** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=165238

Rabu, 06 Apr 2005,


Makna Sains dalam Bencana
Oleh Sulfikar Amir *

Bangsa Indonesia bagai kena kutukan. Berbagai malapetaka silih berganti datang 
menghampiri kehidupan masyarakat bagai tamu yang dinanti kedatangannya dengan 
kecemasan. Tapi, mengapa kita tidak pernah berbuat sesuatu yang berarti untuk 
menanggulanginya. Apakah ini bukti miskinnya ikhtiar berpikir dalam kepala 
kita? 

Mari kita lihat beberapa contoh konkret, misalnya, kasus penyakit demam 
berdarah yang menjadi hantu-hantu pencabut nyawa setiap awal tahun. Sekali 
datang, ratusan jiwa melayang karena ketidakberdayaan kita melawan organisme 
kecil pengisap darah itu. 

Dalam periode yang sama, malapetaka banjir menjadi langganan penduduk daerah 
perkotaan. Hujan yang mestinya dimaknai sebagai karunia alam yang begitu indah, 
kini berubah menjadi sebuah monster yang mengerikan. Air yang seharusnya 
menjadi sumber energi kehidupan berubah menjadi energi penghancur. 

Contoh lain yang lebih aktual tentunya adalah bencana tsunami yang menelan 
ratusan ribu jiwa saudara-saudara kita di Nanggroe Aceh Darussalam. Berbagai 
upaya dilakukan untuk membantu meringankan penderitan mereka. Belum lama 
penderitaan di Aceh hilang dari ingatan kita, malapetaka yang hampir sama 
mengunjungi saudara kita di Nias. 

Demam berdarah, banjir, tsunami, dan gempa bumi hanyalah contoh kecil dari 
berbagai malapetaka yang telah menjadi bagian keseharian kita. Tanah longsor, 
kecelakaan transportasi, dan berbagai malapetakan lainnya tidak kurang kualitas 
maupun frekuensinya. Jika dirunut, kesemuanya itu akan menjadi sebuah daftar 
panjang yang menyesakkan dada. 

Tapi ironisnya, kita hanya pasrah dan hanya menunggu malapateka itu pergi 
dengan sendirinya. Trauma dan kepedihan tidak cukup membuat kita berbuat 
sesuatu yang berarti. Ini terjadi terus-menerus. Bangsa ini seakan-akan telah 
terus-menerus jatuh ke dalam lubang yang sama. 

Di sinilah pentingnya pengetahuan sebagai wujud penggunaan nalar dan proses 
pembelajaran. Pengetahuan adalah fondasi paling dasar dalam setiap bangunan 
peradaban dan menjadi tanda kesadaran manusia akan eksistensinya di dunia. 

Tidak ada satu pun komunitas di muka bumi yang dapat bertahan tanpa 
pengetahuan. Pengetahuan adalah karakter yang paling esensial yang menjadi 
kemampuan dasar bagi spesies manusia untuk beradaptasi dengan alam dan bahkan 
menaklukkannya. Sejarah umat manusia adalah sejarah pengetahuan itu sendiri. 

Jika pemahaman ini menjadi kerangka berpikir kita, semestinya kita sadar bahwa 
krisis yang menerpa bangsa ini secara bertubi-tubi bukanlah disebabkan 
kelangkaan sumber daya, tapi kelangkaan pengetahuan. Kita tidak memiliki 
pengetahuan untuk mengenal alam di mana kita berada. Kita tidak memiliki 
pengetahuan tentang potensi-potensi sekaligus ancaman yang ada. 

Lebih penting lagi, kita tidak memiliki pengetahuan untuk mengelola itu semua 
demi kemaslahatan bersama dan menjaga eksistensi kita sebagai komunitas yang 
berdaulat.

Selama ini kita hanya terpaku dan takjub melihat berbagai pengetahuan yang 
datang dari luar dengan begitu megahnya mengeksploitasi apa yang kita miliki, 
sementara kita berada di pinggir arena. 

Kritis pengetahuan membawa kita pada permasalahan sains dan relasinya dengan 
masyarakat. Di sini sains tidak dimaknai semata-mata sebagai aktivitas 
penelitian di laboratorium di mana saintis menjawab pertanyaan dan hipotesis 
yang diajukannya. Tetapi, sains sebagai institusi sosial yang memproduksi 
pengetahuan. 

Dalam institusi sains, saintis hanyalah salah satu elemen di antara elemen yang 
lain seperti relasi sosial, paradigma, nilai-nilai, aturan-aturan, dan 
ideologi. Interaksi dinamis elemen-elemen itu memungkinkan terjadinya 
perkembangan dalam sains, baik dari orientasi maupun bangunan pengetahuan yang 
dicapai. 


Netral

Apakah kita memiliki sains? Jawabnya tidak. Kita mungkin memiliki ribuan 
saintis yang bergelar doktor, tetapi kita tidak memiliki sains dalam arti 
sistem pengetahuan yang dibangun sebagai hasil institusi sosial yang mapan. 
Masalah ini bisa jadi berawal dari asumsi yang dipegang para pegiat sains, 
khususnya kaum elite sains di negeri ini.

Bagi mereka, sains adalah upaya pencarian pengetahuan yang bersifat objektif 
dan karenanya selalu netral. Implikasi asumsi ini adalah lepasnya sains dari 
konteks sosial karena steril dari pengaruh luar. Artinya, tidak ada relasi 
langsung antara proses produksi pengetahuan dan realitas sosial. Sains akhirnya 
hanya menjadi wilayah eksklusif para saintis dan menjadi sumber prestige bagi 
mereka. 

Pada titik lain, masalah sains tidak hanya karena kendala "ideologis" para 
saintis, tapi juga gagalnya sains memosisikan diri dalam proses sosial di 
masyarakat. Ini terjadi akibat resistensi institusi sosial yang lebih makro 
dalam melihat sains sebagai sumber daya yang esensial. Sains hanya pajangan 
para politisi dan birokrat tanpa memiliki arti yang signifikan. Status 
penggembira ini adalah refleksi dari paradigma institusi publik yang masih 
sangat tradisional dan berpola pikir subsisten. 

Kedua masalah itu adalah agenda yang mesti dicermati dan ditindaki jika kita 
ingin sains menjadi jawaban bagi berbagai dilema yang dihadapi masyarakat kita 
akhir-akhir ini. Secara praktis, sains memungkinkan kita menemukan 
solusi-solusi dalam menghadapi berbagai malapetaka yang terjadi berulang-ulang. 
Karena itu, dibutuhkan perombakan paradigma di kalangan pegiat sains agar dapat 
melihat sains sebagai bagian dari proses sosial budaya. Memandang sains sebagai 
sebuah praktik budaya akan menjadi jembatan antara wilayah epistemologi sains 
dan realitas sosial. 

Di sisi lain, sains tidak hanya membutuhkan sumber daya ekonomi untuk 
berkembang, tapi juga energi politik agar dapat memosisikan diri secara tepat 
dalam proses produksi sosial. Karena itu, agenda-agenda politik (bukan 
politisasi) sains harus segera disusun sehingga sains dapat menjadi bagian dari 
kebijakan publik yang instrumental. 
* Sulfikar Amir, kandidat doktor di Dept. Science and Technology Studies, 
Rensselaer Polytechnic Institute di Troy, New York



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Kirim email ke