan secara 
tersendiri sebagai suatu bangsa. Salah satu "keganasan" globalisasi ialah 
kesediaan suatu masyarakat untuk larut begitu saja ke dalam proses 
globalisasi dan melepaskan segenap identitasnya, termasuk budayanya.

Kita masih dapat turut memetik manfaat dari arus globalisasi tanpa larut ke 
dalam "budaya" Coca-Cola, McDonald's, dan CNN, serta Fox News. Tetapi untuk 
itu kita harus betul-betul berani mengambil keputusan tentang diri kita 
sendiri: Kita ini mau menjadi bangsa yang bagaimana?

Mochtar Buchori Pendidik 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke