Media Indonesia
Kamis, 07 April 2005

Kapitalisme Religius?
Luthfi Assyaukanie, Pengajar Universitas Paramadina, Jakarta

DALAM sebuah simposium tentang Pemikiran Nurcholish Madjid di Universitas 
Paramadina (18/3), Bahtiar Effendy menyatakan bahwa Cak Nur, lebih tepat 
disebut sebagai seorang 'kapitalis religius' daripada 'sosialis religius.'

Pandangan Bachtiar yang lugas itu saya kira benar belaka. Nurcholish Madjid 
adalah salah seorang tokoh pemikir liberal muslim dalam hal politik-keagamaan 
yang juga bersikap liberal dalam masalah-masalah ekonomi. Meski tak banyak 
berbicara tentang pemikiran ekonomi karena memang bukan bidangnya, 
pandangan-pandangan keekonomian Cak Nur boleh dibilang lebih dekat kepada 
liberalisme ketimbang sosialisme.

Saya lebih senang menggunakan kata 'liberal' daripada 'kapitalis' dalam 
membicarakan sikap ekonomi dalam pemikiran Islam. Alasannya karena istilah ini 
lebih 'netral' dan lebih merefleksikan landasan paling mendasar dari pemikiran 
ekonomi modern. Alasan lainnya karena istilah ini berkorelasi dengan sikap 
dasar politik-keagamaan para intelektual muslim liberal secara umum.

Pemikiran ekonomi adalah bidang yang paling sedikit menjadi perhatian dalam 
wacana pemikiran Islam kontemporer. Bukan hanya karena tak banyak orang yang 
ahli tentang masalah ini, tapi juga karena isu ekonomi tidak menjadi perhatian 
utama para pemikir Islam. Selain itu, wacana ekonomi dalam pemikiran Islam 
kontemporer telah terdistorsi sedemikian rupa dalam wacana 'islamisasi ekonomi' 
yang lebih bersifat ideologi ketimbang ilmu.

Saya menganggap pernyataan seperti yang diungkapkan Bahtiar Effendy di atas 
penting untuk menyadarkan kita semua bahwa pemahaman ekonomi dalam pemikiran 
Islam di Indonesia sangat beragam. Tidak seperti yang disangka banyak orang, 
sikap kaum Muslim terhadap isu ekonomi tak hanya satu, yakni sikap ekonomi yang 
sosialistis.

Dalam sejarah pemikiran Islam di Indonesia, pemikiran ekonomi memang selalu 
dikaitkan dengan sosialisme. Hal ini pertama-tama terkait erat dengan akar 
pemikiran Islam itu sendiri yang penuh dengan sejarah sosialisme. Atau malah 
juga terkait erat dengan sejarah pemikiran ekonomi di Indonesia secara 
keseluruhan yang memang sangat didominasi oleh pemikiran kiri (baca; sosialis).

Citra bahwa Islam dan sosialisme sebagai satu kesatuan tak terpisah telah 
disemai sejak Tjokroaminoto, bapak pemikiran Islam modern. Tjokroaminoto adalah 
intelektual Islam pendukung sosialisme.

Setelah Tjokroaminoto, sejarah pemikiran keekonomian dalam Islam hampir tak 
bisa keluar dari paradigma sosialisme. Intelektual seperti Sjafruddin 
Prawiranegara atau Muhammad Roem, yang kerap dianggap sebagai pemikir garda 
depan Masyumi, adalah seorang 'sosialis religius'. Mungkin karena alasan 
historis ini, banyak generasi pemikir dan intelektual Islam yang lebih 
belakangan, menganggap Islam dan sosialisme sebagai satu kesatuan yang tak 
terpisah. Simaklah tulisan-tulisan para intelektual semacam Dawam Rahardjo, Adi 
Sasono, Amien Rais, dan Kuntowijoyo.

Dalam konteks ini, Cak Nur adalah pengecualian. Tidak seperti para intelektual 
Islam yang disebut di atas, ia bersikap liberal baik dalam pemikiran 
politik-keagamaan maupun dalam hal pemikiran ekonomi. Yang saya maksud dengan 
liberal di sini adalah sikap dasar dalam memberikan toleransi yang besar kepada 
mekanisme pasar dan independensi masyarakat dari negara.

'Sekularisasi' ekonomi. Jika kita mengamati tulisan-tulisan Cak Nur yang 
berkaitan dengan isu Islam dan ekonomi, sangat jelas sekali pesan yang ingin 
disampaikannya, yakni bahwa Islam tidak mengurusi hal-hal detil tentang 
ekonomi. Sebetulnya, ini adalah perluasan dari sikap dasar dia dalam hal 
politik-keagamaan, yakni bahwa Islam tak mengurusi hal-hal detil tentang 
politik.

Sikap dasar inilah yang kemudian menjadi pijakan mengapa Rektor Paramadina itu, 
misalnya, menolak gagasan 'ekonomi Islam'. Hal ini berbeda dengan, misalnya, 
Dawam Rahardjo, yang jelas-jelas mendukung ekonomi Islam. Bahkan Dawam 
mendukung ekonomi Islam versi yang sangat ideologis, yakni ekonomi Islam yang 
dikembangkan oleh IIIT (International Institute of Islamic Thought), lembaga 
Islam yang banyak didanai Arab Saudi, dan dikenal dengan proyek islamisasi 
ilmunya. Dawam adalah Direktur IIIT cabang Indonesia.

Sikap dasar di atas sangat penting untuk melihat bagaimana penyikapan terhadap 
hubungan agama dan negara berpengaruh dan memiliki korelasi positif terhadap 
hubungan ekonomi dan negara. Intelektual seperti Cak Nur adalah orang yang 
memiliki sikap tegas tentang hubungan agama dan negara. Sejak lama ia dikenal 
sebagai penganjur sekularisasi atau pemisahan agama dari negara.

Buat dia, agama sebaiknya tidak ikut campur dalam urusan-urusan negara, dan 
begitu juga sebaliknya, negara sebaiknya jangan mencampuri urusan agama. Jika 
diterjemahkan dalam bahasa ekonomi, kaidah ini berarti bahwa harus ada 
pemisahan antara negara dan pasar atau negara dan ekonomi masyarakat. Negara 
tidak berhak mengatur bagaimana pasar bekerja, sebagaimana pasar juga tidak 
semestinya 'meminta pertolongan' dari negara untuk diatur.

Penting untuk dicatat di sini bahwa intelektual yang memiliki sikap tegas 
terhadap sekularisasi politik (pemisahan negara dan agama) juga memiliki sikap 
yang tegas dalam 'sekularisasi' ekonomi (pemisahan negara dan pasar). Cak Nur 
dikenal sebagai pendukung setia sekularisasi politik, dan karenanya, dalam 
masalah ekonomi, juga tak memiliki beban untuk menerapkan prinsip sekularisasi 
itu. Sementara para intelektual yang menolak atau minimal ragu-ragu dalam 
mendukung tesis sekularisasi politik, juga akan mengalami persoalan (baca; 
penolakan) ketika berbicara tentang 'sekularisasi' ekonomi.

Dalam beberapa tulisannya dan juga wawancara saya dengannya, Dawam menolak ide 
sekularisasi dan menolak gagasan pemisahan agama dari negara. Menurutnya, 
negara harus menjadi pelindung dan pengayom agama. Tanpa negara, ajaran-ajaran 
agama tak akan bisa berjalan dengan baik. Sikap pro-negara seperti itu, tidak 
kita temukan pada Cak Nur yang sepenuhnya mendukung gagasan sekularisasi. Buat 
dia, peran negara bukanlah sebagai pengatur dan penentu arah jalannya ekonomi. 
Pasar harus dibiarkan bebas, dan kompetisi harus dijunjung tinggi sebagai 
elemen positif dalam pembangunan ekonomi.

Dalam buku terbarunya, Indonesia Kita, yang banyak membahas persoalan politik 
dan kenegaraan, Cak Nur menguraikan tentang pentingnya peran keterbukaan dan 
liberalisasi ekonomi. Privatisasi dan kegiatan ekonomi bebas, menurutnya, bukan 
hanya akan melahirkan dan mendorong ekonomi yang sehat, tapi juga dapat 
mempercepat dan memperkuat konsolidasi demokrasi. (Indonesia Kita, hlm 131).

Tanpa perlu dikatakan, Cak Nur selalu menekankan pentingnya keadilan dan 
kesejahteraan sosial sebagai cita-cita politik Islam. Hanya saja, berbeda dari 
para pendukung 'ekonomi sosialis' atau 'ekonomi kerakyatan,' keadilan dan 
kesejahteraan ini harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang fair 
dan bebas. Kalaupun ia harus diterjemahkan menjadi negara kesejahteraan 
(welfare state), maka hal itu haruslah dibangun di atas landasan ekonomi 
liberal, seperti negara-negara kesejahteraan di Eropa melakukannya.***

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke