http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=4577 Senin, 28 Feb 2005,
Sejumlah Profesional Dukung Kenaikan Ketika politisi di Senayan memberikan reaksi negatif terhadap kenaikan harga BBM, sejumlah profesional dan intelektual justru menggalang suara untuk menyerukan pengurangan subsidi BBM. Suara kelompok pro pengurangan subsidi -otomatis mendukung harga BBM naik- digalang oleh Freedom Institute. LSM yang dipimpin Rizal Mallarangeng tersebut berpendapat, subsidi selama ini tidak mengalir ke sasaran yang tepat karena jatuh ke tangan orang kaya. Mereka memobilisasi dukungan dengan cara memasang iklan yang mendukung pengurangan subsidi BBM di sejumlah media. Dalam iklan itu, selain pengurus Freedom Institute, sejumlah nama tenar dicantumkan. Di antara nama itu, terdapat orang-orang yang selama ini dikenal dekat dengan Presiden SBY. Contohnya, dua juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal. Juga ada nama Chatib Bisrie, ekonom muda UI yang dikenal dekat dengan kelompok Cikeas. Selain itu, ada nama kawan dekat Menko Perekonomian Aburizal Bakrie, yakni pengusaha Sofyan Wanandi dan Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat. Menariknya, sejumlah sosok dari berbagai kalangan juga masuk. Termasuk tokoh pers Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri, filosof Franz Magnis-Suseno, dosen UI M. Ikhsan, ekonom senior M. Sadli, tokoh CSIS Hadi Soesastro, tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar-Abdallah, ekonom LIPI Thee Kian Wee, dan Ketua Amien Rais Center Jeffrie Geovannie. Dalam kampanye, mereka memaparkan hasil penelitian Lembaga Pengabdian Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) tentang dampak penundaan kenaikan harga BBM terhadap defisit APBN. Menurut kampanye Freedom Institute, akibat kebijakan pemberian subsidi BBM, negara harus mengeluarkan anggaran Rp 72 triliun per tahun atau sekitar Rp 200 miliar per hari untuk membiayai konsumsi BBM orang kaya. ... Kampanye itu juga memaparkan dampak kompensasi kenaikan harga BBM terhadap jumlah penduduk miskin. Dalam kesimpulannya, mereka yakin bahwa kompensasi kenaikan harga BBM yang disalurkan langsung ke rakyat miskin akan mengurangi pertumbuhan penduduk miskin akibat kenaikan harga BBM. Menurut Ketua Freedom Institute Rizal Mallarangeng, sikap mendukung kebijakan kenaikan harga BBM tersebut didasarkan pada pertimbangan logis. Yakni, hasil kajian LPEM UI terhadap kondisi keuangan negara serta dampak sosial kompensasi kenaikan harga BBM terhadap jumlah penduduk miskin. "Ada sikap pro-kontra menyikapi rencana kenaikan harga BBM. Dan, kami termasuk yang pro dengan alasan jelas dan sudah kami paparkan di iklan tersebut," tegasnya. Rizal membantah bahwa pemaparan hasil kajian LPEM UI tersebut bertujuan menyelamatkan citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kabinetnya. Apalagi, beberapa nama personal di Freedom Institute merupakan orang dekat presiden. "Kakak saya (Andi Mallarangeng) dan Dino (Dino Patti Djalal) memang all the president?s man. Tapi, mereka kan juga penulis buku dan intelektual. Ada juga kalangan independen seperti Goenawan Mohamad. Intinya, paparan itu bukan untuk tujuan personal, tapi dukungan terhadap kebijakan," jelasnya. Ekonom UI Chatib Basri menyatakan bahwa pihaknya hanya mengorganisasi ide pembuatan iklan dukungan terhadap kenaikan harga BBM. Semua dukungan terhadap kenaikan harga BBM didasari pada logika yang dimiliki Freedom Institute serta dirinya. "Kami sederhana saja kok. Kita pembayar pajak, pajak itu untuk memberikan subsidi, dan subsidi untuk kelas menengah. Sedangkan penduduk miskin sulit sekolah," katanya kepada koran ini. Chatib tidak mau mengomentari secara detail mengenai pilihan Freedom Institute yang mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Padahal, kenaikan harga BBM saat ini menjadi kontroversi di masyarakat. Dia mengaku bahwa namanya memang ada dalam iklan di sebuah koran harian di Jakarta. "Saya di Freedom di bagian penerbitan buku. Tapi, saya bisa mengomentari itu secara pribadi," ujarnya. Dia mengatakan, tidak ada bukti empiris yang mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan rakyat dalam waktu lama. Chatib mencontohkan pada 2002, yang menurut dia, sebagai kenaikan BBM tertinggi, yaitu 54 persen. Akibatnya, pada Januari 2002, terjadi inflasi 1,9 persen dan Februari 2002 inflasi turun menjadi 1,4 persen. "Bulan Maret 2002, malah terjadi deflasi minus 0,23 persen," katanya. Chatib membenarkan bahwa kenaikan BBM itu pasti akan menaikkan harga. Hanya, Chatib menilai selama ini masyarakat Indonesia bias dalam menilai permasalahan itu. Semua berkaca pada warga kaya atau menengah yang mengonsumsi barang-barang yang naik harganya. Padahal, masih banyak masyarakat di desa yang menggunakan kayu bakar. "Mereka (orang desa, Red) juga hanya menggunakan sepeda," ungkapnya. Dia menilai selama ini, kenaikan BBM yang diiringi naiknya inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga beras. Seharusnya, kata dia, Bulog melakukan operasi. Kalau harga beras tidak stabil karena harga BBM naik, keran impor beras dibuka untuk sementara. "Setelah normal, keran impor harus segera ditutup," kilahnya. Chatib kembali memberi data bahwa setiap hari negara memberikan subsidi untuk BBM Rp 200 miliar. Padahal, subsidi tersebut lebih banyak dimanfaatkan orang kaya dan para penyelundup. "Bisa dibayangkan jika subsidi setiap harinya untuk pelayanan puskesmas atau pendidikan," ungkapnya. Lebih lanjut, Chatib mengetahui konsekuensi kenaikan BBM tersebut. Dia menyadari, ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan kenaikan BBM itu. "Subsidi akan lebih baik dipindahkan ke masalah pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat. Saya membayangkan BBM naik, tapi sekolah gratis," ujarnya. Sementar itu, menurut Ulil Abshar-Abdalla, dirinya menandatangani petisi untuk mendukung kebijakan kenaikan harga BBM karena menilai pemberian subsidi merupakan keputusan yang tidak masuk akal. "Kami ingin memberi pencerahan pada masyarakat bahwa pencabutan subsidi bukan berarti antirakyat," katanya. Dia menyampaikan, petisi tersebut bertujuan untuk mengingatkan masyarakat pada beberapa hal yang kurang populer di balik kebijakan pemberian subsidi BBM selama ini. Di antaranya, subsidi BBM selama ini salah sasaran karena lebih banyak dinikmati industri dan kalangan menengah ke atas. "Selain itu, Indonesia saat ini sudah menjadi negara pengimpor minyak mentah. Jadi, tidak masuk akal memberi harga murah bagi sumber energi yang semakin langka. Kebijakan subsidi justru membuat masyatakat boros menggunakan BBM," katanya. Ulil juga tak membantah bahwa petisi tersebut diiklankan untuk mendukung pasangan SBY-Kalla. Menurut dia, keputusan pemerintah tentang pencabutan subsidi sudah tepat sehingga harus didukung. "Kami dari kalangan intelektual mendukung secara ide terhadap kebijakan pencabutan subsidi BBM. Saya sendiri tidak takut dicap mendukung pemerintah. Kalau pemerintah bertindak benar, mengapa takut dicap mendukung pemerintah," tegasnya. (noe/dja) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/