Republika Rabu, 02 Maret 2005
Sebuah Pertaruhan SBY-Kalla Anif Punto Utomo Wartawan Republika dan Manajer IT Duet pemerintahan Presiden SB Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah berjalan sekitar empat bulan. Dalam usia pemerintahan yang masih belia ini mereka berani melakukan pertaruhan paling krusial dalam setiap pemerintahan, yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Tidak banyak presiden yang berani melakukan langkah menaikkan harga BBM. Apalagi sudah terbukti bahwa kesewenangan menaikkan BBM menjadi salah satu pemicu jatuhnya seorang presiden yang telah bertahan lebih dari 30 tahun, yakni Soeharto. Presiden Megawati, misalnya, pada 2004 pernah bersiap menaikkan harga BBM. Pemilik beberapa pom bensin ini urung merealisasikan kebijakan itu gara-garanya demo penolakan kenaikan harga BBM merebak di mana-mana. Lagi pula, dia tidak mau ambil risiko melakukan langkah tidak populer karena akan menghadapi pemilihan umum dan pemilihan presiden secara langsung. Memang menaikkan BBM merupakan langkah tidak populer. Itulah kenapa ini merupakan pertaruhan. Jika ternyata kenaikan tersebut gagal mengangkat kemiskinan, apalagi justru menambah jumlah orang miskin, nama baik dan (mungkin) jabatan dipertaruhkan. Alasan kenaikan BBM seperti dikatakan pemerintah adalah untuk mengurangi subsidi, mengurangi penyelundupan karena adanya disparitas harga, dan mengurangi pemborosan konsumsi BBM. Di sisi seberang, baik disuarakan anggota DPR maupun LSM, alasan itu tidak bisa dijadikan untuk menaikkan BBM. Soalnya, masih banyak alternatif lain untuk mengurangi subsidi, misalnya pajak berganda pada orang yang memiliki mobil lebih dari satu. Atau mobil berkapasitas mesin besar dikenai pajak lebih besar. Sementara masalah pengurangan penyelundupan, itu adalah masalah penegakan hukum. Lagi pula, harga minyak sekarang juga masih sangat rendah, sehingga kalau dilihat dari sisi ini, masih rawan penyelundupan. Sedangkan untuk sekadar mengurangi pemborosan BBM, alasan ini bolehlah. Pemerintah punya pendapat, DPR dan LSM juga punya pendapat dan alternatif. Tapi di sini yang pegang komando adalah pemerintah. Merekalah yang berhak menentukan. Dan pilihannya adalah menaikkan harga BBM. Lain dulu, lain sekarang Kalau dulu, setiap kenaikan BBM selalu ditanggapi dengan kritis oleh hampir semua pengamat dan lebaga swadaya masyarakat (LSM). Tetapi sekarang lain. Freedom Institute dan LPEM UI telah menjadi bemper pemerintah untuk 'menangkis' pendapat para pihak yang antikenaikan harga BBM. Ini bisa dimaklumi karena Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Sri Mulyani, adalah mantan direktur LPEM UI. Sebagian penasihat ekonomi Presiden SBY juga berasal dari lembaga itu. Kemudian beberapa intelektual di Freedom Institute juga 'bekerja' untuk Presiden. Mereka berkolaborasi dengan pemerintah, dan memiliki dana yang cukup besar. Terbukti bisa memasang iklan di harian terbesar di Tanah Air yang tarifnya bisa mencapai seratus juta rupiah. Seluruh jajaran pengurus tercantum di bagian bawah, dan itu sangat mengejutkan. Di ring luar, banyak intelektual dan LSM yang geleng-geleng kepala dengan iklan tersebut. Mereka sebetulnya ingin merespons iklan yang dipandang menyesatkan itu dengan iklan juga. Tetapi apa daya, tak dekat kekuasaan berarti tak ada uang. Pada iklan itu dikatakan bahwa dengan kenaikan BBM, maka jumlah orang miskin akan terkurangi dari 16,25 persen menjadi 13,87 persen (setelah kompensasi). Dengan asumsi penduduk Indonesia 220 juta berarti kenaikan BBM ini akan menurunkan jumlah orang miskin sebesar 5,2 juta. Berujud apa dana kompensasi sehingga bisa menurunkan jumlah orang miskin begitu besar? Untuk jaminan kesehatan 36,1 juta penduduk miskin sebesar Rp 2,176 triliun. Untuk beasiswa 9,2 juta anak SD hingga SMA dialokasikan Rp 5,64 triliun. Pengadaan beras buat orang miskin Rp 5,44 triliun, dan infrastruktur desa Rp 3,3 triliun terbagi 11 ribu desa. Adakah semua orang miskin bisa memperoleh jaminan kesehatan? Hitung saja berapa buah Puskesmas di daerah pedalaman seperti di Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB). Itu berarti penduduk miskin di daerah terpencil tak menikmati pelayanan kesehatan gratis. Berapa juta rakyat miskin yang hidup di pedalaman yang tidak sekolah. Sehingga bagaimana mungkin mereka mendapat subsidi pendidikan? Berapa juta rakyat miskin yang tidak menerima kompensasi beras murah, baik karena wilayahnya terpencil atau karena dananya ditilep petugas? Bagaimana pula dengan pembangunan infrstruktur untuk 11 ribu desa? Jika dana sejumlah Rp 3,3 triliun dibagi rata, maka tiap desa memperoleh Rp 300 juta. Kelihatannya besar, tapi mungkin hanya cukup untuk membangun sebuah jembatan atau jalan sepanjang 15 kilometer. Perlu keterpaduan dan rencana matang sehingga dana tersebut tidak mubadzir. Pertaruhan Sementara, hampir seluruh rakyat Indonesia terkena dampak kenaikan BBM. Tak peduli kaya atau golongan termiskin. Dari yang di perkotaan sampai di perdalaman, dari yang memiliki pesawat sampai yang hanya bercawat. Tarif angkutan naik, bahan makanan naik, bahan bangunan naik, berbagai jasa naik, air bersih naik, uang suap dan pungli pun ikut naik. Pagi-pagi penumpang umum harus adu mulut dengan kondektur yang menaikkan ongkos seenak perut. Kenaikan sekitar 30 persen, akan diikuti juga dengan kenaikan yang tidak kalah tinggi. Spiralling effect dari kenaikan BBM ini sangat dahsyat. Terkadang yang tidak ada hubunganya pun dikait-kaitkan sehingga harga atau tarif harus ikut naik. Hukum pasarnya: tak ada yang tak naik dengan kenaikan harga BBM. Kalau semua naik, berarti biaya hidup akan naik. Bagi penduduk miskin, alokasi dana untuk kesehatan dan pendidikan sangatlah kecil dibandingkan dengan alokasi dana untuk makan. Jadi ketika pendidikan dan kesehatan diperhatikan, sementara biaya untuk makan naik, yang terjadi adalah pemiskinan. Contohnya begini. Si Kosim memiliki pendapatan Rp 300 ribu per bulan (ini sudah di atas batas kemiskinan yang sekitar Rp 280 ribu per bulan atau satu dolar sehari). Pendapatan itu nyaris semuanya untuk biaya makan. Jika sakit dia hanya minta dikeroki atau minum jamu tradisional saja sambil menunggu kesembuhan. Dengan kenaikan BBM yang berefek kenaikan kebutuhan hidup, maka bahan makanan yang bisa dibeli oleh Kosim menjadi makin sedikit. Dia yang tadinya bisa membeli 10 jenis makanan, misalnya, kini hanya dapat delapan saja. Dengan begitu, asupan kalori (sebagai ukuran dasar kemiskinan) yang masuk ke tubuhnya berkurang. Alhasil, Kosim yang tadinya tidak masuk kategori miskin, setelah BBM menjadi orang miskin. Kalau sakit dia mungkin bisa ke Puskesmas dan gratis, tapi hidupnya tetap miskin. Pembagian beras juga tak banyak pengaruh karena haarga lauknya membubung dan tidak terjangkau. Padahal, ada jutaan Kosim di negeri kita. Mereka yang ketika pemilu bersemangat mencoblos agar mendapatkan pemimpin yang mampu mengangkat kemiskinannya, kini hanya tinggal melongo. Dia tampaknya menggantang asap belaka. Hari ini, dia masuk dalam jajaran jutaaan penduduk yang telah lama miskin. Jadi, memang perlu hati-hati menaikkan BBM. Bisa-bisa niat untuk menurunkan jumlah orang miskin, justru sebaliknya yang terjadi. Pemerintah terperangkap dalam jurang kemiskinan yang lebih merata di seluruh pelosok daerah. Tapi sekali lagi, menaikkan atau tidak harga BBM, itu adalah sebuah pilihan. Bahkan pilihan yang sangat sulit sekaligus dilematis. Dan pemerintah telah memilih menaikkan BBM demi mensejahterakan rakyat. Ini sebuah pertaruhan besar bagi pemerintahan SBY. Jika keputusan kenaikan BBM ini akan berdampak positif terhadap rakyat maka dia akan selamat, dan bahkan diacungi dua jempol. Tapi jika yang terjadi justru pemiskinan, rakyat jugalah yang akan menetukan nasibnya jika dia ingin memperpanjang masa kepresidenannya lewat Pemilu 2009. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/