** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

'The Da Vinci Code' digugat: The Da Vinci Hoax
 
Betapa Gampang Kita Ditipu
oleh : Pst. H. Tedjoworo, o.s.c. 
 
Begitu banyak orang yang membaca “The Da Vinci Code” seolah-olah disingkapi 
sebuah ‘rahasia besar’ yang selama ini disembunyikan oleh Gereja Katolik. Buku 
yang sebenarnya adalah sebuah novel thriller fiktif ini dibaca orang layaknya 
sebuah hasil riset yang brillian dari seorang Dan Brown, pengarangnya. Jikalau 
sekarang pun sudah terbawa arus itu, mungkin akan ada yang terlambat menyadari 
betapa dangkalnya pikiran mereka mengenai iman mereka sendiri. 
 
Ya. Bahkan lepas dari menarik tidaknya isinya, “The Da Vinci Code” (DVC) itu 
sudah penuh dengan kesalahan. Setidaknya, bagi mereka yang biasa menulis 
artikel ilmiah akan segera tahu bahwa ada yang tidak beres dengan buku ini. 
Namun, banyak orang telanjur terkesima dengan halaman awal buku ini yang diberi 
judul “FAKTA”. Padahal, yang ditulis di bawahnya dan di halaman-halaman 
berikutnya tiada lain adalah kutipan dari buku-buku fiksional dan beraliran New 
Age yang bahkan tak pernah dipakai sebagai catatan kaki, apalagi bibliografi 
sebuah buku! Para penulis lain tak mau memakai buku-buku semacam ini sebagai 
sumber karena akan segera meruntuhkan kredibilitas mereka sebagai penulis!
 
Tapi, bagaimana mungkin begitu banyak orang cenderung percaya dengan sebuah 
buku yang didasarkan pada fiksi macam ini? Bagaimana mungkin, misalnya, New 
York Daily News bahkan menyebutnya sebagai sebuah riset yang “impeccable” 
(=sempurna, karena didasarkan pada penyelidikan ilmiah yang mendalam)? Tiada 
lain karena buku ini menusuk langsung ke jantung iman Katolik, antara lain 
bahwa Yesus Kristus pernah menikah dengan Maria Magdalena dan mempunyai anak, 
lalu mendirikan sebuah agama feminis yang selama ini ditindas dan 
ditutup-tutupi oleh Gereja. Dengan sangat meyakinkan, buku ini 
memporakporandakan fondasi iman banyak orang, padahal ia hanya berbekal 
spekulasi dan sumber-sumber fiktif. Juga, karena Dan Brown, pengarangnya, 
pernah mengklaim bahwa tulisannya itu didasarkan pada “kebenaran historis” dan 
“hasil penelitian para ahli”—sesuatu yang mestinya langsung membuat kita 
bertanya apa yang dimaksudnya dengan “kebenaran historis” dan siapa yang 
disebutnya “para ahli” itu!
 
Ternyata yang diacu sebagai “kebenaran historis” itu ialah sebagian besar isi 
buku “Holy Blood, Holy Grail” (1982) yang bukan hanya dikutip tapi banyak 
dipakai begitu saja oleh Dan Brown sebagai “data” utama bukunya. Perlu 
diketahui bahwa buku “Holy Blood, Holy Grail” itu ditulis oleh Michael Baigent, 
Richard Leigh, dan Henry Lincoln; ketiganya ini dikenal sebagai para penulis 
fiksi yang pintar berfantasi, senang menghubung-hubungkan Maria Magdalena, kaum 
Merovingian, kaum Kathar, legenda “Piala Suci” (Holy Grail), dan sebagainya. 
Bahan-bahan dari buku mereka ini dipakai oleh Dan Brown dan dicantumkan sebagai 
“fakta” dalam bukunya (Charlotte Allen, Debunking ‘Da Vinci’).
 
Heran terhadap kenyataan bahwa begitu banyak orang percaya sekali dengan buku 
ini, Carl E. Olson, seorang editor majalah Envoy, dan Sandra Miesel, seorang 
ahli abad pertengahan dan mantan jurnalis Katolik, menulis sebuah buku berjudul 
“The Da Vinci Hoax” (=Tipuan Da Vinci) setebal 307 halaman, menandingi versi 
asli DVC yang 457 halaman itu. Olson dan Miesel menyebut keanehan pertama pada 
DVC sudah ditemukan dalam penyebutan sosok Leonardo dengan “Da Vinci” itu, 
sebab “Da Vinci” itu bukan nama keluarga Leonardo; itu hanya nama tempat 
kelahirannya. Ini sudah cukup menjatuhkan kredibilitas Dan Brown. Charlotte 
Allen dalam tanggapannya merasa heran mengapa DVC itu ditulis bukan berdasarkan 
teks-teks asli Gnostik dan primary sources dari abad pertengahan, tetapi malah 
berdasarkan tulisan dan spekulasi orang (ketiga) tentang sumber utama 
Gnostisisme itu. 
 
Kenyataan betapa suka dan percayanya orang membaca buku DVC ini bisa jadi 
menunjukkan betapa dangkalnya proses katekese mereka ketika mau menjadi 
Kristen. Dengan kata lain, itu menunjukkan bahwa selama ini mereka tak punya 
cukup pengetahuan akan dasar iman Kristianinya sendiri! Atau, tak usah 
jauh-jauh. Kepercayaan pada buku semacam DVC ini melukiskan bahwa orang masih 
tidak bisa membedakan antara fakta dan fiksi.
 
Perhatikanlah perbandingan di bawah ini mengenai apa yang ditulis oleh Dan 
Brown dalam DVC dibandingkan dengan kenyataannya. Mungkin kita baru akan 
berpikir-pikir lagi untuk percaya pada buku macam DVC.

- Brown menuliskan bahwa Leonardo Da Vinci adalah seorang “homoseksual yang 
flamboyan” namun menerima “ratusan komisi yang sangat menguntungkan dari 
Vatikan”. Kenyataannya, Leonardo ‘mungkin’ seorang homoseksual, tetapi jelas ia 
tidak flamboyan. Ia membuat beberapa lukisan, dan menerima hanya satu komisi 
dari Vatikan; itu pun belum sempat terjadi pada waktu itu (Olson & Miesel).
 
- Brown yakin bahwa sosok yang dilukiskan oleh Leonardo dalam The Last Supper 
dan duduk di sebelah Yesus itu adalah Maria Magdalena, bukan Santo Yohanes. 
Memang sosok Yohanes dilukiskan sebagai sosok yang halus (tak berjenggot) dan 
lemah lembut. Tapi aneh, kenapa tidak ada satu ahli seni pun yang setuju dengan 
penafsiran ini? Lagi pula, seorang artis sebesar Leonardo, di zaman itu, 
menjadi satu-satunya yang melukiskan kedua belas rasul Yesus tanpa Yohanes? 
Jika benar itu Maria Magdalena, di manakah Yohanes? (Olson & Miesel)
 
- DVC mengklaim bahwa “Gereja pernah membakar 5 juta perempuan”. Kenyataannya, 
pembunuhan yang terjadi pada 1400-1800 dan menimpa baik perempuan maupun 
laki-laki yang dicurigai sebagai dukun itu diperkirakan sejumlah 30 ribu sampai 
50 ribu (Miesel). Jadi, tidak semuanya perempuan, tidak semuanya dibakar, 
sebagian dieksekusi oleh negara, dan sejumlah besar juga oleh kaum kristen 
lain. (Olson & Miesel).
 
- Tokoh penting dalam DVC ialah Robert Langdon, yang disebut oleh Brown sebagai 
seorang “simbologist terkenal lulusan Harvard”. Namun aneh, ternyata tidak ada 
departemen simbologi apapun di Harvard University (Catholic Answers).
 
- Brown menulis daftar panjang di bagian pengantar bukunya, yakni ucapan terima 
kasih kepada berbagai lembaga atas kerja sama dalam berbagai riset yang 
mendalam. Ia mencantumkan, misalnya, “Project Gutenberg”. Tapi ini adalah situs 
perpustakaan online di internet yang isinya bisa diakses oleh siapapun juga 
yang punya internet. Ia juga mengucap terima kasih atas kerja sama dengan 
Catholic World News. Tapi lucu, Phil Lawler, editor Catholic World News, malah 
terkejut dengan penyebutan itu, sebab ia tidak bisa mengingat kontak apapun 
dengan Brown sebelumnya, bahkan pada daftar pengunjung mereka pun tidak 
tercantum nama Dan Brown (Catholic Answers).
 
- Brown menggambarkan bahwa “Opus Dei” adalah sebuah sekte Katolik militan 
beranggotakan rahib-rahib yang rela mencuci otak atau membunuh orang demi 
Gereja Katolik. Padahal “Opus Dei” itu didirikan pada 1928 di Spanyol oleh 
seorang imam Katolik bernama Josemaría Escrivá yang sudah menjadi santo. 
Organisasi ini bertujuan memajukan kesucian kaum awam. Paus Yohanes Paulus II 
pernah menyebutnya sebagai “seorang santo dari hidup sehari-hari”. Opus Dei pun 
tidak memiliki rahib atau apapun, sebab organisasi ini di mana-mana hanya 
memberikan bimbingan rohani agar kaum awam dapat meningkatkan kesucian 
hidupnya. Pimpinan Opus Dei sudah melayangkan protes tertulis kepada Doubleday, 
penerbit buku DVC, segera sesudah kemunculan buku itu (Catholic Answers).
 
- DVC menyatakan bahwa Kitab Suci itu buatan manusia, bukan Allah, dan disusun 
oleh kaisar Konstantinus Agung. Padahal, Kitab Suci tidak pernah disusun oleh 
satu orang dalam waktu singkat. Kitab Suci terbentuk melalui proses yang sangat 
panjang, termasuk juga Perjanjian Lama yang pada waktu itu dipakai oleh Yesus. 
Tidak ada seorang ahli Kitab Suci pun yang mengatakan bahwa Konstantinus Agung 
itu berperan dalam penyusunan (kanon) Kitab Suci (Catholic Answers).
 
- Brown menafsirkan kelima cincin yang saling bertautan lambang Olimpiade itu 
sebagai simbol penghormatan kepada dewi (Maria Magdalena, yang adalah “Holy 
Grail” menurut tafsiran Brown). Padahal para penyelenggara Olimpiade itu sejak 
awal menempatkan satu cincin untuk mewakili tiap set olah raga, meski kemudian 
mereka akhirnya berhenti pada jumlah lima (Miesen).

PS : tulisan di atas sudah diedit, agar mudah dipahami
oleh mereka yang kebetulan bukan beragama Katolik. 



Ungkapkan opini Anda di: http://mediacare.blogspot.com
                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Reply via email to