Media Indonesia Jum'at, 01 April 2005 Memahami Kerancuan Orientasi Budaya Mudji Sutrisno, Budayawan
KONDISI kacau acuan nilai dan persaingan guru-guru kultural yang ikut menentukan pembentukan identitas keindonesiaan harus dicermati dan diterima sebagai penyadaran akan realitas nyata. Kacau acuan nilai menggejala dalam beberapa fenomena. Fenomena pertama. Disorientasi mengenai apa yang baik, yang indah dan yang benar berubah dahsyat dari komunalisme pembatinan nilai-nilai secara personal yang dilakukan lewat dongeng sebelum tidur, permainan afektif dan narasi kepahlawanan yang dikisahkan kakek-nenek ke cucu atau orang tua ke anak dalam tradisi agraris yang akrab menyentuh telah digeser oleh tradisi lisan kedua yang anonim lewat 'presenter' dalam citraan-citraan yang meleburkan antara bayangan dan kenyataan. Sehingga tangkapan visual yang masuk ke imaji tak pernah mendapatkan ruang pengolahan, pendalaman dan pengendapan. Fenomena kedua. Berdampingnya produsen barang dagang konsumtif dari makan minum sampai aksesoris gengsi dan gaya hidup dengan produsen makna dan simbol-simbol dari agama, pendidikan, cerlang budaya (local genius) yang kerap bersaing untuk dipilih hingga bingung mana yang pembendaan dan mana yang pembatinan. Fenomena ketiga. Ketika nilai sebuah hasil karya kreatif manusia dari nilai intrinsik estetis guna dibendakan hanya menjadi nilai tukar dalam wujud uang, maka terjadilah apa yang disebut oleh Gramsci (dan kemudian dilanjutkan Marx) sebagai materialisasi/pembendaan dan fetisisme/pemberhalaan serta reifikasi/pereduksian dari yang otentik guna spiritual menjadi sekadar enak dipakai, tak enak dibuang. Pada fenomena inilah pendulum ekstrem spiritualisasi sebagai upaya untuk tidak krisis dalam yang serbamaterial mau diberi wujud fundamentalisme dan eskapisme dari dunia nyata yang mengancam ke ritual-ritual yang ekstasis lepas dari kepedulian soal-soal sosial dunia. Fenomena keempat. Pudarnya sentralisme penafsiran kebenaran menuju desentralisasi perayaan keragaman tafsir kebenaran dan keabsahan keanekaan penghayatan hidup menurut keyakinannya masing-masing. Gejala ini muncul bersamaan dengan pemikiran post-strukturalis yang berpendapat bahwa konstruksi bahasa membentuk keragaman arti dan meaning of life dari keragaman sudut pandang tiap orang yang menafsirkan kehidupan sebagai teks. Artinya tidak ada kemutlakan makna pusat dan arti hidup yang paling benar karena yang ada ialah bacaan tiap orang; tiap lembaga yang dengan kekuasaan menafsir lewat kuasanya mengenai yang benar, yang baik dan yang indah. Fenomena kelima. Kebudayaan dan media masa menjadi lebih berkuasa dan menentukan dalam hidup masyarakat daripada sebelumnya. Guru-guru nilai beringsut dari orang tua di keluarga menuju sekolah lalu ke guru-guru informasi tulis, elektronik dan tayangan virtual. Perbedaan pokok dengan yang sebelumnya yaitu hilangnya sentuhan pribadi dan afektif dari sang guru hingga yang terjadi hanyalah mekanisasi dan visualisasi yang serba di permukaan. Fenomena keenam. Imaji dan ruang pencecapan dan pengenalannya bergeser antara konstruksi narasi dan sejarah menuju antisejarah dan antinarasi. Artinya yang lalu dicampur dengan yang sekarang, mimpi dan kenyataan diramu menjadi ironi dan parodi dengan menampilkan campur baur selera pop yang menekankan eksotisme hari ini yang terus diperpanjang. Akibatnya lagi untuk memancing ingin tahu dan selera serbabaru dibuatlah tayangan dari yang keras, lebih keras dan sangat keras dengan bumbu horor dan masokisme sadis agar terjadi suspens kala melihat darah mengucur. Konsekuensinya adalah dampak bagi publik yang tidak siap menyeleksi dan membuat filter nilai akan kebanjiran imaji yang mencampur antara eksotisme dan sadisme hanya untuk menyedot rating publik. Fenomena ketujuh. Hidup ekonomi dan sosial dipusatkan pada konsumsi simbol dan gaya hidup lebih daripada produksi barang untuk kebutuhan sehari-hari menurut yang diperlukan. I consume therefore I exist menjadi gaya hidup yang dipacu oleh naluri purba yang terus diprovokasi iklan hingga bukan kebutuhan yang jadi patokan, melainkan selera basic instinct yang menjadi dasar. Proses identifikasi kepribadian macam apakah yang akan terjadi? Fenomena kedelapan. Terjadinya hibrida klasifikasi dan penggolongan kultural yang menggantikan batas-batas kaku dan klasifikasi ketat dalam wujud campuran mestizo model Brasil dimana perayaan karnaval tidak hanya merupakan katarsis dan ekstasis sensual, kultural, tetapi juga ungkapan identitas campurnya asal-usul keturunan darah, tradisi budaya maupun warna kulit. Contoh lain adalah perpaduan ke-indo-an antara kuno dan baru, modern dan tradisional, lokal dan global. Dari delapan fenomena di atas, bila seluruh anggota masyarakat sebuah bangsa serius mengambil bagian sebagai peserta dan bertanggung jawab untuk identitas keindonesiaan, pasti akan menempuh tiga jalan yang oleh para Indonesianis dan budayawan seperti Zoetmulder, Umar Kayam, Geertz, dan Denys Lombard disebut sintesis, transformasi, dan osmosis. Sintesis adalah proses yang dibuat oleh pelaku budaya ketika mengolah unsur-unsur nilai dari tradisi yang menjadi kekuatan hidup selama ini sebagai tesis berhadapan dengan masuknya antitesis nilai-nilai baru yang menantang dan mengoyak integrasi yang terjadi sekaligus memuat nilai-nilai baru yang memberi daya survival ke masa depan, untuk diambil yang positif dari masing-masing hingga menemukan ramuan sintetik baru yang akan menjadi tesis baru guna proses dialektika perubahan. Persoalan proses mengindonesia menuntut studi mendalam dan penelitian untuk mencatat dan melihat bagaimana proses osmosis dari nilai lokalitas yang dihayati dengan intuisi dan pembelajaran hormat pada perbedaan menjadi klasifikasi sistemik dalam sistem nilai lalu ke tahap berikut menjadi sistem nilai budaya lokal dan akhirnya diproses secara politis maupun kultural oleh teks sejarah 1908; 1928; 1945; 1966; dan 1998 sampai sekarang. Dari kerendahan hati belajar memetakan dan live in kedelapan fenomena pergulatan dan tantangan kebudayaan di atas, diharapkan kerja-kerja visioner kebudayaan dan laku-laku budaya dalam kantong-kantong pendidikan hingga proses saling menyediakan ruang bagi tiap generasi hingga mereka sendiri bisa bersikap dan bercara pandang bahwa perbedaan itu memperkaya daripada menghancurkan. Untuk itu belajar saling lintas daerah dan saling lintas kerja yang selama ini sudah menumbuhkan integrasi harus lebih diperkuat. Sementara model-model politik pengotakan, SARA, diskriminasi golongan atau penyusun keindonesiaan harus ditinggalkan. Dengan kata lain dibutuhkan kerja tahap visi, kerja penelitian, kerja pendidikan, sosialisasi, dan internalisasi. Dan yang paling penting ialah konsientisasi serta laku budaya hingga bhinneka tunggal ika tidak hanya merupakan slogan yang mengajar, tetapi diberi kesaksian keteladanan dengan saling belajar antar tradisi penyusun ke-Indonesia-an. Tolok ukur paling jelas adalah membaca teks proses mengindonesia dengan tiga pertanyaan berikut ini: Pertama, mengarah ke makin beradabnya kita bersama? Kedua, menuju anarki dan kebiadabankah? Ketiga, berani menyadari kerancuan, perubahan dan krisis nilai yang tengah berlangsung lalu menghadapinya dengan cerdas dan bijaksana? *** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/