http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=582

Buku
Rekonstruksi Sejarah Masuknya Islam Ke Jawa
Oleh Muhammad Husnil
26/05/2004
Eksistensi Cina-muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak hanya 
ditunjukkan oleh kesaksian-kesaksian para pengelana asing, sumber-sumber Cina, 
teks lokal Jawa maupun tradisi lisan saja, melainkan juga dibuktikan pelbagai 
peninggalan purbakala Islam di Jawa. Ini mengisaratkan adanya Pengaruh Cina 
yang cukup kuat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada bentangan abad ke-15/16 
telah terjalin apa yang disebut Sino-Javanese Muslim Culture.



 
  a.. Sejauh ini, perbincangan mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia 
masih didominasi dua teori yang sudah klasik dan klise, serta disinyalir 
penulis buku ini mengandung penanaman ideologi otentisitas. Bias ideologi 
otentisitas itu kira-kira menyatakan, kalau Islam yang datang ke Nusantara 
bukan berasal dari tanah Arab atau Timur Tengah, maka nilai kesahihan dan 
ke-afdhal-annya akan dipertanyakan. Makanya, teori pertama tentang datangnya 
Islam di Nusantara menyatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para 
pedagang yang berasal dari Arab/Timur Tengah. Teori ini dikenal sebagai teori 
Arab, dan dipegang oleh Crawfurd, Niemann, de Holander. Bahkan Fazlur Rahman 
juga mengikuti mazhab ini (Rahman: 1968). Kedua adalah teori India. Teori ini 
menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India. Pelopor 
mazhab ini adalah Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck, 
Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Terlepas dari dua teori di atas, para sejarahwan umumnya melupakan satu 
komunitas yang juga memberikan kontribusi cukup besar atas berkembangnya Islam 
di Nusantara, khususnya Jawa. Mereka adalah komunitas Cina-muslim. Meskipun 
selama ini terdapat beberapa kajian tentang muslim Cina di Jawa, tapi uraiannya 
sangat terbatas, partikular dan spesifik (hanya menyakup aspek-aspek tertentu 
saja) di samping sumber-sumber yang dipakai untuk merekonstruksi sejarah juga 
masih terbatas. Makanya, sampai kini bisa dikatakan, belum ada satu karya 
ilmiah yang membahas secara ekstensif mengenai kontribusi muslim Cina di 
Indonesia. 

Padahal, eksistensi Cina-muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak 
hanya ditunjukkan oleh kesaksian-kesaksian para pengelana asing, sumber-sumber 
Cina, teks lokal Jawa maupun tradisi lisan saja, melainkan juga dibuktikan 
pelbagai peninggalan purbakala Islam di Jawa. Ini mengisaratkan adanya Pengaruh 
Cina yang cukup kuat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada bentangan abad 
ke-15/16 telah terjalin apa yang disebut Sino-Javanese Muslim Culture. Ukiran 
padas di masjid kuno Mantingan-Jepara, menara masjid pecinaan Banten, 
konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, arsitektur keraton Cirebon beserta 
taman Sunyaragi, konstruksi masjid Demak --terutama soko tatal penyangga masjid 
beserta lambang kura-kura, konstruksi masjid Sekayu di Semarang dan sebagainya, 
semuanya menunjukkan pengaruh budaya Cina yang cukup kuat. Bukti lain dapat 
ditambah dari dua bangunan masjid yang berdiri megah di Jakarta, yakni masjid 
Kali Angke yang dihubungkan dengan Gouw Tjay dan Masjid Kebun Jeruk yang 
didirikan oleh Tamien Dosol Seeng dan Nyonya Cai. 

Nah, pelacakan Sumanto dalam buku ini tidak berhenti di situ. Ia mendapati 
bahwa pada nama tokoh yang menjadi agen sejarah, ternyata telah terjadi 
verbastering dari nama Cina ke nama Jawa. Nama Bong Ping Nang misalnya, 
kemudian terkenal dengan nama Bonang. Raden Fatah yang punya julukan pangeran 
Jin Bun, dalam bahasa Cina berarti "yang gagah". Raden Sahid (nama lain Sunan 
Kalijaga) berasal dari kata "sa-it" (sa = 3, dan it = 1; maksudnya 31) sebagai 
peringatan waktu kelahirannya di masa ayahnya berusia 31 tahun. 

Dengan ditemukannya beberapa fakta sejarah di atas, seharusnya etnis Cina 
mendapatkan perlakukan yang proposional dari pihak pribumi, khususnya warga 
muslim. Sikap ramah perlu mereka tunjukkan kepada mereka, sebagaimana sikap 
terhadap warga negara Indonesia asli keturunan Arab, India, atau Eropa. Namun 
yang terjadi sepanjang sejarah dan saat ini justru sebaliknya. Pada etnis Cina 
sebagai komunitas etnis, di mata masyarakat telah melekat sifat-sifat yang 
mengandung unsur peyoratif seperti kikir, eksklusif, hingga identik dengan 
Konghuchu. Inilah sebagian pandangan yang diwariskan pihak Belanda kepada 
masyarakat Jawa di saat institusi kolonial itu mulai mengukuhkan hegemoninya di 
negeri ini. Sikap antipati yang diwarisi dari Belanda itu berawal dari hubungan 
harmonis yang terjalin antara masyarakat Jawa dengan etnis Cina, baik di bidang 
ekonomi, sosial, maupun politik pada zaman Belanda mulai menjajah Indonesia. 
Demi melihat itu semua, kontan Belanda merasa tersaingi, terutama di dalam 
bidang perdagangan. Puncaknya, Jendral Andrian Valckeiner, mengadakan 
pembantaian massal atas etnis Cina, yang kemudian dikenal dengan chinezenmoord 
(pembantaian orang Cina) yang terjadi pada bulan oktober tahun 1740. Setelah 
tragedi itu, di Kudus juga terjadi pertikaian yang disulut oleh semangat 
anti-Cina. Ini belum lagi ditambahkan berbagai peristiwa berdarah di negeri ini 
yang melampiaskan objek kemarahannya pada etnis Cina pada umumnya. 

Tidak hanya berhenti disitu, setelah peristiwa 1740, VOC mengeluarkan kebijakan 
yang disebut passenstelsel, yakni keharusan bagi setiap orang Cina untuk 
mempunyai surat jalan khusus apabila hendak bepergian ke luar distrik tempat 
dia tinggal. Selain passenstelsel, VOC juga mengeluarkan peraturan 
wijkenstelsel. Peraturan ini melarang orang Cina untuk tinggal di tengah kota 
dan mengharuskan mereka membangun "gettho-gettho" berupa pecinan sebagai tempat 
tinggal. Kedua kebijakan tersebut bermaksud agar mereka mudah diawasi dan 
dikontrol. Inilah salah satu bentuk politik rasialisme anti-Cina pertama di 
Jawa, yang lambat laun menciptakan status "in-group" dan "out-group" dalam 
lapisan masyarakat. Kategori ini kelak menciptakan segregasi 
sosial-politik-ekonomi Cina dengan pribumi. 

Namun argumen yang dipaparkan di atas bukan berarti melegitimasi etnis Cina 
--baik muslim maupun non muslim-- untuk meminta penghargaan atas kontribusi 
nenek moyang mereka atas islamisasi Jawa, dengan penghormatan yang layak tanpa 
memperbaiki sikap dengan cara menunjukkan iktikad baik dalam bersosialisasi 
dengan pribumi. Yang seharusnya terjadi di antara etnis Cina --muslim dan non 
muslim-- dengan pribumi adalah simbiosis mutualisme. 

Para sejarahwan yang menyangsikan kontribusi Cina-muslim atas Islamisasi Jawa, 
umumnya berangkat dari kenyataan sejarah bahwa aliran keagamaan yang dibawa dan 
dikembagkan oleh Cina-muslim adalah mazhab Hanafi yang berciri rasionalistik. 
Sedangkan penduduk muslim di Indonesia mayoritas mengikuti mazhab Syafi'i. 
Alasan paling mungkin untuk menjelaskan fenomena ini adalah telah terjadi 
perpindahan mazhab beberapa muslim dari Hanafi ke Syafi'i. Hal itu didorong 
oleh realitas sosiologis masyarakat Jawa yang tidak memungkinkan persemaian 
mazhab Hanafi yang rasionalistik. Sebaliknya mazhab Syafi'i dinilai lebih 
kompatibel dengan semangat kebudayaan masyarakat Jawa yang tidak bisa 
dilepaskan dari tradisi lokal (local tradition). 

Daerah yang dijadikan sebagai objek kajian oleh Sumanto adalah Jawa. Satu hal 
yang membedakan antara tesis yang dihasilkan penulis buku ini dengan Azyumardi 
Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 
XVII dan XVIII. Objek kajian yang diteliti Azyumardi Azra adalah Sumatra, 
selain faktor waktu yang diteliti oleh keduanya juga berbeda. Hanya saja, itu 
semua tidak mengurangi nilai penting buku ini sebagai sebuah dokumen analisis 
sejarah. Buku ini mencoba memotret lebih jauh peranan yang dimainkan etnis 
Cina-muslin dalam proses islamisasi Jawa pada bentangan abad XV dan XVI. Tujuan 
buku ini, dengan menganalisis dan mengungkap sisi sejarah masa itu, diharapkan 
sentimen primordialistik dan semangat anti-Cina yang sudah lama mengakar di 
dalam persepsi masyarakat Indonesia sedikit demi sedikit dapat berkurang atau 
hilang sama sekali. Semoga saja! 


***
Mahasiswa program internasional Mesir-Indonesia Fakultas Dirasat Islamiyah UIN 
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan staf redaksi jurnal DIALOGIA, Lembaga Pers 
Mahasiswa Islam (LAPMI) HMI cabang Ciputat. 

^ Kembali ke atas 
Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=582


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke