** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Republika
Senin, 28 Maret 2005

Myth of the Bad Scientists 
Dilema Peran Kaum Intelektual 
Oleh : 
Pradana Boy ZTF
Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) dan Mahasiswa
The Australian National University (ANU)

Dalam sejarah perkembangan sains, seringkali disebutkan bahwa pada abad 
pertengahan, pernah terjadi perselingkuhan antara penguasa dan ilmuwan. Kondisi 
itu kemudian populer dengan istilah myth of the bad scientists. Mitos ilmuwan 
durhaka adalah sebuah konteks di mana para ilmuwan bersatu padu dalam 
memproduksi gagasan-gagasan yang justru memihak penguasa. Sederhananya, apa 
yang dilakukan oleh para ilmuwan adalah melegitimasi setiap tindakan penguasa, 
sehingga tindakan itu terkesan ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.

Fakta sejarah ini menarik untuk diketengahkan di tengah kondisi di mana tidak 
sedikit kaum intelektual di negeri ini yang belakangan disinyalir menjadi 
bagian dari kekuasaan. Karena menjadi bagian dari kekuasaan itu, maka 
konsekwensinya adalah melakukan pembenaran terhadap tindakan penguasa, meskipun 
tindakan penguasa itu, tidak sejalan dengan kebenaran pada tataran intelektual. 
Kendatipun, dalam tataran akademis masih terjadi perdebatan menyangkut istilah 
dan hakikat the knowers, seperti intelektual, ilmuwan, dan filosof; tetapi 
tulisan ini tidak bermaksud mengungkap perbedaan-perbedaan itu.

Peran intelektual
Perdebatan seputar intelektual dan peran yang harus dimainkan dalam konteks 
bermasyarakat dan politik, memang hampir tidak pernah usai. Asumsi umum yang 
berkembang di kalangan masyarakat adalah bahwa intelektual semestinya tidak 
terlibat dalam aktivitas politik, terlebih jika aktivitas itu adalah dalam 
bentuk penciptaan kerangka ilmiah untuk mendukung tindakan penguasa. Karena 
intelektual seringkali didefinisikan sebagai sekelompok manusia pecinta ide dan 
gagasan. 

Idealnya, intelektual adalah komunitas knowers yang dalam tindakan-tindakan dan 
refleksinya bermuara pada pemihakan kepada masyarakat. Edward Shils dalam 
Encyclopedia of the Social Sciences mendefinsikan kaum intelektual sebagai 
kumpulan orang-orang dalam suatu masyarakat yang menggunakan simbol-simbol umum 
dan referensi abstrak mengenai manusia, masyarakat, alam, dan kosmos dalam 
komunikasi dan ekspresi mereka dengan frekuensi yang lebih tinggi dari sebagian 
besar anggota masyarakat lain. Seringnya penggunaan simbol-simbol seperti itu 
mungkin merupakan fungsi dari kecenderungan subjektif mereka sendiri atau dari 
kewajiban sebuah peran pekerjaan. 

Sementara Edward Said (1994: 11) menyatakan bahwa intelektual adalah individu 
yang dianugerahi kemampuan menggambarkan, mewujudkan, dan menyampaikan suatu 
pesan. Dan peran ini punya batas serta tidak bisa dimainkan tanpa adanya rasa 
menjadi seseorang yang seharusnya secara terbuka mengajukan pertanyaan yang 
memalukan, melawan sistem ortodoks dan agama. Karena hakikat intelektual yang 
demikian sulit disimpulkan inilah, sehingga Arthur M Melzer dalam Public 
Intellectual: Between Politics and Philosophy (2003) menyimpulkan bahwa 
berkaitan dengan sikap dan posisinya dalam masyarakat, kaum intelektual 
sebenarnya memainkan peran yang kontradiktif. Intelektual memainkan peran yang 
mulia dan sekaligus nista. 

Dalam diri seorang intelektual terjadi inner tension atau kontradiksi antara 
isu krusial menyangkut teori dan praktik, kontemplasi dan aksi. Kaum 
intelektual juga mengklaim pengetahuan nonteknis dan sekular dari dunia politik 
dan budaya, yang dengannya kemudian diidentifikasi bahwa kaum intelektual pada 
saat yang bersamaan bersifat politis dan apolitis. Sehingga dalam diri seorang 
intelektual melekat apa yang diistilahkan oleh Melzer dengan sifat detached 
attachment.

Pemihakan kaum intelektual terhadap kebenaran memang sesuatu yang tidak bisa 
dihindarkan. Tetapi ketika menyangkut kekuasaan dan penguasa, hubungan antara 
penguasa dan rakyat, maka kebenaran menjadi sangat ambigu. Dalam struktur 
masyarakat di mana berlangsung pola politik ruling bargain antara masyarakat 
dan negara, di mana negara menjamin keamanan fisik dan nasional, penyediaan 
barang-barang dan jasa (Kamrava, 2005), maka ketergantungan masyarakat pada 
negara menjadi sangat kuat.

Dimana kebenaran?
Dalam konteks semacam ini, lalu di manakah letak kebenaran? Apakah kebenaran 
ada di pihak rakyat ataukah di pihak penguasa? Kesan yang berlangsung selama 
ini adalah masyarakat selalu menjadi representasi dari kebenaran, sementara 
penguasa selalu menjadi representasi dari kesalahan. Dengan sendirinya, setiap 
gagasan dan tindakan intelektual yang mendukung keputusan kalangan penguasa, 
dengan sendirinya, kalangan intelektual itu akan dipersepsi sebagai intelektual 
durhaka (bad intellectuals). Sebaliknya, sebrutal apapun tindakan masyarakat, 
dan bahkan ketika tindakan itu salah, maka kaum intelektual yang berdiri di 
belakangnya akan dipersepsikan sebagai intelektual luhur (good intellectuals).

Pada poin inilah, mesti dibedakan antara kebenaran politik dan kebenaran 
komunal. Penguasa, di satu sisi, memiliki logika kebenaran politik yang tidak 
begitu saja bisa diterima oleh masyarakat yang di dalam dirinya terdapat logika 
kebenaran komunal, di sisi yang lain. Karena logika kebenaran yang berbeda ini, 
maka ada jarak yang membentang cukup lebar antara kebenaran komunal dan 
kebenaran politik. Sebuah kebenaran komunal, ketika dikomunikasikan kepada 
penguasa, akan dipersepsi secara negatif oleh penguasa, karena dianggap tidak 
memihak kekuasaan. Sebaliknya, ketika kebenaran politik disampaikan kepada 
publik, maka yang terjadi adalah tindakan reaktif dari masyarakat terhadap 
kebenaran itu. 

Pada posisi pertentangan antara kedua model kebenaran inilah, kaum intelektual 
sebenarnya memainkan peran yang sangat penting. Jika diposisikan, maka kaum 
intelektual berada di antara kebenaran komunal dan kebenaran politik. Pada 
gilirannya, peran kaum intelektual adalah memediasi dan menjadi kelompok 
artikulator yang mengkomunikasikan kebenaran komunal kepada penguasa dan 
kebenaran politik kepada publik.

Karena hakikat kaum intelektual yang tidak berpihak kepada partikularitas 
kebenaran tertentu, maka ia tidak boleh terlalu condong kepada satu kebenaran 
tertentu. Karena itu, ketika kaum intelektual lebih memihak kepada tindakan 
penguasa ketimbang tindakan publik, sebenarnya mereka tengah mendukung 
kebenaran politik, di satu sisi, dengan tidak mempertimbangkan kebenaran 
komunal di sisi yang lain.

Kebenaran dan persepsi tentang kebenaran memang sangat bergantung kepada 
artikulasi. Sehingga sebuah kebenaran politik yang ''benar'' bisa menjadi salah 
karena artikulasi yang salah. Ringkasnya, bukan persoalan apakah kaum 
intelektual memihak kebenaran politik ataukah kebenaran komunal, sepanjang itu 
dimaksudkan sebagai tindakan artikulasi, maka kaum intelektual berada pada the 
right tracks.

Untuk menutup tulisan ini, ada baiknya diketengahkan pandangan klasik Plato 
tentang hubungan filosof dan penguasa: Unless the philosophers rule as a king 
and political power and philosophy coincide in the same place there is no rest 
from ills for the cities (Republic, 473d-e). Karena gagasan Plato ini terlampau 
utopis, maka ungkapan itu akan menjadi lebih realistis ketika dimodifikasi 
menjadi: Unless the intellectuals are articulating truth between state and 
society there is no rest from ills for the cities. 




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Kirim email ke