http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/18/0802.htm
SBY, PKS, dan Kenaikan Harga BBM Oleh HUSIN M. AL-BANJARI BANYAK kalangan yang mempertanyakan bagaimana sikap yang "benar" dalam konsep politik musyarokah (partisipasi, bukan oposisi) yang sedang dikembangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) khususnya ketika menghadapi sebuah kebijakan pemerintah yang dirasa bertentangan dengan "nurani" PKS sendiri. Ada semacam dilema, di satu sisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah presiden yang diusung juga oleh PKS, di sisi lain SBY membuat kebijakan yang dinilai bertentangan secara diametral dengan kehendak PKS. Apakah PKS akan tetap setia mendukung kebijakan pemerintah meski dirasa bertentangan dengan nurani PKS dan aspirasi rakyat, yang dengan begitu PKS akan dianggap menggadaikan idealisme dan kehormatannya? Atau sebaliknya berani mengaktualkan diri dengan tetap kritis terhadap pemerintah (hingga mungkin berseberangan sikap) guna mempertahankan positioning sebagai partai modern yang bersih dan lebih peduli? Lebih menukik, dalam konteks pemerintah menaikkan harga BBM, maka apakah sikap PKS akan mendukung dan turut merasionalkan kebijakan itu karena bagaimanapun SBY adalah presiden yang didukung penuh PKS, atau karena adanya argumen-argumen prokerakyatan lalu menolak kebijakan itu meski berisiko "koalisi" PKS dan SBY terancam pecah, atau sekurang-kurangnya terganggu, hingga potensial hilangnya jabatan-jabatan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu dari PKS? Pertanyaan-pertanyaan krusial itu sudah mendapat jawabannya pada kasus BBM. Sebagai dimaklumi pemerintah SBY telah "tega" menaikkan bahan bakar minyak (BBM) sekira 30 persen per 1 Maret 2005. Sikap PKS terhadap kebijakan pemerintah ini jelas menolak. Penolakan itu pun tidak tanggung-tanggung dilakukan di hadapan presiden sendiri dalam rapat konsultasi DPR-Presiden, Senin (14/3) malam. Para pemerhati yang sebelumnya melihat PKS hanya sekadar mau "mempertanyakan" dan menolak dengan diam-diam dan menilai mandul terhadap kasus BBM, terperanggah oleh kejadian malam itu. Ternyata PKS tidak ewuh pakewuh dalam memberikan pendapatnya. Tetapi mengapa PKS berani menempuh risiko sebesar itu? Ada pertaruhan apa di balik sikap melawan kebijakan pemerintah itu? Mungkin salah satu jawabannya adalah soal kredo perjuangan politik profetik. Kredo perjuangan Kalau pemikir Kuntowijoyo mendekati sistem dan strategi perubahan dalam Islam dengan teori sosial profetik, maka untuk sistem dan strategi perubahan politik layak kiranya dikemukakan pendekatan politik profetik. Yaitu politik yang didasarkan pada sistem dan strategi perubahan kenabian (nubuwah). Dalam bahasa kerennya sebut saja partai dakwah. Lebih dari itu, sebagai partai yang mengklaim dirinya penganut metoda kenabian, maka sikap dan kebijakan PKS sudah pasti dan tidak bisa tidak harus berpihak kepada orang-orang miskin dan mustad'afin (orang-orang tertindas). Ini harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena menurut Kuntowijoyo, setiap nabi diutus untuk berpihak kepada orang-orang miskin dan orang-orang tertindas. Maka apa pun yang membuat rakyat sengsara, harus dihindari oleh PKS. Menaikkan harga BBM dalam kondisi masyarakat terjepit, harus dipandang sebagai kebijakan yang tidak berpihak kepada orang-orang miskin dan orang-orang tertindas. Meski secara intelektual, memang bisa dijelaskan apa yang diinginkan pemerintah dengan menaikkan BBM adalah untuk rakyat miskin dan menolong orang-orang yang terkena musibah. Yaitu dengan mempertentangkan isu kaya-miskin, bahwa si kaya harus menyubsidi si miskin. Namun tampaknya tidak begitu disadari, bahwa dengan naiknnya BBM maka korban pertama adalah orang-orang miskin dan orang-orang tertindas itu. Sementara subsidi selain membutuhkan jangka waktu untuk realisasinya, juga terancam "hama" korupsi (ingat program JPS!). Yang akhirnya rakyat sebagai subjek kesejahteraan menjadi objek penderitaan. Sebagaimana diusulkan PKS, pemerintah harus mencari usaha-usaha lain agar keberpihakan pemerintah kepada orang-orang miskin dan orang-orang tertindas itu tidak dengan memukul dan menyakiti rakyatnya sendiri. Seorang pakar komunikasi Effendi Gazali sudah agak lama mengkhawatirkan sikap baru SBY yang sepertinya mulai bersikap masa bodoh. Dalam artikelnya berjudul I don't Care, (Kompas, 7/2), Effendi mengatakan, "Saya terpana cukup lama menyimak ungkapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 'But everybody should know this, I don't care about my popularity' (The Jakarta Post, 4/2/2005). Ingatan saya kembali ke lima tahun lalu ketika saya menganalisis ungkapan yang lebih kurang sama oleh presiden yang berbeda, 'Gitu Saja Kok Repot!'." Effendi menyayangkan pernyataan SBY itu, yang justru menurutnya, SBY harus mengedepankan konsep "bekerja dengan masyarakat". Lanjutnya, Sambil ia tetap bekerja keras, publik pun perlu diyakinkan agar memiliki persepsi bahwa SBY memang telah bekerja untuk hal-hal yang dirasakan berpihak pada publik serta sejalan dengan ekspektasi publik." Dengan demikian SBY seharusnya mengubah kemasan komunikasinya dari I don't care menjadi I do care. Seperti membenarkan kekhawatiran Effendi, sebentuk ketidakpedulian itu muncul kembali ke permukaan publik. "Saya tidak memikirkan untuk katakanlah melakukan pencabutan ataupun penurunan kenaikan harga BBM yang sudah disampaikan pemerintah 1 Maret," ungkap SBY dalam jumpa pers usai rapat konsultasi dengan DPR malam itu. Dalam situasi ini, SBY dapat dikesan telah menjauh dari rakyat, sepertinya sudah cuek terhadap keluh kesah mereka. Sedangkan dalam penjabaran teori partai dakwah, keberpihakan kepada orang-orang miskin dan orang-orang tertindas ini dapat disebut sebagai sebuah kredo (sikap dasar -- Eep Saefulloh Fatah) perjuangan politik profetik. Sesuatu yang bersifat badihi (prinsipil) dan normatif mengikat. Sehingga meskipun PKS telah bermusyarokah dengan SBY, namun ketika kebijakan pemerintahnya tidak akomodatif terhadap aspirasi masyarakat khususnya orang-orang miskin dan orang-orang tertindas, maka sikap tegas menolak kebijakan pun terpaksa diambil. Kontrak politik PKS-SBY Masih ingat lima butir kontrak politik (nota kesepahaman) antara PKS dan SBY sebelum pemilihan presiden digelar? Manfaat kontrak politik yang ditandatangi tanggal 26 Agustus 2004 itu baru terasa akibatnya hari ini. Banyak yang menyangka bahwa kontrak politik hanyalah sebuah bualan atau omong kosong dalam politik praktis. Tetapi bagi PKS benar-benar menjadi kenyataan. Bahwa dukungan penuh PKS kepada pasangan SBY-JK didasari pada usaha menjalin kebersamaan dalam melaksanakan perubahan Indonesia. Sekadar mengingatkan, kesepahaman PKS dan SBY-JK terdiri atas lima pokok. Pertama, konsisten melakukan perubahan untuk membangun pemerintahan yang bersih, peduli, dan profesional. Hal itu antara lain dibuktikan dengan keteladanan dan kesiapan memberhentikan anggota kabinet yang melakukan korupsi, tidak mengulangi kesalahan pengelola negara yang sebelumnya, dan tidak menjadikan kekuasaan untuk menzalimi umat dan bangsa Indonesia. Kedua, mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di tengah percaturan dan pergaulan dunia internasional. Ketiga, melanjutkan proses demokratisasi dan reformasi dalam rangka terbentuknya masyarakat madani, mengedepankan supremasi sipil, dan tidak menghadirkan pemerintahan militeristik dan atau police state. Keempat, meningkatkan moralitas bangsa, kualitas masyarakat dan kesejahteraan rakyat, dan mengedepankan penegakan hukum serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kelima, mendukung upaya perjuangan bangsa Palestina dalam mencapai kemerdekaannya dan tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam konteks kenaikkan BBM, keberadaan satu frase dalam butir satu sangat penting, yaitu, "dan tidak menjadikan kekuasaan untuk menzalimi umat dan bangsa Indonesia." Dalam perspektif ini, maka langkah pemerintah menaikkan harga BBM kiranya dapat dipersepsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan dampaknya lebih menyengsarakan rakyat. Pendapat ini bukan monopoli PKS tetapi sudah menjadi milik publik, baik secara formal di DPR maupun di "DPR jalanan" (demonstran). Sudah banyak titik-titik kesamaan kebijakan antara PKS dan SBY, namun di satu titik inilah simpang jalan kebijakan antara PKS dengan pemerintah tidak bisa lagi dihindari. Dalam wacana politik modern hal ini biasa, dan bagi PKS ini adalah sebuah risiko politik yang harus diambil.*** Penulis, Sekretaris Dewan Syariah PK Sejahtera Jawa Barat, alumnus Univ. Braunschweig, Jerman. Khairurrazi Aligarh Muslim University Uttar Pradesh, India -- India.com free e-mail - www.india.com. Check out our value-added Premium features, such as an extra 20MB for mail storage, POP3, e-mail forwarding, and ads-free mailboxes! Powered by Outblaze ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/